"Sayang kamu sudah sadar? Apa yang kamu rasakan sayang, mual? Pusing? Atau apa?" cecar Qanita begitu Qari putrinya sudah sadar.
"Haus," ucap Qari samar. Naqi yang mendengar ucapan Qari segera mengambilkan air dari nakas dan memberikanya pada Qari.
"Minum dulu Dek." Naqi membantu Qari untuk duduk dan minum. Baik Naqi maupun tuan Latif tidak langsung mencecar Qari dengan pertanyaan yang sebenarnya sudah sangat mengganjal di dalam benaknya.
Namun, Tuan Latif justru tengah mencari rencana apa yang sekiranya akan dia lakukan untuk menutupi kehamilan cucunya. Sebab andai sampai informasi ini menyebar ke luar dan tentu nama baik keluarganya akan tercoreng.
Qari mengambil gelas yang berisi air putih yang di sodorkan oleh Naqi. Ia meneguk air dengan tegukan yang besar langsung membasahai tenggorokanya yang kering. Gelas yang tadi berisi air putih penuh kini sudah kosong dan di berikan kembali pada Naqi. "Terima kasih Bang," lirih Qari. Kata sakral yang jarang diucapkan oleh Qari, untuk Abangnya.
"Sayang, Mamih boleh bertanya sesuatu? Tapi tolong kamu jawab dengan jujur." Mamih harus secepatnya tahu siapa ayah dari jabang bayi yang putrinya kandung, dan biarkan nanti Mamih atau Naqi yang datang untuk meminta laki-laki itu menikahi Qari.
"Tanya apa Mih?" Suara Qari masih lirih, kondisi dia memang yang sangat lemas.
Mamih dan Naqi saling melempar pandangan sebelum wanita paruh baya itu benar-benar melempar pertanyaan yang sudah sangat mengganjal. "Siapa ayah dari bayi yang kamu kandung?" tanya Qanita, setelah Naqi mengizinkan untuk mamihnya menanyakan semuanya sekarang.
Kedua mata Qari langsung melebar, tubuhnya yang tadi rebahan langsung dia bangkit, dan duduk. "Maksud Mamih, Qari hamil?" tanya Qari dengan kebingungan juga, bahkan kedua bola matanya memerah, kesal, benci, dan dendam menjadi satu. Dalam hatinya ingin saat ini juga ia membunuh Deon, laki-laki berengs*k yang sudah membuat hidupnya makin sengsara.
Semua orang yang ada di ruangan itu tentu heran dengan pertanyaan Qari, kenapa sepertinya Qari tidak tahu apabila dirinya hamil. Tuan Latif yang tengah duduk di sofa pun hanya menyimak obrolan itu. Tanpa ingin ikut campur mencecar pertanyaan pada Qari, karena sudah pasti semuanya akan di wakilkan oleh menantu dan cucunya.
"Jadi kamu tidak tahu kalau kamu hamil? Lalu siapa yang membuat kamu sampai hamil seperti ini Qari, kamu tahu kan kalau hamil di luar nikah itu dosa dan juga bikin malu keluarga, mau di taro di mana muka kami, karena kabar kehamilan kamu." Naqi dengan suara lirih dan hati-hati mencecar Qari dengan pertanyaan seputar kehamilanya, tetapi agar Qari tidak tersinggung maupun marah.
Wanita yang masih duduk dengan lemah di atas kasur pasien terisak pilu. "Qari tidak tau," jawabnya lirih, bahkan hampir tidak bisa dibedakan dengan suara tangisanya.
Semuanya semakin bingung dengan jawaban Qari itu. "Kenapa tidak tahu, apa kamu diperkosa?" tanya Naqi semakin penasaran dengan jawaban Qari.
"Aku di jebak Bang. Ada laki-laki yang menjebak aku, percayalah Bang, Mih semua ini karena laki-laki berengs*k itu yang telah menjebak Qari," isak Qari semakin menjadi. Kemarahan pada Deon benar-benar meletup-letup seperti lahar panas di tengah-tengah gunung berapi
"Kalau begitu, siapa nama laki-laki itu biarkan Abang yang datangin dia dan minta agar bertanggung jawab atas perbuatanya," ujar Naqi dia juga di dalam hatinya di penuhi dengan kemarahan. Kalu ucapan Qari benar, maka Naqi akan menghajar laki-laki itu. Laki-laki yang telah bikin hidup adiknya berantakan dan hancur.
Qari bukanya menjawab, tetapi justru menunduk dengan apa yang di tanyakan Naqi.
"Kenapa kamu menunduk, apa itu tandaanya kamu tidak kenal laki-laki itu?" tanya Naqi kali ini sudah semakin diujung ubun-ubun kekesalanya.
Qari lagi-lagi mengangguk dengan wajah semakin menunduk. Menyesal sangat-sangat menyesal, kenapa bisa dia bisa percaya dengan ucapan manis Deon, kenapa dia mau diajak oleh Deon keapartemenya, kenapa dirinya tidak curiga sedikit pun pada Deon, kenapa dirinya bodoh sekali percaya dengan Deong yang berengs*k itu. Seperti itu kira-kira rasa kesal Qari pada dirinya sendiri, dan sekarang karena kebodohanya dirinya hamil. Bikin malu keluarga bukan hanya bikin malu keluarga, tetapi juga masa depanya hancur. Entah kehidupan yang seperti apa yang akan ia jalani. Akankah bahagia dengan buah hati yang tidak diinginkanya itu atau justru Qari akan semakin terpuruk dan penderitaan selalu menyelimutinya.
Wajah mearah terlihat jelas dari muka Naqi, yah dia sangat geram. Sebab Naqi tahu betul adiknya tidak mungkin melakukan hal terlarang itu, kecuali benar kata Qari. Adiknya di jebak. "Katakan siapa nama laki-laki berengs*k itu dan apa saja yaang kamu ketahui. Biarkan Abang yang mencari laki-laki itu dan menyeretnya untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya," geram Naqi. Ia marah, kecewa dan kesal, tetapi bukan dengan adiknya melainkan dengan laki-laki yang telah menghamili adiknya.
Sementara dia sendiri ajah berpacaran tidak berani sampai tahap yang nunu-nana, malah adiknya di jamah dengan liar hingga hamil. Abang mana yang tidak marah dan murka kalau adiknya di bikin mainan seperti itu, biarpun Qari dan Naqi selalu berantem dan saling jahil, tetapi Naqi sangat sayang dengan adiknya itu. Sehingga apabila terjadi apa-apa dengan Qari, Naqi pun ikut sedih dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Qari.
"Yang Qari tahu namanya Deon, kami ketemu di atap gedung, yang waktu itu pernah Qari ceritakan kalau Qari sempat terkunci di atap gedung, dan saat itu Qari terkunci dengan laki-laki itu. Yang Qari tahu juga Deon bekerja di gedung itu, nama gedungnya 'Pelita Indo', tapi waktu Qari cari tahu kegedung itu tidak ada yang namanya Deon. Laki-laki itu kalau dilihat dari penampilan dan kendaraan yang di pakai bukan orang sembarangan dan juga apartemen yang dia tempati, sudah sangat jelas untuk kalangan menengah keatas. Tidak mungkin Deon hanya karyawan biasa. Tapi rasanya Abang percuma apabila mencari Deon, sebab selama satu bulan ini Qari mencari laki-laki berengs*k itu tidak ada. Mungkin dia sudah kabur," lirih Qari dengan pasrah.
Tangan Naqi mengepal begitu mendengar cerita adiknya, terlebih laki-laki yang bernama Deon itu diduga kabur. "Kurang ajar, siapa pun kamu pria brengs*k, jangan harap hidup kamu akan bahagia, karena aku sebagai Abang dari wanita yang telah kamu lecehkan tidak terima, dan akan aku cari engkau sampai ketemu, dan menyeret untuk bersujud di kaki adik dan mamihku," geram Naqi dalam batinya.
Sementara itu tuan Latif tidak mengucapkan sepatah katapun. Laki-laki itu sedang duduk dengan santai di atas sova, tetapi bukan berati tuan Latif tidak menyimak obrolan yang terjadi antara Qari dan Naqi yang mendominasi, di mana Qanita, lebih banyak diam dan menunduk, dadanya sesak mendengar cerita putrinya, sehingga tidak bisa berkata-kata lagi. Wanita paruh baya itu hanya menyimak, sembari sekali-kali menarik nafasnya dalam dan membuangnya perlahan.
"Nita, Papah pergi dulu." Tuan Latif beranjak dari duduknya, bahkan Naqi dan Mamih belum sempat Menjawab dan menanyakan mau kemana. Kakek sudah pergi keluar. Naqi dan Mamih saling melempar pandangan seolah mereka saling bertanya sang tertua di rumahnya mau kemana? Apa mungkin Kakek kece dengan Qari sehingga memilih pergi dari ruangan ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 247 Episodes
Comments
Eka
gara2 luson itu kasihan qori thorrr
2022-12-28
0
Endang Werdiningsih
gara" luxon bnyk korban berjatuhan...
2022-11-01
3
Wina Yuliani
waduh kakek diam diam mengejutkan 😈😈😈😈
2022-10-15
2