Waktu pun menandakan bahwa sebentar lagi akan adanya adzan magrib yang berkumandang diawang awang, Risda baru sampai dirumahnya tepat sebelum adzan berbunyi dimushola mushola yang dekat dengan rumahnya itu.
Risda lalu memarkirkan motornya didepan rumahnya dan langsung disambut dengan tatapan sinis dari Kakaknya yang bernama Indah itu, melihat itu membuat Risda hanya menatap sekilas dan langsung memalingkan wajah darinya.
"Kelayapan ngak tau aturan! Mau jadi cewek macam apa kau ha? Lupa jalan pulang?" Tanyanya dengan sinis kepada Risda.
"Baru pulang dari ekstra Kak, lagian juga aku sudah izin sama Bunda juga" Jawab Risda dan berlalu masuk kedalam rumah tersebut tanpa mempedulikan omelan dari Kakaknya itu.
Rasanya Risda ingin segera menghilang dari bumi ini jika terus terusan diomeli seperti itu, ia lelah tapi tetap saja mendapatkan omelan, dirinya rasanya seperti menumpang dirumah sendiri dan dianggap hanya beban dirumah itu.
Sejak kedua orang tuanya berpisah, Indah yang memang sudah menikah itu pun menempati rumah tersebut agar tidak kosong, Indah sebenarnya menikah pada waktu belum lulus dari sekolah SMP karena terjerat asmara dengan Kakak kelasnya.
Ibunya sudah menasehatinya beberapa kali kalo menikah diusia seperti itu belumlah cukup umur dan berpengalaman, karena Indah yang tidak bisa dibilangi pun maksa tetap ingin menikah karena takut kalau lelaki idamannya itu diambil orang lain.
Dengan terpaksa Ibunya harus menikahkan anaknya itu karena Indah mengunci dalam kamarnya dan mogok makan hanya demi ingin bersama dengan lelaki yang ia dambakan itu meskipun harus terkena denda beberapa juta demi menebus umur karena usianya belum cukup untuk bisa menikah.
Sekarang dia sudah memiliki seorang anak perempuan yang masih berusia sekitar 4 tahun akan tetapi sering kali bertengkar dengan suaminya itu karena perbedaan pendapat dan sama sama egois.
Penyesalan tidak ada yang didepan! Kini Indah merasa menyesal karena menikah diusia dini dan bahkan nasehat nasehat Ibunya pun kembali bermuculan, karena Risda yang belum menikah itupun selalu didahulukan oleh Ibunya membuat Indah merasa cemburu dengan Risda.
Sering kali Indah akan mengatakan kata kata yang menyakitkan bagi Risda karena rasa cemburu itu, yang ada didalam pikirannya hanyalah Risda mendapatkan semuanya tapi dia tidak sama sekali, Ibunya lebih mementingkan Adiknya daripada dirinya.
Semenjak kedua orang tuanya berpisah, Ibunya tidak pernah pulang karena sibuk mencari uang untuk biaya sekolah Risda dan kebutuhan Risda selama ini, sementara Ayahnya tinggal bersama dengan istri barunya dan memiliki seorang Anak yang seusia dengan Adik keponakannya itu.
"Semuanya jahat! Apakah Risda tidak pantas untuk bahagia? Risda ingin mati saja jika seperti ini" Tangis Risda dibalik bantalnya.
Soal luka jangan ditanya lagi seberapa banyak luka yang ditanggung olehnya bahkan disaat masih berusia dini, ia sudah menelan pahit manisnya dunia meskipun dirinya belum dewasa sepenuhnya.
"Ayah! kenapa dulu kau menyelamatkanku dari racun itu, andai saja tidak kau lakukan mungkin aku sudah mati hiks.. hiks.. hiks.. aku tidak mau hidup lagi Yah"
Risda kembali teringat tentang masa kecilnya yang kelam, dimana dirinya tinggal bersama dengan orang yang tak dikenal demi melanjutkan pendidikannya, loh kok bisa?
Waktu usianya 10 tahun dia ikut Ibunya kerja sebagai pembantu rumah tangga dan sudah berpisah lama dengan Ayahnya, karena dirumah tidak ada siapapun yang bisa menjaganya sehingga dia lebih memilih ikut Ibunya tinggal bersama dengan orang asing.
Sementara Ibunya kenal dengan seorang lelaki dan terjerat asmara dengan orang tersebut, ternyata orang itu memiliki seorang Kakak perempuan yang tinggal bersebelahan dengan tempat Ibunya bekerja.
Laksmi adalah nama dari orang tersebut, karena adanya ketidak cocokan dengan majikanya lagi membuat Ibu Risda pindah kerja, sementara Risda dititipkan dirumah Laksmi demi melanjutkan pendidikannya.
Disana dirinya rasanya seperti disiksa, tidak diberi uang jajan padahal setiap Ibunya gajian akan mengirimkannya kepada Laksmi, makan dengan nasi sisa, dan bahkan ia harus melakukan pekerjaan rumah seorang diri.
Disanalah mentalnya benar benar dihancurkan hingga tak tersisa sedikitpun itu, tidak ada kasih sayang, dan bahkan tidak tidak pernah tau bagaimana rasanya kebersamaan kekuarga. Ayahnya diam diam memberinya uang ketika Risda sedang berangkat mengaji sehingga dirinya masih bisa jajan, meskipun dengan sembunyi sembunyi dan mengumpulkan uang tersebut diam diam.
Pada suatu hari dirinya diberi makan sesuatu yang rasanya aneh bagi Risda, setelah pulang dari praktik berenang Risda langsung memakannya karena lapar, setelahnya ia tertidur didalam kamarnya akan tetapi siapa sangka bahwa dirinya justru dikurung didalamnya.
( Pesan Author : Ini bukan hanya kisah karangan author belaka saja ya, tapi ini kisah nyata dari seseorang. Bijaklah dalam membaca dan jangan lupa bersyukur untuk hari yang telah kalian lewati, semoga kisah ini akan menginspirasi bagi kalian agar tetap bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan, untuk Risda tetap semangat kamu tidak sendiri )
Risda terbangun dari tidurnya dengan kondisi lemah sekaligus muntah muntah, meskipun begitu dirinya tetap tidak dibukakan pintu, dengan kondisi lemah seperti itu artinya sama saja dengan berusaha membunuhnya secara perlahan.
2 hari 1 malam dia berada dikamar tersebut tanpa pertolongan, kondisinya sangat parah apalagi tidak mendapatkan asupan makan dan minum tapi justru dirinya muntah muntah terus terusan.
Ketika sudah tidak memiliki harapan untuk bisa bertahan hidup, Risda pun pasrah jika saat itu nyawanya akan dicabut oleh sang pemiliknya, nafasnya melemah, tubuhnya melemah dan bahkan untuk menggerakkan jarinya saja dia tidak mampu untuk melakukan itu.
Akhinya Ayahnya datang tepat waktu untuk menemui Risda, biasanya dia akan menemui Risda ditempat pengajian akan tetapi hari ini dia mencari Risda tapi tidak menemukan sosok anaknya itu sehingga akhinya ia memutuskan untuk menemui Risda ditempat dimana ia tinggal.
Beruntunglah nyawa Risda masih dapat diselamatkan waktu itu, andai saja Ayahnya telat mungkin nyawanya sudah tidak bisa diselamatkan lagi karena sangking lemahnya dan pucatnya wajah Risda saat itu.
"Kenapa Risda harus diselamatkan jika akhirnya Risda hanyalah beban untuk kalian"
Risda menangis dalam diamnya hingga tanpa sadar bahwa dirinya pun sudah tertidur dengan pulasnya, jika Allah membuat kita tertidur setelah menangis itu artinya Allah ingin mengistirahatkan tubuh kita yang kelelahan tersebut.
Nikmat Tuhanmu mana lagi yang kalian dustakan? Betapa enaknya tidur dikala sehabis menangis, rasanya nyaman dan ketika bangun pun kondisi langsung vit kembali dan kembali segar bugar.
*****
Risda tidak pernah makan dirumah dan lebih memilik ke rumah neneknya yang berada disebelah rumahnya, dirumah Risda hanya benar benar numpang untuk tidur saja dan tidak pernah bergantung makan dengan Kakaknya.
"Ris ngak sarapan dulu?" Tanya sang Nenek.
"Ngak Nek, Risda sudah telat, bangunan kesiangan"
"Makan dulu, biar aku ambilkan"
"Ngak, ngak usah, ya udah Risda berangkat dulu ya, assalamualaikum"
Risda buru buru menyalakan sepedah motornya dan melanju menjauh dari rumah tersebut, melihat itu hanya bisa membuat perempuan paruh baya tersebut menatap kepergiannya dengan khawatir karena Risda belom makan.
"Waalaikumussalam" Jawabnya lirih.
Sebenarnya bukan alasan telat yang menjadi alasan Risda tidak sarapan pagi, melainkan karena Tantenya belum masak sehingga tidak ada makanan dimeja, Tantenya tidak suka kalo Risda makan disana karena hanya akan menghabiskan beras baginya.
"Dasar beban! Lo itu ngak pantes hidup, kenapa masih hidup aja sih" Gerutu Risda dijalan pada dirinya sendiri.
Risda terus menyalahkan dirinya sendiri, tanpa dia sadari bahwa dirinya pun sampai disekolahan tempat dia menuntut ilmu, ia pun dihentikan oleh anggota OSIS digerbang sekolah.
"Motornya dimatikan!" Ucapnya.
"Iya Kak, maaf tadi melamun" Jawab Risda.
"Lain kali kalo naik sepeda jangan melamun, bahaya, mau mati lo?"
"Iya Kak maaf"
"Harus lebih banyak melamun, biar cepet mati, gue kagak mau hidup lebih lama lagi" Batin Risda.
Risda pun menuntun sepedah motornya hingga menuju ke parkiran yang berada didalam bangunan besar tersebut, semenjak dia mulai ikut ekstrakurikuler beladiri, Wulan ngak pernah mebeng ke dia lagi.
Ketika diparkiran dan selesai memarkirkan motornya, Risda buru buru bergegas kekelasnya, karena terlalu pagi jadi parkiran tersebut masih kosong sehingga dirinya tidak kesulitan untuk mencari lahan kosong.
Bhukkk...
Tanpa sengaja dirinya menabrak dada seseorang, tidak biasanya, orang yang ia tabrak kali ini ia rasa aneh, karena biasanya pasti akan mengeluh sakit tapi tidak dengan orang yang baru saja ia tabrak.
"Hehehe.. Renzo, maaf ngak sengaja" Ucap Risda pelan ketika mengetahui bahwa orang yang ia tabrak itu adalah Afrenzo.
"Jalan pakek mata" Ucap Afrenzo dingin.
"Iya ya maaf, gue buru buru, untuk soal hutang gue, gue janji bakal segera ngelunasin"
"Hem"
Afrenzo hanya berdehem saja mendengar ucapan Risda, ia pun berlalu pergi dari tempat itu dan meninggalkan Risda, Risda yang baru menyadari sesuatu pun langsung menyusulnya dan menghentikan langkah dari pemuda itu.
"Ujung bibir lo biru, kenapa?" Tanya Risda.
"Bukan urusan lo"
"Mau gue obatin? Gue bisa obatin lo kok, ya meskipun gue ngak terlalu hafal jenis obat tapi gue taku yang bisa ngobatin lo"
"Ngak perlu"
"Lo takut kalo ini ada hubungannya dengan hutang gue? Ya elah bang bang, gue kagak bakalan anggep ini sebagai pelunasan hutang kok, kalo gue ada duit bakalan gue balikin duit lo, lo kan pelatih gue jadi anggep aja ini perhatian dari siswa lo"
Tanpa mendengar jawaban dari Afrenzo, Risda langsung menarik tangan pemuda itu menuju keruangan UKS, Afrenzo hanya diam saja tanpa berbicara sedikitpun ketika ditarik oleh Risda tiba tiba.
Sesampainya di UKS, Risda lalu menyuruh Afrenzo untuk duduk diatas bangkar, sementara dirinya langsung mencari obat yang bisa digunakan untuk luka memar seperti itu.
Setelah menemukannya, Risda lantas mencari sebuah kapas untuk dirinya bisa mengobati Afrenzo, Afrenzo nenatap setiap hal yang dilakukan oleh Risda didalam ruangan UKS tersebut.
"Haduh, bentar ya Renzo, pasti ini sakit" Ucap Risda sambil mengobatinya.
"Ngak" Jawab Afrenzo singkat dan masih tetap dengan wajah dinginnya tanpa senyum.
"Apanya yang ngak? Udah jelas jelas sampek biru kayak gini"
Dengan telaten, Risda mengobati Afrenzo, lelaki itu seakan akan tidak bisa merasakan sakit sehingga sama sekali tidak ada ringisan ringisan kesakitan diwajahnya dan masih tetap terlihat datar sampai Risda selesai mengobatinya.
"Udah selesai, gue pergi dulu" Ucap Risda.
"Hem" Jawab Afrenzo hanya dengan berdehem.
Risda langsung bergegas pergi dari tempat itu meninggalkan Afrenzo yang masih disana, Afrenzo hanya bisa menatap kepergiannya itu dalam diam, ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu hingga membuatnya menemukan hal yang sepesial darinya.
"Cewek aneh" Gumannya.
Afrenzo pun memegangi lukanya tersebut dengan ibu jarinya sendiri, meskipun dia seperti tidak merasakan sakit akan tetapi dia masih bisa merasakannya walaupun tanpa ekspresi sedikit pun.
"Musuh gue banyak ya ternyata" Gumannya lagi sambil meringis mengingat kejadian sebelumnya.
*****
"La haula wala quata ilabilah hil alizil azim, woi ini masih pagi anjiiirr, lo udah makan aja kantin" Ucap Wulan yang terkejut ketika mendapati Risda tengah sibuk memakan mie instan.
"Bodoamat gue laper, daripada gue mati kelaperan, lagian nih sebelom mati gue masih ingin menikmati setiap masakan yang ada, buat kenang kenangan"
"Asem lo Ris, lo emang kagak dimasakin apa dirumah?"
"Gue males makan dirumah, tadi menunya kagak gue suka jadi ya gue langsung berangkat" Alasan Risda.
"Pilih pilih makanan lo, makan aja apa yang ada susah kali, daripada harus makan mie instan yang ngak baik untuk kesehatan"
"Cerewet lo Lan, kagak bisa diem dikit apa sih? Gue mau makan nih, apa lo mau gue yang makan lo ha?"
"Emang muat tuh perut mau makan gue? Yang ada langsung meledak"
"Mau gue gorok leher lo? Biar sekalian buat kurban idul adha nanti"
"Gila lo, emang gue kambing apa? Gue ini manusia kalo lo lupa"
"Jaman dulu pun manusia yang dikorbanin" Risda membuang muka dari wajah Wulan dengan malas dan langsung kembali menyantap mie nya.
"Gue tau kalo cerita jaman dulu ketika Nabi Ibrahim hendak menyembelih putranya yang bernama Nabi Ismail, tapi yang dikorbanin itu kan cowok, ngak ada tuh cewek yang dikorbanin"
"Kagak ada? Tapi buktinya lo, lo malah jadi korban perasaan"
"Iya juga sih, eh Ris. Tadi malam lo habis nangis? Matamu kok sedikit bengkak kek gitu? Berantem lagi lo sama Mak lampir itu?"
Mak lampir yang dimaksud oleh Wulan adalah Indah, kenapa disebut Mak lampir olehnya? Ya karena setiap dia main kerumah Risda selalu mendapatkan tatapan yang tidak enak darinya dan bahkan dirinya sering diusir gegara ingin mengajak Risda main.
"Biasalah, kan gue hanya beban anjiiing!" Umpat Risda ketika mengingat kembali perkataan dari Indah.
"Biasa aja kali Ris, eh lo ikut ngak nanti malam?"
"Emang ada apaan?"
"Lo lupa? Ternyata ingatan lo lemah ya"
"Gue kagak lupa, tapi lo nya aja yang belom pernah ngasih tau gue"
"Ada sholawat bersama dilapangan desa sebelah, lo ikut kagak? Katanya sih pemuda desa kita mau ngadain berangkat bareng"
"Kalo soal itu sih gue kagak tau, dibolehin atau ngaknya"
"Ya elah Ris, lo kan biasanya juga keluar lewat cendela, kenapa kagak lewat cendela saja nanti malam? kan mayan bisa berangkat"
"Ide lo bagus juga, ok nanti gue nyusul kalian, nunggu orang rumah tepar dulu, baru gue berangkat"
"Okay, lo emang top man"
"Sudah jangan ganggu gue, gue mau makan
"Ya sudah makanlah, gue kekelas dulu yak, pr gue belom gue kerjakan, kemaren kesenangan main jadi lupa"
"Ngak kayak gue"
"Enang lo sudah? Nyontek dong"
"Ya belom lah, buka buku aja ogah gue, bahkan sampe lupa, tapi santai aja Pak Hadid orangnya gampang kok"
"Lo mah santai santai, kena marah bau tau rasa lo nanti"
"Marah paling bentaran, ya kali selamanya. Udah biar guru itu jadi urusan gue, dihukum ya tinggal dilaksanakan, gitu aja repot"
"Kalo lo dikeluarin dari sekolah gimana?"
"Mana mungkin, selama ini guru hanya ngancam doang, belom pernah tuh ngeluarin diriku"
"Ya terserahmu saja Ris, gue duluan"
"Y"
Balasan singkat dari Risda itu pun membuat Wulan nampak kesal sekali, akan tetapi dirinya langsung bergegas pergi meninggalkan Risda yang tengah asik dengan mie instannya, benar benar kelaparan nih anak.
Risda pun menikmati mie instannya tanpa menoleh keapada siapapun lagi, tanpa ia sadari bahwa Afrenzo tengah melihat kearahnya, tak beberapa lama Risda rasanya tersedak hingga terbatuk batuk, dan ia lupa tidak membeli minum sekalian.
"Nih minum" Ucap Afrenzo sambil menaruh sebuah minuman didepan Risda.
Tanpa berpikir panjang, Risda langsung mengambil botol minuman itu dan meminumnya untuk menghilangkan rasa sesak di tenggorokannya itu karena tersedak.
"Thank, minumnya berapaan gue ganti" Ucap Risda kepada Afrenzo yang masih berdiri disebelahnya.
"Ngak perlu" Ucapnya langsung berlalu pergi dari tempat itu.
Risda hendak menyusul Afrenzo untuk mengganti biaya minuman itu akan tetapi niatnya itu ia batalkan karena mie nya belum habis dan belum ia bayar, sehingga dirinya harus menghabiskan kalo ngak nanti akan terbuang sia sia dan menjadi mubazir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Ra2_Zel
Untung selamat, sampai sekolah
2023-05-23
0
Ra2_Zel
usia segitu susah untuk turunkan ego. apalagi nikahnya masih belasan tahun.
2023-05-23
0
Saputri 90
emang rata-rata begini ya, kalau nikah masih dibawah umur selalu bertengkar mulu, dua2nya jadi api gak ada yg mau ngalah
2023-02-13
0