"Baik, Mbak. Tolong jaga istri saya."
Tanpa berfikir panjang, Pandu bergegas meninggalkan mobilnya dan berjalan cepat, mengitari area itu berharap ada bidan praktik terdekat yang bisa dia temui disana.
"Sakit, Mbak! Saya su-dah ti-dak kuat la-gi....." Wanita itu kembali mengerang seraya mencengkram tangan Yuri sangat kuat.
"Bukaannya sudah besar, persalinan harus segera dilaksanakan, kalau tidak, bayi Ibu bisa tidak selamat," sergah Yuri.
"To-tolong la-lakukan sesuatu, Mbak," rengek wanita itu dengan suara serak menahan sakit.
"Dengan sangat terpaksa ibu harus melahirkan disini, Bu," ucap Yuri pasrah.
Bagaimanapun juga bayi itu harus segera dilahirkan, apabila tidak, kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Bukan hanya bayinya, ibunya pun bisa saja tidak tertolong.
Yuri menghela nafas dalam-dalam. "Bismillahirrahmanirrahim."
Sebelum memberi pertolongan sebisanya, Yuri menyempatkan berdoa dalam hatinya. Bergegas ia mengangkat tinggi-tinggi kedua paha wanita itu.
"Ayo tarik nafas, Bu!" Satu tangan Yuri menekan perut bagian bawah wanita itu sedangkan tangan yang lain siaga untuk bayi yang akan lahir.
"Aaaaaahh........" Dengan erangan panjang dan isak tangisnya, wanita itu menarik nafas dalam dan menghembuskannya sepanjang yang dia sanggup.
Setelah beberapa menit dalam suasana yang begitu panik, Yuri akhirnya bisa sedikit tersenyum lega. Kendati sama sekali tidak berpengalaman menangani sebuah proses persalinan, pada akhirnya dia tetap bisa membantu wanita itu. Bayi yang dilahirkannya pun selamat.
"Wah... Alhamdulillah. Selamat ya, Bu. Bayi ibu perempuan. Bayi ini lahir dengan selamat dan sempurna," ujar Yuri tersenyum lega seraya meraih kotak P3K yang ada di dalam dashboard mobil itu dan mengambil gunting untuk memotong tali pusarnya.
"Te-rima ka-sih, Mbak. Tolong jaga bayi saya," lirih wanita itu dengan suara lemah. Peluh bercucuran membasahi keningnya. Tubuhnya lemas terbaring pasrah di atas jok mobil, nafasnya tersengal-sengal dan darah masih terus keluar dari jalan lahir bayinya.
Tangis bayi yang baru saja terlahir ke muka bumi itu memekik nyaring, memecah kesunyian malam. Dengan cekatan, Yuri membersihkan bayi yang masih berlumur darah itu dengan menggunakan tisu basah, lalu membungkusnya dengan bedong bayi. Atas petunjuk wanita yang ditolongnya itu, Yuri mendapatkan bedong bayi dari sebuah tas yang memang sudah dia persiapkan dari awal, jauh sebelum perkiraan persalinan dan tanggal kelahiran bayinya.
Hujan masih turun, walau kini sudah sedikit mereda. Dari kejauhan, terlihat sebuah mobil yang lain, melesat cepat dan berhenti tepat di samping mobinya. Pandu turun dengan tergopoh dari mobil itu dan segera menghampiri Yuri yang masih ada di dalam mobil itu.
"Sial, Mbak. Tidak ada bidan dekat sini," sesal Pandu dengan nafas terengah. "Tapi saya meyewa sebuah mobil dari bengkel rekan saya, kebetulan tempatnya tak jauh dari sini. Saya harus secepatnya membawa istri saya ke rumah sakit," sambungnya.
"Bayi anda sudah lahir, Pak. Lihat ini, dia sangat cantik!" Yuri tersenyum seraya menunjukkan bayi yang masih merah dan tertidur dalam hangatnya balutan bedong dalam gendongannya.
"Hah ... sudah lahir?" Pandu terperangah dan membulatkan matanya seolah tidak percaya.
"Alhamdullilah..... terima kasih banyak, Mbak," ucapnya sambil tersenyum bahagia memandangi wajah bayi mungil di gendongan Yuri.
"Mas Pandu, akhirnya bayi kita bisa lahir dengan selamat," panggil wanita itu lirih, serta berusaha tersenyum menatap wajah suaminya.
Bergegas Pandu masuk ke dalam mobilnya dan menghampiri istrinya.
"Iya, Sayang. Terima kasih karena sudah berjuang untuk kelahiran putri kita." Pandu mengusap wajah dan keringat di kening istrinya yang terlihat sangat lemah setelah sebuah proses persalinan menegangkan baru saja dia lewati.
"Tapi kita tetap harus segera ke rumah sakit, Pak. Sampai sekarang istri anda masih mengeluarkan banyak darah. Dia harus segera mendapat pertolongan," sela Yuri dan seketika membuyarkan perasaan senang Pandu atas kelahiran putrinya.
"Kamu benar, Mbak. Kita memang tetap harus segera ke rumah sakit. Istri dan bayi saya harus tetap mendapat penanganan dokter." Pandu mengangguk paham. Meski bayinya sudah lahir dengan selamat, mereka tetap harus ke rumah sakit untuk mendapat tindakan pertolongan yang lain.
"Mbak, apa kamu bisa ikut saya ke rumah sakit? Saya butuh bantuan Mbak, untuk menjaga bayi ini sampai saya tiba di rumah sakit," pinta Pandu, berharap Yuri mau ikut bersamanya, hingga mereka tiba di rumah sakit.
"Baik, Pak." Yuri mengangguk setuju. Kepalang menolong, dia merasa tetap punya tanggung jawab membantu pasangan itu dan memastikan bayi dan ibunya baik-baik saja, hingga mereka mendapat pertolongan medis di rumah sakit.
.
Tiba di rumah sakit, para petugas medis dengan sigap memberi pertolongan terhadap istri Pandu, dengan membawanya masuk ke ruang bersalin. Bayinya pun segera di bawa ke ruang inkubator. Meski tidak terlahir prematur, dokter memutuskan sementara waktu bayinya dirawat disana karena proses persalinan yang terjadi secara spontan sebelumnya, tanpa bantuan medis sama sekali.
"Ibu dan bayinya akan kami beri tindakan, Pak. Bapak silahkan menunggu di luar dulu," ujar seorang suster, melarang Pandu ikut masuk ke dalam ruang bersalin.
"Baik, Suster. Tolong beri penanganan terbaik untuk istri dan bayi saya," angguk Pandu sama sekali tidak menolak. Dia tahu dokter memang harus segera menangani istri dan bayinya. Bersama Yuri, dia lalu sama-sama duduk di kursi ruang tunggu di rumah sakit itu.
"Terima kasih banyak ya, Mbak. Akhirnya istri dan bayi saya bisa selamat. Itu semua berkat bantuan Mbak," urai Pandu sungkan, merasa sangat berhutang budi kepada Yuri. Karena bantuan wanita itulah, nyawa istri dan bayinya bisa selamat.
"Iya sama-sama, Pak," sahut Yuri singkat.
"Ohya, Mbak. Tadi itu kenapa Mbak bisa kebetulan sekali ada di tempat itu?" Pandu mulai membuka obrolan di antara mereka.
"Saya hanya sedang berteduh di halte itu, Pak," ungkap Yuri jujur.
"Malam-malam begini, mbak ada di tempat sepi seperti itu. Memangnya mbak tinggal dimana?"
"Saya ... saya ..." Yuri tergagap, dia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Pandu.
"Ahh, saya lupa! Kita belum berkenalan," jeda Pandu memotong ucapan Yuri.
"Namaku Pandu, Mbak." Pandu mengulurkan tangannya ke hadapan Yuri.
"Saya Mayuri, Pak Pandu. Cukup panggil Yuri saja." Yuri menjabat tangan Pandu serta berusaha mengulas sebuah senyum ramah di bibirnya.
Pandu terpaku, untuk sesaat dia memperhatikan wajah Yuri yang terlihat sayu. Pakaiannya juga masih basah, dan terlihat kusut. Yang cukup membuatnya terperangah adalah ketika melihat tubuh Yuri penuh luka memar.
"Itu badan Mbak Yuri, kenapa lebam-lebam seperti itu? Apa ada yang memukulimu?" tanya Pandu sedikit heran dan juga bingung melihat keadaan Yuri saat itu.
"Aaa ... ini tidak apa-apa, Pak Pandu," sahut Yuri seraya memalingkan wajahnya dan menggeser duduknya sedikit menjauh dari Pandu yang terus menatapnya penuh tanda tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Re Studio
makin seru lanjut kak
2022-10-16
1
Mami keyffara
jad ingat proses melahirkan kemarin......semoga istri pandu sehat2 saja dan begitu juga bayinya
2022-10-15
2
Don't Ask Myname
Makin seru....
lanjut kak... tetap semangat 💪💪
2022-10-15
1