Hari Pernikahan

Hari besar itu tiba, semua orang tampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Sementara aku sendiri, tengah melamun di depan cermin. Ku tatap wajahku lekat-lekat, sebelum wajah ini tertimpa oleh riasan, aku akan melihat wajah ini dengan penuh perhatian. Hari ini akan merubah hariku kedepannya. Aku akan memiliki kehidupan yang berbeda dari sebelumnya. Menjadi seorang istri dari seseorang.

Tak lama, penata riasku datang, aku kemudian dirias secantik mungkin olehnya. Aku meminta untuk tidak meriasku secara berlebihan, melainkan hanya make up natural saja. Proses merias itu akhirnya rampung dengan cepat. Ummi lalu mendatangiku. Beliau begitu kagum saat menatap wajahku. Matanya tampak berkaca-kaca.

“MasyaAllah, cantik sekali puteri Ummi hari ini. Manglingi.” Celetuknya.

“Kamu sudah siap kan nak?”

Aku lalu menari nafas dalam dalam, lalu kujawab pernyataan Ummi.

“Bismillah, sudah Mi.”

“Alhamdulillah, Ummi lega mendengarnya.”

“Oh ya, Nak Ummi ingin titp pesan untumu. Nak, ketika kau kecil, kau adalah anak Ummi dan Abi yang harus kami didik dan asuh dengan baik agar kau tumbuh menjadi anak shalihah yang bisa menjaga izzah(kemuliaan, kehormatan diri) dan iffah(menahan diri), lalu kau tumbuh menjadi anak gadis yang diwajibkan untuk berbakti, menghormati dan menyayangi orang tua. Hingga kau tumbuh menjadi wanita dewasa seperti sekarang, kami dianjurkan untuk segera menikahkanmu dengan lelaki baik yang soleh yang datang baik-baik kepada kami, menyampaikan maksud dan tujuannya langsung kepada kami.”

“Lalu setelah menikah, maka kau akan menjadi penyempurna untuk separuh agama suaminya. Tanggung jawabmu beralih dari tangan Abi ke tangan suamimu. Surgamu juga berada di bawah ridho suamimu. Maka, jadilah istri yang sholehah, istri yang akan menjadi pakaian bagi suaminya, istri yang akan taat pada suaminya dan menjadi penyejuk hati suaminya. Ummi percaya kau akan mampu menjalankannya.”

“Baik Ummi.” Jawabku.

“Ya sudah, kalau begitu, mari keluar, suamimu sudah menunggu kehadiranmu di pelaminan.”

Setelah mendengar nasihat dari Ummi, rasanya keraguanku mulai hilang satu persatu. Hatiku sudah mulai tenang. Apa yang dikatakan Ummi benar. Bismillah, Ya Allah, aku mohon petunjuk, bimbingan serta rahmat dari-Mu, agar aku mampu dalam menjalani mahligai pernikahan ini.

****

Asiyah digandeng dengan Ummi dan Kak Asya berjalan menuju pelaminan. Kini statusnya sudah bukan wanita lajang lagi, melainkan istri sah dari suami yang bernama Askara. Asiyah belum pernah mengenal suaminya sebelumnya, bertemu pun belum. Tetapi ia harus menerima dan menuruti perjodohan ini.

Sementara Askara terlihat dingin dan menakutkan. Asiyah tampak ragu untuk duduk di sampingnya. Tetapi pada akhirnya ia duduk juga.

Seluruh rangkaian acara akhirnya selesai. Asiyah dan suaminya kini di bawa ke kediaman Asiyah. Kedua keluarga dari kedua mempelai ikut berkumpul di kediaman orang tua Asiyah. Mereka tengah mengadakan semacam acara kumpul keluarga sebelum melepas mempelai pengantin untuk berangkat bulan madu malam ini ke Bali.

Mereka kemudian mengadakan makan malam. Sudah menjadi adat Melayu kalau mempelai wanita yang harus masak untuk menyajikan hidangan pertama yang akan di makan oleh suaminya. Asiyah lalu menyajikan makan malam hasil masakannya kepada suaminya. Lagi-lagi Askara hanya terdiam.

“Mas, aku sendiri yang memasaknya. Semoga Mas suka dengan masakannya.” Ucap Asiyah lalu duduk di sebelah suaminya.

Mereka kemudian makan malam. Tetapi untuk mempelai, mereka harus melakukan suap menyuap di sendokan pertama. Mereka berdua tampak saling canggung. Akhirnya serangkaian proses pernikahan pun benar-benar usai.

Malam hari pun tiba, usai shalat Isya Asiyah dan Askara lalu bersiap berangkat ke Bali. Sanak keluaraga lalu mengantar mereka sampai di bandara. Tangis haru pun pecah, apalagi dari keluarga Asiyah.

“Kak Asya bakal kangen kamu. tapi jagan lupa oleh-olehnya ya.” Kak Asya memeluk Aisyah sambil menangis.

“Huuuh, iya Kak.” Asiyah lalu melepas pelukannya. Ia bergantian untuk berpamitan kepada Abi dan Umminya.

Usai momen pelepasan, mereka berdua pun naik pesawat. Sepanjang perjalanan dari Jakarta ke Denpasar, mereka habiskan dengan saling terdiam. Tidak ada perbincangan ringan atau bahkan saling tegur sapa. Mereka malah saling memalingkan wajah. Bahkan hingga tiba di tanah Bali pun mereka masih saling jaim.

Asiyah tak bisa membiarkan suasana ini terus berlanjut. Akhirnya setelah sampai hotel Asiyah mencoba untuk berbincang pada suaminya. Asiyah merasa ragu dan canggung, tetapi ia harus tetap melaksanankannya. Ia terus menerus mengingatkan dirinya akan pesan dari orang tuanya bahwa ia harus menjadi istri yang baik bagi suaminya.

“Mas, aku siapkan baju tidurmu ya.” Asiyah menawarkan bantuan.

“Tidak usah sok peduli.” Jawab Askara dengan dingin.

“Tapi sudah menjadi kewajibanku untuk melayanimu dengan baik.” Jawab Asiyah.

“Halah, tidak usah sok bertindak seperti layaknya pasangan. Ingat! Kita ini hanya dijodohkan, bukan karena saling cinta. Lagian kau hanya wanita pengganti dari wanita lain yang akan dijodohkan denganku. Jika saja wanita itu tidak mati, mungkin kita tidak akan pernah bertemu.”

“Apa?” mendengar hal itu, hancurlah hati Asiyah. Ia tak mengira jika ia akan dijodohkan hanya karena ia dijadikan pasangan pengganti. Apa benar jika abi telah berbuat demikian padanya? Asiyah masih tidak percaya.

“Kau belum tahu? kasihan sekali. Nampaknya kau telah dibohongi. Perjodohan kita itu hanya karena Ayah kita bersahabat baik, bukan karena kita saling mencintai. Lagi pula bukan kau wanita yang sebenarnya akan dijodohkan denganku. Melainkan bibi termuda mu. Kasihan sekali, kau jadi tumbal perjodohan ini.”

Tumpahlah seluruh air mata Asiyah, hancur hatinya saat mengetahui kebenaran terkait pernikahaannya. Ia benar-benar bingung sekarang. Ia berada jauh dari rumah bersama pria yang masih asing baginya. Belum lagi ia harus menerima fakta bahwa ia dijodohkan karena sebagai ganti dari orang lain.

Asiyah kemudian mencari handphonenya. Ia menelpon Abinya, tak lama kemudian Abinya mengangkat telpon darinya.

“Assalamualaikum.” Sapa Asiyah sambil tersedu-sedu.

“Wa’alaikumsalam. Nak, kenapa menelpon sepagi ini?”

“Sudah, jangan banyak basa-basi Bi. Ica pengen, Abi jujur sekarang! Apa benar Asiyah dijodohkan karena sebagai ganti dari orang lain?”

“Kau dengar itu dari siapa nak?”

“Abi gak usah banyak tanya, Abi jawab saja pertanyaan dari Ica. Apa benar Ica dijodohkan karena untuk menggantikan posisi Tante Fatima?”

“Iya nak , tapi....”

“Ica kecewa dengan Abi! Ica tak mengira jika Ica akan dibohongi oleh orang tua sendiri. Ica benar-benar sakit hati bi.” Ica kini menangis sejadi-jadinya.

“Tidak begitu nak, dengarkan dulu penjelasan dari Abi.”

“Gak mau, Ica sudah muak dengan semua kebohongan dari Abi.”

“Tuuut.” Asiyah lalu mematikan telponnya. Ia lalu tersungkur menangis. Ia merasa sakit dan kecewa terhadap orang tuanya.

Terpopuler

Comments

dewi susanti

dewi susanti

loh ko jd Asiyah yg jd pengganti bkn nya calon suami Asiyah yg meninggal y,ad ap ni ko jd rumit

2022-10-17

0

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

ya Allah nyesek banget ya stlh tau klu diriy di jadikn wanita pengganti..pantas askara begitu ga sukay sm aisyah..ya Allah smg aisyah kuat dan sabar ya dlm ujian pernikahany..dan mu gkin sdh taqdir yg aisyah jalani..smg di berikn yg trbaik ya...

2022-10-17

0

Titin Itin

Titin Itin

njuuuut thoooor

2022-10-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!