Alzam tergesa menuju ruangan pemilik perusahaan yang sejak lama menjadi tempatnya mengais rezeki. Setelah sahutan dari dalam ruangan terdengar dengan jelas, laki-laki itu pun dengan langkah tegapnya langsung masuk kedalam ruangan bos besarnya. (Ingat Alzam sudah memakai kaki palsu yah, jadi dia berjalan tegap. Baca kisah Alzam di novel 'Jangan Hina Kekuranganku').
Sebelumnya Alzam sudah menetralkan jantungnya agar tidak terlalu bergemuruh tidak menentu. Sebenarnya Al tahu bahwa tuan Latif adalah orang yang bijak, tetapi tetap saja ketika dirinya di panngil menemuinya. Terlebih bisa dibilang belum tentu satu tahun sekali Alzam menghadap pemiliki perusahaan Ralf Grup, sangat jarang menghadap langsung. Alzam takut kalau-kalau kerjaanya ada yang membuat bos besarnya kecewa, dan itu alasan dia dipanggil.
"Selamat siang Tuan, apa Tuan memanggil saya." Alzam menyapa Tuan Latif dengan ramah, di mana laki-laki yang sudah memasuki usia senja sedang mengamati layar pintarnya. Persaan Alzam semakin di buat gemuruh, ketika melihat Tuan Latif sibuk dengan gawainya, seolah tengah mengerjakan laporan yang rumit.
Kakek mengangkat wajahnya yang serius, bahkan seulas senyum penyambutan pun tidak ada. Sangat berbeda dengan Tuan Latif yang biasanya. Di mana biasanya selalu ada seulas senyum tipis untuk menyambut lawan bicaranya. "Duduk Al!!" Tanganya di ulurkan agar Alzam duduk di hadapanya.
Alzam pun dengan patuh mengikuti kemauan Tuanya, duduk di hadapan Tuan Latif. Dalam beberapa detik tidak terjadi obrolan, karena Alzam juga bingung mau memulai obrolan dari mana. Suasana terasa semakin mencekam ketika Alzam mendengar nafas laki-laki tua yang ada dihadapanya, berkali-kali membuang nafas kasar. Alzam tahu bahwa yang akan di bahas kali ini bukan soal yang ringan. Sepertinya perbahasan ini memang sedikit berat. Itu pemikiran Alzam.
"Maaf kalau mengganggu waktu kerja kamu Al. Saya memanggil kamu memang ada banyak hal yang ingin saya bahas dengan kamu. Dan besar harapan saya kamu bisa membantu keluarga kami, keluar dari kesulitan ini. Saya tahu tidak sepantasnya saya datang ke kamu yang tidak tahu apa-apa untuk menyelamatkan keluraga saya, tapi saya tidak tahu mau meminta bantuan sama siapa lagi kecuali sama kamu, pemuda yang baik dan bertanggung jawab." Tuan Latif menjeda ucapanya, nafasnya terengah-engah karena laki-laki tua benar-benar terbawa emosi. Kedua kelopak matanya bahkan sudah merah.
"Kalau saya bisa membantu, saya pasti akan lakukan Tuan. Terlebih keluarga Anda selama ini selalu baik pada keluarga saya, dari sejak Papah saya bekerja pada Anda, dan saya sekarang juga di berikan pekerjaan yang sangat baik, padahal perusahaan lain, mungkin akan mempertimbangkan saya yang memiliki cacat fisik, tetapi perusahaan Anda tidak pernah membedakan. Sehingga rasanya terlalu tidak tahu diuntung apabila saya tidak mau membantu Anda, di saat keluarga Anda membutuhkan raga saya untuk membantunya." Alzam memberikan waktu untuk kakek berbicara lagi, hal itu terlihat dari gerak tubuh laki-laki itu yang ingin membuka mulutnya untuk melanjutkan bicaranya.
"Terima kasih sebelumnya, karena kamu sudah mengingat kebaikan saya, tetapi untuk bantuan ini saya meminta kamu melakukanya bukan karena hutang budi, semuanya harus di pertimbangkan dengan matang, karena ini menyangkut masa depan kamu. Saya juga tidak mau nantinya kamu membantu saya karena sebuah hutang budi. Saya akan memberi waktu pada kamu untuk memikirkan dengan matang apakah kamu mau membantu keluarga saya dari keterpurukan ini, dan itu tandanya kedepanya kamu jangan ada penyesalan atau kamu tidak mau membantu keluarga saya karena kamu merasa tertekan dan terpaksa. Saya sebagai orang tua membebaskan kamu mengambil keputusan yang terbaik buat kamu dan buat keluarga kami kedepanya." Kakek lagi-lagi menjeda ucapanya, memberikan waktu untuk Alzam berbicara.
"Selama ini saya merasa hidup saya kurang berarti karena keadaan fisik dan ekonomi saya yang tidak seberuntung mereka. Bukan tidak bersyukur, mengingat di luaran sana banyak yang memiliki nasib jauh di bawah saya, tetapi apabila ada yang memerlukan bantuan saya dan membuat hidup saya berarti untuk orang lain, saya akan memilih membantunya. Sekali pun saya tidak kenal dengan orang itu. Terlebih ini Anda keluarga yang selama ini sudah baik sekali pada keluarga saya. Sekali lagi saya katakan dan saya yakin akan membantu masalah Anda, bukan karena hutang budi atau lain sebagainya, tetapi karena keluarga Anda baik sehingga saya ingin menyelamatkan keluarga Anda, dengan sadar dan dengan ikhlas. Bisa Anda ceritakan kira-kira saya harus melakukan apa?" tanya Alzam dengan suara lembut dan tegas.
Beban yang berat sedikit terangkat kepermukaan begitu kakek mendengar jawaban Alzam, dan ia memang berharap bahwa apa yang di katakan Alzam memang benar, dan dia tidak akan menyesal di kemudian hari, dan menganggap bantuanya hanya membuat dia semakin sengsara.
"Qari Hamil. Dia di jebak oleh laki-laki yang sepertinya ada masalah dengan masa lalu orang tuanya, dan saat ini laki-laki itu sudah kabur entah kemana. Saya pikir hanya kamu yang pantas membantu keluarga saya keluar dari masalah ini. Bantu saya Al! Bantu jaga dan selamatkan kehormatan Qari! Dia anak yang baik, meskipun dia terlihat kasar dan keras kepala, tetapi dalam hatinya dia wanita yang lemah, sama persis dengan Mamihnya. Itu alasan saya selalu menomor satukan mrnantu saya daripada anak saya sendiri. Qari butuh laki-laki seperti kamu. Tolong selamatkan cucu saya dari aib ini. Jaga kehormatanya dengan kamu menikahi dia." Suara berat dan bergetar keluar begitu saja dari bibir Tuan Latif. Mungkin sepanjang sejarah baru kali ini laki-laki itu menumpahkan kekecewaanya, dan hal itu terjadi saat ini di hadapan Alzam. Tuan Latif menutup dengan sedikit ditekan kedua matanya yang panas dengan jempol dan jari telunjuknya, tanganya bertumpu pada sisi pegangan kursi puntarnya. Cukup lama laki-laki itu mengatur nafasnya yang memburu dadanya terlihat dengan jelas naik turun karena emos yang meninggi.
Alzam juga cukup kaget dengan apa yang ia dengar. "Qari hamil, dan Tuan Latif meminta saya bertanggung jawab atas apa yang tidak saya perbuat lalu saya harus apa?" batin Alzam masih terus memperhatikan Tuan Latif di mana laki-laki tegas, karismatik meskipun sudah tua, bijaksana, tetapi saat ini terlihat lemah di hadapan Alzam. Itu semua karena kondisi cucunya yang hamil di luar nikah.
Kecewa, marah dan kesal, tetapi Tuan Latif tahu tidak seharusnya dia marah dan kecewa pada Qari, bukan dia saja yang memiliki rasa seperti itu. Qari, cucunya itu pasti merasakan perasaan yang lebih campur aduk di bandingkan dirinya. Lalu kalau di tambah dengan kekecewaan dari kakeknya yang di limpahkan lagi pada dia, apa cucunya akan baik-baik saja? Tidak, Tuan Latif justru takut kalau nanti cucunya akan menjadi gila dengan masalah ini. Tidak menghakimi korban itu adalah cara paling aman agar Qari tidak merasa bersalah. Tuan Latif ingin Qari merasakan bahwa keluarganya adalah tempat untuk mengadu, yang akan membantu wanita itu keluar dari masalah. Meskipun masalah seperti ini tidak akan begitu saja bisa keluar, akan banyak rintangan yang harus dihadapi Qari kedepanya. Tetapi dengan adanya keluarga yang akan membantunya semuanya akan baik-baik saja.
"Anda bisa atur waktu pernikahan kami Tuan, saya dengan semua keputusan yang sadar akan membantu Qari menyelamatkan dia dari aib ini. Bukan karena saya merasa hutang budi pada Anda, dan bukan juga ucapan terima kasih, karena keluarga Anda sudah terlalu baik pada keluarga saya. Saya, Alzam mau membantu Qari karena saya juga memiliki adik perempuan. Apabila hal yang seperti Qari terjadi pada adik saya, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama dengan Anda. Saya bisa merasakan bagaimana sakit dan sesaknya berada di posisi keluarga Qari dan diposisi Qari itu sendiri. Jadi Anda jangan takut kalau saya akan menyesal. Saya yakin bahwa keputusan ini adalah keputusan terbaik yang saya bisa lakukan untuk membantu sesama, dan kedepanya saya tidak akan menyesal," jawab Alzam dengan tegas. Dan jawaban dari Alzam berhasil membuat Tuan Latif mengangkat wajahnya yang sejak tadi menunduk dengan lesu dan bingung.
Mata merah karena laki-laki tua itu sejak tadi menahan tagis dalam diamnya, sesak itu yang dirasakan dalam dadanya.
"Apa ini adalah jawaban yang tulus tanpa adanya paksaan apapun?" tanya Kakek, terlihat seperti ia menemukan oase yang luas di tengah gurun pasir yang gersang. Seulas senyum kebahagiaan menghiasi wajah tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
Alzam jawabanmu sungguh 👍
2024-07-16
0
Yuyun Haryanto
keren banget jawaban alzam. suka deh sama alzam.
2023-04-21
1
Wina Yuliani
kumpulan para lelaki gentle yg siap menanggung derita demi wanita tersayang... vote meluncur
2022-10-19
3