Risda masih berada didalam ruang kelasnya meskipun bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi, sementara Wulan sudah lebih dulu pulang karena hari ini dirinya membawa sepedah motor sendiri jadi tidak numpang lagi pada Risda.
"Lo ngak pulang dulu Da?" Tanya Satria yang tak sengaja melihat Risda yang sendirian berada dikelas.
"Ngak deh Sat, gue takut telat berangkat latihannya, ini kan hari pertama gue untuk latihan beladiri, masak iya harus telat dihari pertama"
"Gue maklumin karena lo pertama kali latihan, jadi nih makan dulu, gue beliin ayam geprek untuk lo, biar ngak lemes latihannya, gue tau kalo lo belom makan"
"Lo baik banget sih Sat, tapi thanks gue bakalan bayar kok, berapaan?" Tanya Risda sambil mengeluarkan uangnya dari saku bajunya.
"Ngak usah, lagian gue iklas ngasih ke lo"
"Terima napa, gue kagak mau berhutang sama orang, gue ganti makanan ini" Risda tanpa berpikir panjang langsung memasukkan uang tersebut dikantung baju Satria.
"Lo kagak berhutang Da, lagian gue juga kasihan sama lo yang sendirian disini"
"Gue kagak suka dikasihani, gue benci itu"
"Maaf Da, gue kagak tau kalo soal itu"
"Ngak papa santai aja kali, lo kan baru kenal sama gue juga kan? Jadi wajar aja kalo lo belom tau soal itu"
"Ya sudah gue mau ganti baju dulu, gue tunggu diruang aula beladiri"
"Iya"
Tanpa berpikir panjang Risda lalu memakan makanan yang dibelikan tersebut, waktu SMA seluruh siswa sudah diperbolehkan untuk bawa Hp akan tetapi tidak boleh dinyalakan pada waktu jam pelajaran, ketika sedang makan tiba tiba ponsel milik Risda itu berbunyi dan Risda buru buru mengangkat ponselnya itu ketika tertera nama Bunda Sayang disana.
"Halo bunda, gimana kabarnya?" Tanya Risda ketika ponselnya sudah terhubung.
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana Nak? Gimana sekolah barunya?" Sahut seseorang dari ujung jauh sana.
"Alhamdulillah Risda baik baik saja kok, Risda mau mengikuti ekstrakurikuler seni beladiri habis ini, teman teman Risda juga baik baik kok Bun, Risda senang bersekolah disini"
"Kamu ikut beladiri Ris? Itu kan keras, kamu cewek, bagaimana nanti kalo terluka"
"Asal bunda tau, selama ini Risda sudah bermain main dengan luka, luka yang mana lagi yang belum pernah Risda rasakan? Risda bahkan sudah tidak merasakan apa itu sakitnya luka karena kebanyakan luka yang Risda rasakan" Batin Risda.
"Bunda, tidak semua ratu bisa bergantung pada raja, dan tidak semua raja bisa memperlakukan ratu dengan baik. Kalo Risda tidak bisa jaga diri, lalu siapa lagi yang akan menjaga Risda? Bunda jauh dari Risda dan bahkan tidak pernah pulang, Ayah pun sudah ikut dengan istri barunya tanpa memedulikan Risda lagi"
"Maafin bunda ya Ris, Bunda lakukan ini agar dirimu bisa tetap sekolah sampai sekarang dan bisa jajan seperti teman temanmu, ya sudah kalo itu sudah menjadi keputusanmu, Bunda akan selalu mendukungmu Nak, ingat pesan Bunda jangan lupa jaga kesehatan juga"
"Iya Bun, Risda paham kok soal itu, Bunda kapan pulang? Risda rindu, sudah 2 tahun bunda ngak pulang, bahkan dihari kelulusan Risda pun bunda ngak pulang pulang juga"
"Insya Allah secepatnya ya, majikan Bunda tidak memperbolehkan Bunda pulang"
"Risda harap dihari wisuda nanti Bunda yang datang ya, waktu SD Risda berharap bahwa Bunda yang akan mengantarkan Risda wisuda tapi justru Kakak Indah yang datang, waktu SMP pun sama, Risda harap waktu nanti Bunda yang datang dan melihat anakmu ini lulus"
"Iya Nak, Bunda janji, oh iya kamu lagi apa Nak?"
"Ini lagi makan Bunda, Risda kangen sama Bunda" Tanpa terasa air mata Risda mengalir akan tetapi langsung dihapus olehnya.
"Bunda juga kangen, kangen banget malahan, tapi Bunda tidak bisa berbuat apa apa, kamu tau sendiri kan kalo Bunda ini hanyalah pembantu rumah tangga?"
"Iya, Risda tau kok, meskipun begitu Rida bangga memiliki seorang Ibu seperti Bunda, Risda sayang Bunda"
"Makasih ya Nak, sudah ngertiin Bunda"
"Ya sudah Bun, Risda mau ganti baju dulu, setelah ini latihan akan dimulai, Risda takut telat, ini kan hari pertama Risda berlatih, ngak enak kalo telat dihari pertama"
"Iya, hati hati"
"Siap Bunda, Assalamualaikum Bunda sayang"
"Waalaikumussalam"
Risda lalu menutup telponnya itu, ia kembali memasukkan ponselnya kedalam tasnya, setelah selesai makan Risda lalu membereskan bungkus makanan tersebut dan memasukkannya kedalam tong sampah yang ada didepan kelas mereka.
Tanpa sengaja ia melihat Afrenzo sedang berjalan seorang diri dilorong yang berada tidak jauh dikelasnya dengan pakaian sekolah yang masih rapi, Risda pun terdiam ditempatnya sambil menatap kearah Afrenzo.
"Apa dia ikut beladiri juga? Kok belom pulang sih" Guman Risda pelan.
Afrenzo hanya melirik kearah Risda sekilas dan langsung masuk kedalam kelasnya, memang kelas keduanya itu berhadapan jadi dengan mudah Risda mengetahui bahwa Afrenzo belum pulang dari sekolah.
Risda kembali masuk kedalam kelasnya untuk mengambil baju gantinya yang ada didalam tas tersebut, setelahnya ia langsung bergegas masuk kedalam kamar mandi untuk menggantikan pakaiannya.
"Kenapa hidup gue bisa terjebak dengan cowok kayak batu gitu sih, utang gue juga banyak lagi ke dia, gimana cara ngelunasinnya coba?" Keluh Risda ketika keluar dari kamar mandi.
Risda langsung kembali menuju kekelasnya dengan berbagai macam keruwetan yang ada dikepalanya, entah bagaimana dirinya bisa membayar hutangnya kepada Afrenzo, sementara Ibunya saja hanya seorang pembantu rumah tangga.
700 ribu bukanlah uang yang sedikit bagi Risda, bahkan uang saku sekolahnya aja hanya 20 ribu tiap harinya, itupun juga yang bengsinnya, belum jajan disiang hari dan sore hari, ah memikirkan hal itu saja langsung membuatnya merasa gila.
Melihat wajah dingin dari Afrenzo membuatnya muak walaupun hanya menatapnya sekilas saja, entah bagaimana bisa sahabatnya itu menyukai lelaki seperti itu, apa coba yang istimewa darinya? Ngak ada sama sekali.
Setelah sampai dilepasnya, Risda langsung memasukkan baju sekolah itu kedalam tasnya dan dirinya bergegas menuju kegedung aula beladiri seperti yang dikatakan oleh Satria sebelumnya bahwa dia sedang menunggunya disana.
"Hai Da, akhirnya lo dateng juga" Sapa Satria yang tengah duduk diatas matras beladiri dengan pakaian beladiri lengkap dengan sabuknya.
"Belom dimulai?" Tanya Risda.
"Sebentar lagi pasti dimulai kok"
"Hei baris diluar, pelatihnya sudah datang!" Seru beberapa siswa yang ikut beladiri.
Mendengar teriakan itu pun langsung membuat mereka berhamburan untuk keluar dari ruangan aula tersebut untuk menuju kelapangan yang berada didepan aula beladiri itu.
Setelah mereka berkumpul dihalaman beladiri tersebut dan berbaris dengan tapi, Satria langsung maju kedepan mereka semua untuk memimpin mereka pemanasan karena ini pertama bagi mereka mengikuti kegiatan beladiri.
"Ternyata Satria pelatihnya" Guman Risda yang berbaris didepan sendiri.
"Gue bukan pelatihnya, gue hanya tangan kanannya, bisa dibilang setara lah dengan pelatih disini" Balas Satria yang mendengar gumanan dari Risda.
Satria pun memimpin mereka untuk melakukan pemanasan sebelum pelatihnya memasuki lapangan itu, Risda dan yang lainnya lalu mengikuti arahan dari Satria tanpa membantah sedikitpun.
Risda merasa capek sekali padahal hanya pemanasan saja, karena selama ini dirinya jarang sekali berolahraga apalagi ini adalah pemanasan ala pesilat jadi sangat berbeda dari pemanasan biasanya yang ia lakukan disaat jam olah raga.
Setelah cukup lama pemanasan, mereka langsung diarahkan untuk berlari mengitari lapangan itu sebanyak lima kali, lapangan yang lumayan besar tersebut membuat mereka sangat terkejut akan tetapi mereka tetap melakukannya karena mereka tau itulah resikonya bila berlatih beladiri.
Tiba tiba seorang pemuda dengan pakaian beladiri yang berwarna hitam dan sabuk yang berwarna hitam juga berdiri ditengah tengah lapangan untuk menyaksikan mereka berlari.
"LEBIH CEPAT LAGI!" Bentak pemuda itu menyuruh mereka berlari lebih cepat.
Mendengar bentakan tersebut membuat semuanya langsung berusaha semaksimal mungkin untuk menambah kecepatan mereka dalam berlari, tanpa menoleh kepada siapa yang telah memberi mereka perintah itu.
Setelah lima kali mereka berlari akhirnya selesai juga dan mereka langsung berkumpul kembali, Risda begitu terkejut ketika melihat bahwa Afrenzo adalah pelatih yang ada ditempat itu.
"Beri hormat kepada pelatih!" Seru Satria.
Afrenzo berdiri didepan mereka semua dengan kedua tangan yang dilipat dibelakang tubuhnya seperti sikap istirahat pada upacara bendera, pandangannya lurus kedepan entah menatap kearah mana.
Satria menyontohkan bagaimana cara untuk memberi hormat kepada pelatih, tangan kanannya mengepal dan diletakkan didada sebelah kiri sebagai perilaku hormat kepada seorang pelatih.
"Siapa yang nyuruh kalian bicara dibelakang!" Ucap Afrenzo dengan tegas.
Meskipun pandangannya lurus kedepan akan tetapi dirinya memperhatikan siapa saja yang mengikuti latihan beladiri kali ini, bisa dibilang hanya ada siswa baru yang berlatih hari ini sementara siswa senior ia liburkan terkecuali Satria yang tidak pernah libur.
Dua orang wanita yang tengah berbisik bisik itu pun langsung terkejut mendengar suara Afrenzo yang tegas itu, keduanya langsung menundukkan kepalanya karena merasa merinding jika berhadapan dengan Afrenzo saat ini.
"Push up 20 kali, sekarang!" Perintah Afrenzo lagi tanpa ingin dibantah.
"Baik Mas pelatih" Ucap keduanya dengan takut dan akhirnya mereka pun melakukan push up.
20 kali adalah jumlah yang sedikit ketika berlatih beladiri disana, karena biasanya dia akan memberikan hukuman sebanyak 100 kali push up dan tendangan kepada siapapun yang melanggar aturan ditempat itu.
Karena mereka masih siswa baru sehingga Afrenzo hanya memberikan lebih sedikit daripada biasanya, akan tetapi bagi mereka itu adalah berat karena mereka belum pernah melakukan push up seperti itu, tatapan tajam Afrenzo pun membuat nyali mereka menciut.
Afrenzo menatap kearah kedua orang yang tengah melakukan push up tersebut sambil menghitungnya dengan keras, pandangan Risda yang berada didepan sendiri itu pun terarah kepada Afrenzo dan menatapnya dengan lekat.
"Memang tampan tapi kejam, bagaimana aku bisa terlibat hutang dengan lelaki seperti itu? Oh Tuhan, lalu bagaimana caraku untuk bisa membayarnya" Batin Risda menjerit.
Merasakan bahwa ada yang menatapnya membuat Afrenzo langsung mengalihkan pandangannya menuju kearah Risda, Risda yang tiba tiba ditatap balik langsung menundukkan pandangannya karena takut ditatap olehnya.
"Sudah, kalian bisa baris lagi" Ucap Afrenzo.
Keduanya langsung bangkit untuk berdiri lagi setelah selesai melakukan push up, entah berapa lama lelaki itu berdiri tanpa menggerakkan tubuhnya, ia hanya menggerakkan lehernya saja untuk menoleh kekanan dan kekiri tapi tidak dengan tubuhnya.
"Selamat datang di perguruan Bunga sepasang, ku harap kalian bisa menjaga nama baik perguruan seni beladiri ini, saya selaku pelatih disini menyambut kedatangan kalian" Ucap Afrenzo sambil menatap satu persatu siswanya.
"Baik pelatih!" Ucap mereka kompak.
"Latihan dimulai!"
"Kuda kuda sejajar, grakkk!" Satria memberi komando.
Mereka pun mengikuti gerakan yang dilakukan oleh Satria karena hanya dia yang paham apa yang harus dilakukan sementara yang lainnya adalah siswa yang baru mengikuti latihan beladiri sehingga tidak begitu hafal soal itu.
"Ulang!" Teriak Afrenzo.
Mereka pun kembali berdiri dengan tegak sambil mengenggam erat kedua tangannya yang mereka letakkan dipinggang kaman kiri mereka, Afrenzo menyuruh mereka untuk mengulang karena tidak ada suara yang berteriak setelah melakukan gerakan kuda kuda sejajar.
"Kuda kuda sejajar, grakkk!!" Satria kembali memandu.
"Haaa....!" Teriak mereka bersamaan.
Mereka pun memasang kuda kuda sejajar dengan kompak, setelah itu Afrenzo langsung mengitari mereka untuk memeriksa bagaimana kuda kuda mereka satu persatu dan membenarkannya agar kuda kuda mereka tampak sempurna.
"Ditekuk! Siapa suruh kuda kuda berdiri!"
"Kuda kudamu kurang lebar!"
"Kakinya harus sejajar! Menghadap depan!"
"Tangannya harus mengepal dipinggang!"
Afrenzo lalu membenarkan setiap sikap yang salah diantara mereka, bukan hanya membenarkan saja, akan tetapi tangan dan kakinya pun ikut memukul mereka jika itu salah, hal itu membuat mereka tidak berani untuk bergerak sedikitpun setelah dibenarkan.
"Kuda kuda ditekuk bukan tegap! Kalo ada yang tegap, aku tidak segan segan untuk menendang kalian!"
Bhuk
Seorang siswa laki laki langsung terjatuh setelah Afrenzo menendang kakinya, karena kuda kudanya kurang menekuk sehingga membuat lelaki itu langsung terjatuh dengan kerasnya dilapangan.
Bhuk
Afrenzo kembali menendang seorang lelaki dibagian kalinya dan lelaki itu pun juga terjatuh akibat dari tendangan Afrenzo yang tiba tiba itu, hal itu membuat Risda merasa gemetaran bagaimana kalo dirinya yang akan ditendang nantinya, ia pum membenarkan posisinya dengan baik.
Ditempat latihan tersebut hanya ada 5 siswa wanita yang mengikuti beladiri sementara yang lainnya adalah siswa laki laki, Afrenzo membenarkan gerakan yang salah dengan lembut kepada seorang wanita karena dia tidak bisa kasar dengan wanita akan tetapi tatapannya yang tajam membuat siapapun yang melihatnya langsung merasa takut.
"Akh..." Tiba tiba seorang wanita mengeluh kakinya keseleo dibelakang sendiri.
"Kenapa?" Tanya Afrenzo dengan tegas.
"Kakiku keseleo Mas pelatih" Ucapnya.
"Kalau disini panggil saya pelatih bukan Mas, kau boleh istirahat, lain kali pemanasan yang bener!"
"Terima kasih Pelatih"
"Sat, tangani dia" Perintah Afrenzo kepada Satria.
"Siap Pelatih"
"Lainnya kembali sikap kuda kuda sejajar!"
Karena ini adalah hari pertama mereka berlarih sehingga Afrenzo hanya mengajarkan sikap hormat, istirahat dan juga kuda kuda sejajar saja, meskipun hanya itu saja yang dipelajari akan tetapi kaki mereka tampak lemas karena terlalu lama melakukan kuda kuda sejajar.
"Latihan hari ini selesai, kalian boleh pulang"
Mendengar itu membuat mereka nampak begitu gembira dan mereka langsung berhamburan untuk kembali kekelas mereka mengambil tas mereka dan langsung menuju kerumah masing masing.
"Da, lo pulang sama siapa?" Tanya Satria.
"Sendiri lah"
"Bagaimana kalo gue anterin lo pulang?"
"Ngak usah, gue bawa motor sendiri, gue duluan"
Risda pun buru buru pergi dari sana setelah mengetahui bahwa Afrenzo sedang berjalan dibelakang keduanya saat ini, setelah mengajar disekolah itu, dirinya akan berlatih lagi dipusat daerah yang menjadi atasan dari cabang yang ia pimpin itu.
Afrenzo bukan hanya melatih akan tetapi dirinya juga latihan sebagai siswa ditempat pimpinan yang lebih tinggi lagi, bahkan bisa dikatakan pelatihnya itu sendiri adalah tingkat pendekar paling tinggi didaerah itu.
Sebuah perguruan pasti memiliki yang namanya tingkatkan untuk membedakan antara sesama pesilat, adapun tingkatannya itu adalah Siswa 1 - 5, Anggota 1 - 5, Pendekar 1 - 10.
Satria masih berada pada tingkat Siswa 4 saat ini, sementara Afrenzo kini berada ditingkat pendekar 1, dia adalah generasi yang jenius sehingga diusianya yang masih 16 tahun itu pun sudah dijuluki dengan julukan pendekar 1, sementara Risda hanya masih ditingkat calon siswa karena belum memiliki sabuk dan juga sakral silat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Bintang Samudra
berjuang terus boss
2023-02-23
0
Saputri 90
penasaran sama kehidupannya gimna
2023-02-13
0
Ra2_Zel
Bayar pakai cinta😜
2023-02-13
0