“...Jadi begitu Pak, kami paham betul jika musibah tidak ada yang tahu, tetapi sudah kepalang jauh. WO, katering dan lain sebagainya sudah dipesan jauh-jauh hari dan beritanya sudah tersebar luas, mana mungkin kami membatalkannya dengan begitu saja.” Ucap Ayah Askara.
“Memang betul, maka dari itu, saya juga mempertimbangkannya lagi. Mungkin keputusan ini bisa menjadi solusi dari masalah yang tengah kita hadapi. Tetapi, pertanyaannya adalah, apakah nak Askara setuju jika dijodohkan kembali dengan anak saya Asiyah?” Abi kembali melayangkan pertanyaan.
“Ah, kalau soal itu dia pasti mau-mau saja. Betulkan Askara?” Ayah kemudian mencubit Askara dengan sangat keras.
“Ya.” jawab Askara dengan sangat enggan.
“Ah, baiklah. Kalau begitu saya akan panggilkan kembali anak saya untuk mendiskusikan bersama mengenai tanggal pernikahannya.” Kata Abi.
“Baik Pak.” Jawab Ayah.
“Sebentar ya. Ummi panggilkan Ica.” Abi lalu berbisik pada Ummi.
“Iya Bi.” Ummi kemudian beranjak pergi.
Ummi lalu mengetuk pintu kamar Asiyah. Tidak ada jawaban sama sekali. Ummi kembali mengetuk pintu hingga tiga kali. Tetapi masih tidak ada jawaban. Ummi kemudian mencoba membuka pintu kamar Asiyah. Ternyata pintunya tidak dikunci. Betapa kagetnya Ummi saat melihat ke kamar Asiyah.
“Astagfirullah, Ica!” Ummi mengomel.
Ternyata Asiyah tertangkap basah oleh Ummi tengah mencoba untuk kabur lewat jendela kamarnya. tetapi aksinya belum sempat ia selesaikan, Umminya keburu memergokinya. Asiyah panik bukan main, ia bingung harus menjawab apa.
“Kalau Abi tahu...”
“Jangan bilang pada Abi ya Ummi, please...”
“Oke, asal dengan satu syarat.”
“Apa Ummi?”
“Kamu harus mau menemui mereka sekarang juga.”
“yaaah, Ummi, jangan syarat yang itu dong.”
“No Way, atau Ummi lapor ke Abi sekarang ya, Abb...”
“Eh, sstt.. iya deh iya.”
“Nah, gitu dong.”
Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu. Orang tua Aksara memperhatikan kedatangan Asiyah dengan senyum yang lebar. Sementara Aksara sendiri hanya acuh dan terdiam.
“Duduk Nak.” Ucap Abi pada Asiyah. Asiyah dan Ummi lalu duduk.
“Jadi begini nak, terkait perjodohanmu, kami dari kedua belah pihak sudah setuju. Dan kami berencana untuk menyegerakan pernikahannya. Sekarang kita akan berunding terkait penentuan tanggal pernikahannya.”
“Tapi Biii...” rengek Asiyah.
“Ssst, nurut saja Nak, insyaAllah berkah.” Ucap Ummi.
“....” Asiyah kemudian tertunduk.
“Jadi, kapan baiknya ?” Tanya Abi.
“Bagaimana kalau bulan depan saja. Kami juga sudah menghandle semuanya. Lebih cepat lebih baik juga kan?Ya kan Yah?” Ucap Ibu Askara menyarankan.
“Iya Mah.”Jawab Ayah Askara.
“Ummi, bagaimana dengan Ummi?” Tanya Abi.
“Ummi nurut saja dengan keputusan yang Abi buat.” Jawab Ummi.
“Kalau begitu kami sepakati di bulan depan saja.” Ujar Abi.
“Alhamdulillah.” Semua mengucapkan secara bersamaan.
“Tapi Bii...” Asiyah masih merengek.
Diskusi yang panjang itu akhirnya selesai. Dengan hasil yang sangat Asiyah tak bisa terima. Asiyah hanya bisa guling-guling dan menangis di kamar. Ia kini meratapi nasibnya yang sudah kepalang dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Belum lagi pernikahannya bulan depan. Asiyah hanya bisa pasrah. Hilang sudah harapannya untuk menjadi wanita karir di usia muda.
Hari-demi hari pun berlalu, pernikahan Asiyah tinggal menghitung hari. Rasanya Asiyah semakin tercekik, ia sudah kehabisan akal untuk menggagalkan rencana perjodohannya. Asiyah kini hanya bisa merenung dan menggalau sepanjang hari.
Abi yang tak tega melihat puterinya berhari-hari galau dan seperti telah kehilangan semangat hidup akhirnya turun tangan langsung. Di suatu sore yang sangat cerah, di pinggir danau dekat rumahnya, Asiyah tengah melamun. Wajahnya tampak menyiratkan kehampaan. Seakan semangat hidupnya telah direnggut. Abi lalu menghampirinya.
“Ica gemoy...” Bujuk Abi sambil duduk di dekat Asiyah.
“Gak usah sok humble deh Bi, udah jelas-jelas keputusan Abi aja memberatkan Ica.” Jawab Asiyah dengan Jutek.
“Loh, Abi memang tidak sedang sok humble. Abi justru tengah memuji anak Abi sendiri. Asiyah Humaira, anak abi yang paling imut, gemoy nan cantik paripurna, sholehah budi lagi hati.” Abi lalu mencubit hidung Asiyah.
“Ih, Abi. Asiyah gak mau dekat-dekat dengan Abi. Asiyah ngambek sama Abi.”
“Janganlah begitu, Abi tak bisa jika Abi dicuekin sama puteri kesayangan Abi. Abi gak kuat, biar Ummi saja. Eh, jangan juga deh.”
“Lagian, Abi main jodoh-jodohin anaknya segala. Emangnya Abi tahu gitu kalau misalnya Asiyah dijodohkan maka Asiyah akan bahagia? Justru sebaliknya Bi, Asiyah tersiksa.”
“Nak,....” Abi berubah serius.
“Kamu tahu, Abi begitu sayaaang sekali dengan kamu. kehadiranmu di hidup Abi, laksana permata yang menghiasi samudera. Abi sangat amat mempertimbangkan terkait kebahagiaanmu. Mana mungkin Abi mau mengorbankan kebahagiaan kamu demi ego Abi sendiri.”
“Tapi kenyataanya begitu Bi, Abi justru bertindak sesuai ego Abi.”
“Tidak Nak, justru karena Abi ingin melihat kamu bahagia.”
“Usia Abi sudah sangat tua, cucu Abi saja sudah banyak. Abi dan Ummi mungkin tak bisa berlama-lama lagi bersamamu, jika kami pergi, maka siapa yang akan menjaga dan merawatmu? Kakak-kakakmu sudah memiliki kehidupannya masing-masing, tak mungkin mereka bisa terus-menerus mengurusmu. Sudah saatnya kamu emjadi tanggung jawab orang lain. Tanggung jawab suamimu.”
“Lagi pula, Nak Askara itu anak baik, Abi sering sekali memergokinya melakukan amal kebajikan yang luar biasa. Dia juga berasal dari keluarga yang baik-baik, keluarga mapan pula. Dan plus nya, dia sangat tampan. Dia cocok untukmu nak.”
“Anak baik bagaimana, waktu pertama kali kita ketemu saja dia sudah bersikap menyebalkan pada Ica, bagaimana nanti kalau Ica sudah jadi istrinya. Dia pasti akan semena-mena sama Ica.”
“InsyaAllah tidak akan, jangan dulu menilai seseorang dari waktu pertama kali bertemu, tetapi kenali lah lebih jauh, baru kita boleh menilainya, baik atau buruk seseorang tersebut.”
“....” Asiyah hanya terdiam.
“Oh ya, Asiyah, puteri Abi, kau tahu kenapa kau diberi nama Asiyah Humaira?”
“....” Asiyah menggeleng.
“Nama Asiyah diambil dari nama istri Fir’aun, Asiyah binti Muzahim. Beliau adalah satu diantara pemimpin wanita surga dan yang Allah selalu kabulkan doanya, kenapa? karena selain beliau berjasa dalam menyelamatkan Nabi Musa ketika Fir’aun membunuh semua anak laki-laki pada zamannya, beliau juga teguh dalam mempertahankan ketaatan dan keimannya kepada Allah walau memiliki suami yang ingkar kepada Allah.”
“Lalu Humaira, adalah pipi yang kemerahan. Itu juga merupakan panggilan Rasulullah kepada Istrinya Aisyah. Ketika kau lahir, pipimu memang benar-benar merah, kulitmu putih bersih dengan bola mata yang hitam lagi jernih. Abi berharap kau juga memiliki sifat seperti Humaira-nya Rasulullah yang berparas cantik, pintar, dewasa juga sangat dicintai oleh Rasulullah. Semoga kelak, pasanganmu juga akan mencintaimu seperti sang Humaira-nya Rasulullah.”
“Abi...” Asiyah lalu memeluk Abi.
“Abi sangat mencintaimu nak, jujur saja, sebenarnya Abi juga berat untuk melepasmu. Tetapi ini merupakan yang terbaik bagimu. Abi tidak bisa selamanya bersamamu, kau perlu orang lain yang akan mencintai, menjaga dan merawatmu.”
“Maafkan Asiyah Bi, Asiyah akan menuruti perintah Abi. Mungkin awalnya akan sulit, tetapi Asiyah akan mecobanya semampu Asiyah.”
“Alhamdulillah.” Abi lalu mengelus pundah anaknya dengan penuh kasih sayang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
smg apa yg di harapkn abiy aisyah sesuai kenyataan..mungkin keraguan aisyah sm askara itu wajar krn di awal brtemu askara sama sekali tdk ada ramah dan sopan trhadap wanita..atau selama ini kebaikn yg di lihat abi hsnya pencitraan atsu apa..lanjuut
2022-10-17
1
Natha
Tak selamanya yang kita inginkan baik Dimata Allah.. dan Sebaliknya Ketetapan Allah atas takdir kita kelihatan tidak baik, namun yakinlah Rahasia Illahi pasti terbaik untuk kita
2022-10-15
9
Sumawita
Lanjut
2022-10-15
0