Bel masuk kelas pun berbunyi ketika Risda sudah sampai dikelasnya, Ridsa langsung bergegas duduk di bangkunya, dan bergabung dengan yang lainnya.
"Ris, lo dari mana saja woi? Jam segini baru masuk kelas" Tanya Rania kepada Risda yang baru masuk kedalam kelas.
"Ada urusan penting, ada apa an sih rame rame?" Risda nampak memandangi sekitar mereka yang mendapati bahwa banyak yang sedang berbincang bincang.
"Ada pemilihan anggota organisasi kelas, gue sih pilih lo buat jadi bendahara kelas, dan mereka juga sudah sepakat kalo lo yang jadi"
"Anjaayyy... Lo milih tanpa persetujuan dari gue? Gue kagak mau, gue kagak mau jadi gitu gituan"
"Salah lo sendiri, kenapa masuk kelas terlambat, lagian nih ya, disini kan hanya lo yang bisa jadi bendahara kelas, sikap lo aja udah kayak preman kelas" Jawab Wulan.
"Gila emang kalian!" Umpat Risda kepada teman temannya itu.
"Lo emang paling cocok Da, kali aja kelas kita bisa maju daripada kelas yang lainnya, kan kita kita sendiri yang nikmati"
"Gue butuh wakil, ya kali jadi bendahara sendiri"
"Mau diwakilkan siapa lo?" Tanya Mira yang mendengar ucapan Risda.
"Kalo lo aja gimana?"
"Gue?" Tanya Mira dengan terkejutnya, "Ogah"
"Gue juga ogah kali, emang pegang uang kas kelas itu mudah apa"
Tak beberapa lama kemudian datanglah guru yang akan mengajarkan dikelas mereka pertama kali, hal itu langsung membuat Risda dan yang lainnya langsung bergegas menuju ke bangku mereka masing masing.
Kali ini mereka akan mempelajari pendidikan agama di jam pertama, karena sekolah mereka yang Swasta dan mendalami ilmu agama, jadi setiap jam pelajaran pertama mereka akan mengaji bersama sama, dan setelahnya mereka akan memulai pelajaran.
*****
Pelajaran pun selesai, waktunya pindah jam pelajaran, ketika guru tersebut keluar dari dalam ruangan kelas itu, Risda pun terkejut bukan main ketika melihat Afrenzo masuk kedalam kelas mereka beserta anggota OSIS lainnya.
Afrenzo memakai sebuah masker sehingga luka memar yang ada diujung bibirnya tertutupi, Risda yang tadi pagi mengobati lukanya itu pun paham mengapa lelaki itu memakai masker saat ini.
"Itu bukannya Renzo ya?" Tanya Wulan kepada Risda.
"Iya, emang itu Renzo" Jawab Risda malas.
"Kenapa dia pake masker? Makin ganteng aja nih anak orang, kan gue jadi tergila gila"
"Dia sakit, apa lo mau ketularan kalo dia kagak pake masker?"
"Sakit? Sakit apa woi? Lo tau dari mana?" Tanya Wulan yang heboh.
"Kepo banget jadi orang"
Afrenzo hanya memperhatikan keduanya dalam diam, jawaban Risda tersebut membuatnya seolah olah mengalami sakit yang parah sehingga bisa menular ke yang lainnya, Risda langsung menahan nafas ketika mendapat tatapan tajam dari seorang Afrenzo.
Seorang Afrenzo akan menakutkan jika mengeluarkan tatapan tajam seperti itu kepada orang lain, hal itu mendadak membuat nyali Risda menciut begitu saja setelah dirinya mendapatkan tatapan tajam dari Afrenzo.
"Assalamualaikum warahmatullahi wa bharakatuh" Salam dari ketua OSIS.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wa bharakatuh" Jawab seluruhnya.
"Kedatangan kami kemari karena ingin mencari anggota OSIS yang baru, kali aja dari Adek Adek ada yang ingin mengikuti OSIS diperkenankan untuk maju kedepan sebagai calon anggota OSIS baru"
Risda kini paham kenapa Afrenzo ada dikelasnya berserta anggota OSIS itu, Afrenzo mencalonkan diri sebagai ketua OSIS di SMA Bakti Negara itu, Risda pun menoleh kebelakang tempat dimana Septia dan Mira berada.
"Kalian maju sono gih, katanya pengen jadi anggota OSIS, noh mumpung ada kesempatan" Ucao Risda.
"Lo aja yang maju Ris, kali aja bisa bersanding dengan si cowok ganteng itu" Jawab Septia.
"Itu incarannya Wulan, bukan gue" Jawab Risda malas.
"Kalo dilihat lihat, ngak cocok sama Wulan, dia lebih cocokan sama lo Ris, sama sama aneh" Kompor si Rania.
"Hei, apa yang lo bilang? Gue bisa denger!" Teriak Wulan.
"Jaga sikap lo Lan, apa lo mau dia jadi ilfil sama lo?"
"Ya ngak sih"
"Mangkanya diam, atau lo mau jadi sekertarisnya? Atau wakilnya? Buruan lo nyalonin juga jadi anggota OSIS"
"Kagak, ribet jadi OSIS, kenapa ngak lo aja Ris?"
"Gue? Gue ngak cocok jadi OSIS, peraturan sekolah aja gue langgar, gimana gue bisa jadi anggota OSIS? Bisa bisa makin ancur nih sekolah jadinya"
"Bener juga sih, jangan jadi OSIS kali gitu Ris, jadi tukang kebun aja"
"Ngaca lo!"
Risda pun membuang muka malas dari hadapan Wulan, Mira dan Septia nampaknya tertarik dengan OSIS sehingga keduanya maju untuk mencalonkan diri sebagai anggota.
"Semangat!" Ucap Risda sambil mengacungkan kedua jempolnya kepada Mira dan Wulan.
Kedua orang itu pun mengacungkan jempolnya juga kepada Risda, perlahan lahan murid yang ingin menjadi OSIS pun maju kedepan, Risda hanya lalu mengambil bukunya untuk menunggu acara itu selesai.
Tak beberapa lama kemudian mereka akhirnya keluar dari kelas tersebut untuk menuju kekelas kelas lainnya untuk mencari anggota OSIS baru, Afrenzo menatap sekilas kearah Risda sebelum keluar dari ruangan tersebut, sementara Wulan yang melihat tatapan itu pun merasa senang karena beranggapan bahwa Afrenzo tengah menatap kearahnya.
"Ris, lo tau tatapan Renzo sebelum dia pergi? Dia menatapku Ris" Ucap Wulan yang merasa bangga mendapatkan tatapan dari Afrenzo.
"Lalu gue harus bilang wow gitu?" Tanya Risda sambil merasa lega karena cowok itu akhirnya keluar juga.
"Lo seharusnya senang kalo temen lo ini merasa senang seperti ini"
"Hanya ditatap aja lo udah merasa bangga, ya kali tatapan itu untuk lo, kalo untuk yang lain gimana?" Risda hanya bisa menghela nafas sambil menatap kearah papan tulis.
"Ya jelas bangga lah, kapan lagi ditatap oleh orang sepertinya itu, udah ganteng, idaman wanita lagi"
"Serah lo deh, penting lo seneng"
"Nah gitu dong jadi teman yang baik itu"
"Entah pikiran nih orang seperti apa, orang seperti itu kok bisa bisa dicintai sih, gue harus gimana biar hutang gue lunas? Gue harus cari cara biar bisa lepas dari lelaki itu, sial kali diriku ini, kenapa juga gue masuk beladiri dan menjadi muridnya itu, masak gue harus buat novel sih, judulnya Pelatihku dingin melebihi es batu, aneh banget, kenapa coba orang seperti itu masih hidup aja" Batin Risda.
"Eh lo kenapa diem aja? Kesambet lo?" Tanya Wulan yang melihat Risda hanya melamun.
"Gue pengen mati" Jawab Risda.
"Lo sebenernya punya masalah apaan sih? Nikmati aja kali mumpung masih didunia, kapan lagi coba hati kita bisa sakit? Kalo diakhirat udah ngak bisa berasaskan sakit hati woi, mangkanya nikmati selama masih bisa dinikmati"
"Tau gini gue males ngomong sana lo, bukannya nyari solusi malah lo nambah masalah gue"
"Mangkanya cerita woi, biar gue paham masalah lo apaan, lo aja kagak mau cerita bagaimana gue bisa ngasih lo solusi"
"Gue punya hutang sama si kulkas itu, gue bingung harus bayarnya gimana"
"Hutang? Sejak kapan?"
"Lo sih main ninggal ninggal gue waktu kemaren dapat masalah di kantin, udah tau temennya ini dijebak, lo malah pergi gitu aja, kan gue harus bayar tuh makanan sendirian, tapi untungnya ada Renzo, jadi dia yang bayarin, jadi gue punya hutang sana dia"
"Beneran Renzo yang bayarin lo waktu itu? Ya maaf Da, gue kagak punya uang jadi gue kagak mau ikut ikutan, yang kagak mau antri kan lo bukan gue"
"Temen bang*att lo emang, waktu temennya susah lo malah pergi, kagak ada akhlak lo"
"Maaf, terus gimana utang lo?"
"Ya gimana lagi, gue kagak bisa bayar, ya terpaksa harus ditunda tunda dulu, uang segitu mah banyak, gue berangkat sekolah aja cuma bawa yang 20 ribu, sekalian buat bengsin"
"Emang utang lo berapa?".
"Mau apa lo? Mau ngelunasin utang gue? Mana sini duit lo"
"Kagak, gue cuma mau nanya"
"Stre*ss lo emang"
*****
"Keluarkan PR kalian sekarang" Suara itu berasal dari seorang guru laki laki yang menagih pekerjaan rumah mereka.
"Mampus, gue belum ngerjain lagi" Umpat Risda pelan.
"Ris, gimana nih, gue juga belom selesai" Wulan nampak lebih gelisah daripada Risda.
"Gue ada ide"
"Apa?"
Risda sana sekali tidak menjawab ucapan Wulan yang penasaran itu, ia lalu mengangkat tangannya tinggi tinggi agar ditoleh oleh guru itu, tak beberapa lama pandangan guru tersebut terarah kepada Risda.
"Ada apa?" Tanya guru lelaki itu.
"Bisa dijelaskan lagi materinya? Saya belom paham sama sekali Pak, kemaren Bapak menjelaskannya terlalu cepat sehingga tidak bisa dipahami" Jawab Risda.
"Baiklah, saya akan jelaskan sekali lagi, kalian dengarkan baik baik, ini adalah pertemuan kedua dipelajaran saya, jika kecepatan nanti ingatkan Bapak ya, Bapak akan ulang"
"Iya Pak!" Jawab mereka bersamaan.
Guru tersebut pun langsung menjelaskan materi yang ia jelaskan kemarin, Wulan tersenyum tipis kearah Risda karena Risda berhasil mengalihkan perhatian guru tersebut dari PR nya dan fokus untuk menjelaskannya.
"Lo emang the best, Ris" Ucap Wulan kagum kepada Risda.
"Siapa dulu dong, Risda gitu loh" Risda menepuk pelan dadanya sebagai tanda kebanggaan.
Sebagian siswa lainnya pun merasa lega karena akhirnya mereka hanya diberi tugas tanpa diingatkan siapa yang belum mengerjakan pekerjaan rumah itu, karena kebanyakan dari mereka juga belum ada yang mengerjakan PR itu.
*****
Afrenzo tengah duduk sendirian dimeja kantin sekolah sambil menikmati es dingin yang ia pesan sebelumnya, akan tetapi dia sudah berada dikantin sekolah sebelum jam istirahat dimulai.
"Renzo" Panggil seseorang kepadanya.
"Hem" Deheman Afrenzo untuk menjawab panggilan itu.
"Lo kenapa? Kok tumben mulut lo, lo tutup gitu?"
"Ngak penting" Jawab Afrenzo singkat.
"Lo berantem lagi dengan Abang lo? Gue tau tentang lo"
Mendengar itu sontak membuat Afrenzo bangkit dari duduknya dan mencengkeram erat kerah baju pemuda itu, ia sama sekali tidak suka dengan orang yang ikut campur dalam masalahnya, ucapan tau tentangnya itu langsung membuat Afrenzo nampak marah.
"Tau apa lo tentang gue!" Ucap Afrenzo dingin.
"Santai kali Ren, gue tau lo itu pelatih beladiri, tapi jangan gunakan kekerasan dong"
"Gue ngak suka, orang lain sok tau kayak lo"
"Lo emang ngak bisa diajak bercanda Ren, gue dan lo itu udah berteman sejak lama, tapi sikap lo masih sama saja, sama sekali tidak suka diajak bercanda"
"Pergi lo!" Usir Afrenzo sambil mendorong tubuh temannya itu.
Karena tidak mau berlama lama lagi bersama dengan Afrenzo, pemuda tersebut langsung bergegas pergi dari tempat itu, sementara Afrenzo kembali duduk di bangkunya itu.
"Gue emang ngak bisa berubah, dan kalian telah merubah gue jadi seperti ini" Guman Afrenzo sambil mengepalkan kedua tangannya.
Pandangan Afrenzo mengarah ke depan seolah olah tengah menerawang jauh ke depan, kedua tangannya mencengkeram erat, entah apa yang dialami olehnya sekarang ini.
Tiba tiba sebuah tangan menyentuh kulit tangannya yang terkepal tersebut, ia melihat bahwa tangan itu seperti tangan seorang wanita dan hal itu membuat dirinya menoleh kearah pemilik tangan tersebut.
"Lo kok sendirian aja" Ucap gadis itu.
"Bukan urusan lo" Jawab Afrenzo dingin sambil menarik tangannya sendiri.
"Yaya gue tau, ini emang bukan urusan gue, tapi gue janji bakalan bayar hutang gue secepatnya ke lo" Ya, wanita itu adalah Risda.
Karena kelasnya tengah jamkos dan perutnya kembali lapar, hal itu membuatnya bergegas kekantin sebelum yang lainnya istirahat, disana ia melihat Afrenzo yang tengah terlihat seperti emosi dan kedua tangannya terkepal sangat erat.
"Ngak perlu"
"Pelatih yang terhormat, gue ngak bakal tenang kalo belom bayar hutang gue, nanti kalo ditagih diakhirat gue harus jawab apa? Masak iya jawab kalo lo kagak mau gue bayar hutang, kan ngak lucu"
"Bayar dengan nyawa lo"
"Nyawa gue? Lo mau nyawa gue? Cabut aja sekarang kalo lo mau, nyawa gue juga ngak penting penting amat kok, untuk apa hidup jika hanya sebagai beban" Ucap Risda sambil duduk dihadapan Afrenzo dan menyangga kepalanya dengan kedua tangannya.
Mendengar ucapan Risda membuat tatapan penuh amarah dari Afrenzo tersebut perlahan lahan luntur, wajah datarnya itu kembali muncul diwajahnya yang tampan itu.
Risda pun menenggelamkan wajahnya kepada kedua tangannya itu, melihat itu membuat Afrenzo menggerakkan tangannya hendak mengusap kepala dari gadis itu, akan tetapi...
"Huft, ngak penting cerita sama lo, mending gue persen makanan aja daripada cerita sama batu kayak lo itu"
Risda tiba tiba mengangkat kepalanya kembali hingga membuat Afrenzo kembali menarik tangannya dan mengarahkannya kearah bawah mejanya, Afrenzo langsung terlihat salah tingkah dan memutuskan untuk berdiri dari duduknya.
"Jangan telat, nanti latihan" Ucapnya dan langsung berlalu pergi dari tempat itu meninggalkan Risda seorang diri.
"Siap Pak pelatih yang terhormat" Jawab Risda.
Bayangan Afrenzo perlahan lahan menghilang dari pandangan Risda, hal itu membuat Risda langsung bergegas menuju kantin untuk memesan makanan disana, dirinya benar benar kelaparan saat ini.
Setelahnya ia kembali duduk ditempatnya sebelumnya, minuman Afrenzo masih berada dimeja tersebut dan sepertinya belum diminum sama sekali, Risda pun celingukan untuk mencari seseorang.
"Pak Pelatih yang terhormat, minumannya buat gue aja ya, biar gue lebih hemat daripada harus beli minuman" Ucap Risda pelan
"Iya, buat lo aja, habisi gih, ngak papa kok" Suara Risda dibuat seperti dirinya berdialog dengan Afrenzo.
"Terima kasih Pak pelatih" Ucapnya lagi seraya menarik gelas minuman tersebut kearahnya dengan perlahan lahan.
Risda tanpa berlama lama lagi segera meminumnya karena rasa haus, akan tetapi anehnya minuman tersebut sama sekali tidak dingin dan juga tidak hangat, dan hal itu membuat Risda merasa aneh.
"Apa es ini sudah lama? Kok ngak dingin ya, penting rasanya masih enak"
Risda lalu menepis pikiran tersebut dan kembali meminumnya, ia pun melanjutkan makannya karena lapar, entah seperti dirinya belom makan sejak dahulu kala atau gimana akan tetapi nafsu makannya begitu tinggi saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Ra2_Zel
Wulan kepedean 🤭
2023-05-24
1
Sui Ika
he eh, terus lanjut berdanding ke pelaminan
2023-05-22
1
Sui Ika
yg pasti bukan karena corona
2023-05-22
1