Selain menceritakan semua hal yang membuatnya diusir dari tempat tinggalnya, Yuri juga bercerita kepada Pandu tentang bagaimana pahitnya kehidupan yang dia jalani selama ini.
Mulai dari kehilangan kedua orang tuanya ketika dia masih kecil dan dia dibesarkan oleh bibinya. Namun, di usianya yang baru menginjak remaja, dia justru dipaksa menikah dengan pria kaya yang sudah berumur oleh sang bibi, sebagai ganti membayar semua hutang-hutang keluarganya. Pernikahannya secara siri dengan pria yang tidak dia cintai itupun tidak bertahan lama. Belum seumur jagung, mereka pun berpisah. Menjadi janda diusia yang masih remaja, menyebabkan berbagai tanggapan miring selalu dia terima selama ini.
Pandu mengusap wajahnya mendengar apa yang diceritakan oleh Yuri.
"Kasihan sekali nasibmu, Mbak. Warga sangat keterlaluan. Mereka sudah menuduh kan yang tidak-tidak dan tega berbuat anarkis terhadap seorang wanita seperti dirimu," ucap Pandu penuh rasa empati.
"Setelah ini, tujuanmu akan kemana, Mbak? Apa kamu akan kembali ke rumah kontrakan itu?" tanya Pandu merasa peduli dengan kemalangan yang tengah dihadapi Yuri.
"Tidak, Pak Pandu. Saya tidak mungkin kembali kesana. Warga pasti akan menghina saya lagi. Dan saya juga tidak tahu akan kemana setelah ini," sahut Yuri pelan, ada bulir air mata tak tertahankan menetes, membasahi kulit pipi putih dan mulus yang dimilikinya.
"Lalu siapa yang akan kamu temui, Mbak? Bukankah tadi kamu bilang tidak punya siapapun di kota ini?" Pandu kembali bertanya. Dia ingat, sebelumnya Yuri juga bercerita kalau dia selama ini hidup sebatang kara.
"Saya juga tidak tahu, Pak." Yuri menyeka air mata di pipinya dan menggeleng pelan.
Pandu menghela nafas dalam, menatap wajah Yuri yang terlihat hampa tanpa asa. Rasa iba langsung memenuhi hatinya, dia tidak tega apabila membiarkan Yuri kembali ke jalanan tanpa tujuan, apalagi di tengah malam dengan hujan yang masih awet, terus turun membasahi marcapada.
Sejenak Pandu menekan keningnya dan berusaha memikirkan sesuatu untuk bisa membantu Yuri. Walau baru saja mengenalnya, Pandu tidak merasa punya kecurigaan buruk terhadapnya. Hanya nasib buruk saja yang membuatnya jadi seperti itu.
"Oh, iya ... saya lihat, Mbak Yuri tadi begitu mudah membantu persalinan dan sepertinya mbak sangat paham cara merawat bayi. Apa mbak, sudah pernah memiliki seorang bayi sebelumnya?" Pandu tersenyum. Dia teringat bagaimana tangan lembut Yuri begitu cekatan mengurus bayinya yang baru lahir.
Yuri kembali menggeleng. "Belum, Pak. Walaupun saya janda, tapi saya belum punya anak. Saya hanya sering melihat cara suster-suster merawat bayi, karena saya dulu pernah bekerja sebagai cleaning service di sebuah klinik bersalin," sahut Yuri, kembali bercerita.
"Hmmm ... kebetulan kalau begitu, Mbak!" Pandu menjentikkan jari dan melebarkan lagi senyumnya.
"Bagaimana kalau mbak, bekerja di rumah saya sebagai baby sitter untuk bayi saya? Ini adalah anak pertama saya. Tamara, istri saya pasti sangat membutuhkan seseorang yang berpengalaman untuk membantunya merawat seorang bayi. Selain itu, Tamara juga seorang wanita karir. Setelah selesai masa cuti melahirkannya, dia harus kembali bekerja dan pastinya kami butuh baby sitter untuk menjaga bayi itu selama kami bekerja," sambung Pandu menguraikan tujuannya kepada Yuri.
"Tapi, Pak ... " Yuri terlihat ragu.
"Kamu pasti ragu karena statusmu itu, kan?" terka Pandu, memotong ucapan Yuri. "Bagiku semua itu bukan masalah, Mbak. Dan aku yakin Tamara juga pasti akan sangat setuju. Dia seorang wanita yang punya pemikiran dan wawasan yang luas, dia juga tidak akan mempermasalahkan semua itu." Pandu sangat yakin akan keputusannya.
"Bagaimana, Mbak? Kamu bersedia kan, jadi baby sitter untuk bayiku? Kamu akan tinggal di rumahku, dan kamu tidak perlu bingung lagi memikirkan dimana kamu akan tinggal di kota ini," desak Pandu. Dia sangat berharap Yuri tidak akan menolak keinginannya.
"Baiklah, Pak. Saya bersedia," jawab Yuri setuju. "Tapi sebelum itu, sebaiknya Pak Pandu bicarakan dulu dengan Ibu Tamara, saya tidak ingin muncul persepsi lain tentang saya, apabila istri anda itu mengetahui status dan latar belakang saya," sambung Yuri tetap dengan keraguannya.
"Jangan khawatir, Yuri. Aku akan jelaskan padanya dan dia pasti akan sependapat denganku." Pandu terus tersenyum. Pertemuan tidak sengaja dengan Yuri, tidak hanya menyelamatkan nyawa istri dan bayinya, tetapi juga memberinya sebuah solusi, akan keinginan istri tercintanya yang masih ingin tetap berkarir, walau nanti sudah ada seorang bayi di tengah keluarga mereka.
Pandu kembali memperhatikan wajah Yuri yang mulai sedikit dihiasi senyum setelah mendapat tawaran pekerjaan darinya.
"Kamu tunggu disini sebentar, Yuri. Aku akan ke apotik untuk membeli obat-obatan untuk luka-luka lebam di tubuhmu," ucap Pandu sembari beranjak dari tempat duduknya.
"Tidak usah repot-repot, Pak. Ini hanya luka memar, dalam beberapa hari saja, pasti sembuh dengan sendirinya," tolak Yuri. Dia tidak ingin merepotkan Pandu.
"Tidak repot kok. Apotiknya kan, ada di rumah sakit ini," kata Pandu sambil tetap melangkah meninggalkan Yuri seorang diri di ruangan itu dan menuju apotik yang letaknya tidak jauh dari ruang tunggu tempat mereka duduk sebelumnya.
"Pak Pandu sangat baik dan perhatian." Yuri menggumam. "Ibu Tamara pasti merasa sangat beruntung memiliki suami yang sangat tampan dan berhati emas seperti dirinya," batinnya sangat kagum akan sosok seorang Pandu Manggala.
Yuri tetap duduk dan menunggu disana. Akan tetapi, tanpa dia sadari sebuah senyum terulas begitu saja di bibirnya, tatkala membayangkan kepribadian lembut seorang pria seperti Pandu.
Beberapa menit kemudian, Pandu sudah kembali dengan membawa sebuah bungkusan di tangannya.
"Ini krim antiseptik dan penghilang lebamnya." Pandu langsung memberikan kantong plastik berisikan beberapa strip obat dan salep untuk Yuri.
"Dan ini, aku ambilkan sepasang baju milik Tamara dari dalam mobil. Ukuran badan istriku itu, hampir sama sepertimu sebelum dia hamil. Ku rasa ... baju ini akan pas sesuai ukuranmu, Yuri." Pandu juga menyerahkan sepasang pakaian kepada Yuri.
"Terima kasih banyak, Pak Pandu. Saya sudah banyak merepotkan bapak," ucap Yuri sungkan sambil meraih semua yang diberikan Pandu kepadanya.
"Aku sama sekali tidak merasa direpotkan olehmu. Justru aku sangat beruntung karena bertemu dengan seorang dewi penolong sepertimu. Sekarang cepat ganti bajumu yang basah itu, agar kamu tidak sampai masuk angin," balas Pandu, mencoba akrab dan tidak ingin Yuri merasa canggung lagi terhadapnya.
Yuri hanya mengangguk dan menanggapi dengan senyum. Dia semakin kagum akan kebaikan hati pria di hadapannya.
Bertahun-tahun hidup penuh kepahitan sebagai seorang janda muda, tentu saja dia merindukan seorang pria sejati dalam hidupnya. Namun, semua kegetiran yang dirasakannya membuat dia harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk kembali menjalani kehidupan berumah tangga. Ada rasa trauma ketika dia dekat dengan seorang pria.
Selama ini, dengan paras cantik yang dia miliki, pastinya banyak pria yang ingin dekat dengannya. Mulai dari pria lajang, duda, bahkan yang masih berstatus suami orang. Justru, semua itulah yang membawa Yuri banyak mengalami masalah. Tidak sedikit gadis serta ibu-ibu yang merasa iri terhadapnya, sehingga fitnah keji kerap kali dia terima, terutama dari para wanita yang merasa cemburu dengan kecantikannya serta mampu memikat hati banyak pria di sekitarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Diana Susanti
lanjut kak
2022-10-17
1
Pemenang YAWW 9 😴🤕
kalau jadi baby siter pandu gimana🙄😏
2022-10-16
2
Don't Ask Myname
gas kak, lanjut
2022-10-16
1