Malam pertama bukannya di habiskan dengan penuh cinta, tapi ini di habiskan dengan kesedihan di hati Aisyah dan diabaikan oleh Dafa.
Aisyah meringkuk di atas ranjang sembari menahan Isak tangisnya, sedangkan Dafa sudah terlelap di sampingnya. Tidak peduli rasa sakit yang Aisyah rasakan. Rasa cintanya terhadap sang kekasih membuat Dafa harus mengatakan kata cerai di malam pertamanya.
Pukul sembilan pagi, Aisyah baru bangun dari tidurnya. Hampir semalaman Aisyah tidak bisa memejamkan matanya, karena rasa sakit yang di rasakannya.
Aisyah menoleh ke samping, dimana Dafa tidur dan ternyata Dafa sudah tidak ada di sana. Aisyah merengut lesu. Begitu tidak pedulinya Dafa terhadapnya. Kemudian Aisyah memilih membereskan tempat tidur dan segera mandi, tapi saat akan melangkah ke kamar mandi sayup-sayup terdengar suara Dafa dari balkon.
Aisyah yang penasaran, memilih mendekati Dafa dan Aisyah berdiri di balik pintu.
"Jangan lupa makan dan jangan terlalu memforsir diri. Kalau kamu sakit bagaimana? Siapa yang jagain kamu, sedangkan aku jauh dari sisi kamu."
"Iya, i love you. Tunggu aku ya sayang, muach...."
Begitu perhatiannya kamu sama pacar kamu, sedangkan aku sebagai istrimu diabaikan. Batin Aisyah,
Hati Aisyah bertambah sakit, saat Dafa tengah tersenyum menatap foto pacarnya.
Apa tidak ada sedikitpun rasa cinta untukku dan betapa malangnya nasib pernikahanku.
Aisyah bergegas pergi, saat melihat Dafa akan masuk. Aisyah berpura-pura merapikan tempat tidur dan melirik Dafa yang melewatinya begitu saja.
"Bahkan Dafa tidak melirikku," lirih Aisyah.
***
Saat akan keluar dari kamar, Aisyah mencegah tangan Dafa yang akan membuka pintunya.
"Dafa, bolehkah aku mengajukan syarat," kata Aisyah.
"Syarat apa?"
"Tolong di depan keluargaku kita bersikap mesra, seperti layaknya suami istri."
"Baiklah."
"Terima kasih," ucap Aisyah.
"Hmm...."
Dafa melangkah keluar lebih dulu dan Aisyah menatap punggung Dafa dengan perasaan sedih.
"Aku harus lebih bersabar dan terus berdoa, semoga suatu hari Dafa bisa mencintaiku," gumam Aisyah.
Aisyah segera menyusul Dafa dan saat sudah di depan keluarganya, Aisyah tersenyum sembari menggenggam tangan Dafa.
"Selamat pagi semuanya," sapa Aisyah, dengan senyum manisnya.
"Aduh... pengantin baru, jam segini baru turun," goda Hana
"Ih... Ibu...." Aisyah tersipu malu.
"Ibu sudah siapkan sarapan buat kalian. Sana kalian sarapan dulu," titah Hana.
" Iya... Ayo, yang," ajak Aisyah.
Hana tersenyum melihat Aisyah dan Dafa yang tampak terlihat bahagia. Tiba-tiba pipinya di kecup oleh lelaki yang sangat di cintainya.
"Aku bahagia melihat wajah Ais berseri-seri," ucap Hana kepada suaminya.
"Aku juga dan semoga pernikahan anak kita langgeng," timpal Aries, sembari merangkul pundak Hana.
Aisyah dan Dafa sudah berada di meja makan. Sebagai seorang istri, Aisyah harus melayani Dafa. Dari mengambilkan makanan dan yang lainnya.
Aisyah sudah mau mengambil piring milik Dafa, tapi Dafa menahannya.
"Kamu nggak perlu melayaniku seperti layaknya seorang istri, karena kamu hanya istri sesaat bagiku," ucap Dafa.
Seketika hatinya Aisyah terasa perih. Begitu tak sudi kah Dafa terhadapnya. Padahal Aisyah tulus melayani Dafa, tapi ternyata Dafa menolaknya mentah-mentah.
Aisyah langsung duduk dan segera sarapan. Entah kenapa, makanan yang dimasuk ke mulutnya terasa susah untuk di telan.
Selesai sarapan, Dafa meninggalkan Aisyah yang belum selesai sarapan. Cepat-cepat Aisyah menghentikan sarapannya dan bergegas menyusul Dafa.
"Kamu mau pergi kemana?" Tanya Aisyah.
"Aku mau pulang. Aku harus mengambil beberapa barangku di rumah."
"Mm... Boleh... Aku ikut?" ucap Aisyah ragu.
"Terserah kamu." Jawab Dafa.
Aisyah tersenyum senang, karena Dafa memperbolehkan ikut." Tunggu sebentar, aku ambil tasku dulu."
"Jangan lama-lama."
Aisyah mengangguk dan segera mengambil tasnya.
Dafa dan Aisyah segera berangkat ke rumah orang tua Dafa. Sekitar satu jam, Dafa dan Aisyah sampai di kediaman orang tuanya Dafa.
Bella tersenyum senang melihat Aisyah dan Dafa datang berkunjung. Dipeluknya Aisyah dengan sayang.
"Ma, Dafa ke kamar dulu."
Bella mengangguk dan mengajak Aisyah duduk.
"Bagaimana perasaan kamu, Nak? Apa Dafa memperlakukan kamu baik?" Ujar Bella, dengan tatapan teduhnya.
"Baik kok, ma. Bahkan Dafa sangat perhatian sama Ais."
"Syukurlah. Mama senang mendengarnya." Ucap Bella seraya tersenyum dan mengelus lengan Aisyah, sedangkan Aisyah hanya tersenyum kecut.
Andai mama tahu, kalau Dafa sudah mengajukan kata cerai semalam dan betapa sakitnya hati Ais, ma....
"Ma, Ais boleh ke kamarnya Dafa?"
"Tentu saja boleh."
Aisyah langsung bergegas menuju kamarnya Dafa dan Aisyah langsung masuk ke kamarnya Dafa.
Aisyah terkejut melihat Dafa tidak mengenakan baju, kemudian Aisyah memutarkan tubuhnya membelakangi Dafa.
"Lain kali ketuk pintu dulu sebelum masuk. Apa kamu sengaja ingin melihatku tanpa busana!" Cibir Dafa.
"Maaf, aku nggak tahu kalau kamu tengah berganti pakaian."
"Terus kamu mau ngapain ke kamarku!" Ketus Dafa, yang tak suka ada orang yang sembarangan masuk ke kamarnya.
"Aku... Cuma ingin tahu, seperti apa kamar kamu."
"Alasan saja! Lebih baik kamu keluar saja dari kamarku. Aku paling nggak suka ada orang asing masuk ke kamarku," usir Dafa.
Bless... Hati Aisyah langsung sakit, saat Dafa mengatakan dirinya orang asing. Dengan perasaan perih, Aisyah keluar dari kamar Dafa. Sebisa mungkin Aisyah menahan air matanya. Aisyah tidak mau menunjukkan kesakitan hatinya di depan Dafa ataupun kepada keluarganya.
"Loh, Ais?!" Seru Difa, saudara kembarnya Dafa.
"Difa...."
Difa tersenyum dan menghampiri Aisyah. "Kapan datangnya?" Tanya Difa.
"Tadi. Kamu mau berangkat kuliah."
"Iya. Aku berangkat dulu ya...."
"Iya...."
Setelah Difa pergi, Aisyah memilih duduk dan bermain handphone. Lama Aisyah menunggu Dafa, akhirnya Dafa keluar juga dari kamarnya.
"Ayo, kita pergi," kata Dafa.
Aisyah dan Dafa berpamitan terlebih dahulu kepada Bella, setelah itu langsung meninggalkan rumahnya.
Sepanjang perjalanan, Dafa dan Aisyah tidak ada yang berbicara. Walau sebenarnya Aisyah ingin mengajak Dafa berbicara, tapi melihat Dafa yang begitu dingin membuat Aisyah mengurungkan niatnya.
Saat berhenti di lampu merah, handphonenya Dafa berdering. Dafa tersenyum sumringah melihat siapa yang menelponnya.
"Halo, sayang...." Jawab Dafa.
"...."
"Apa?! Kamu serius sudah di bandara? Oke, aku jemput kamu sekarang."
Dafa pun mematikan teleponnya dan menoleh kepada Aisyah.
"Turun."
"Turun? Maksudnya?" Bingung Aisyah.
"Kamu turun dari mobilku. Aku mau menjemput pacarku di bandara. Cepat turun!"
"Apa nggak nganterin aku dulu ke rumah."
"Nggak bisa. Lebih baik kamu pulang sendiri saja. Aku nggak mau membuat pacarku menunggu lama."
Dengan terpaksa Aisyah turun dari mobil. Dafa langsung tancap gas menuju bandara. Aisyah menatap sendu mobil Dafa yang pergi meninggalkannya demi menjemput pacarnya. Aisyah menundukkan kepalanya mencoba untuk tidak menangisi kisah cintanya yang tak terbalaskan dan juga tak diinginkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Widi Widurai
bukan nya tambah sembuh malah cepet mati kebanyakan pikir sama lara ati.
2024-09-05
0
Nur Lizza
sedih bget.thor jgn bt ais sedih thor.tkutny sakit ny kambuh
2023-07-30
0
Dede Kurnia
sedih banget , hati q ikut sedih
2022-10-16
2