Dokter wanita tadi tampak ragu dengan keputusan yang dibuat Khaizan. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak, tidak menuruti perintah pria itu rumah sakit ini akan dalam bermasalah mengingat donatur rumah sakit terbesar adalah keluarga ini.
"Apa yang lo tunggu?! Apa perlu gue sendiri yang menyuntiknya huh?!" sentaknya membuat dokter itu menggeleng pelan.
"Bi-biar saya saja tuan."
"Ya udah cepat! Gue udah lelah daritadi!" gerutunya lalu duduk disamping Papanya. Ia memperhatikan dokter itu melakukan pekerjaannya yang ia suruh tadi. Senyumannya menyungging sempurna saat melihat garis lurus dimonitor Papanya, itu artinya nyawa pria tua itu sudah tidak ada lagi di dunia ini.
"Baguslah, beban sudah hilang." ucapnya sambil merenggangkan ototnya. Ia melangkah santai berjalan keluar.
Khaizan dengan santai berjalan melewati koridor tanpa terbesit rasa bersalah telah membunuh Papanya secara tidak langsung. Ia sudah tidak peduli lagi, yang jelas hari ini adalah hari yang cukup melelahkan buatnya. "Antarkan aku Kerumah!" pintanya dengan supirnya. Supir itu mengangguk lalu melajukan mobilnya.
Namun, bukannya sampai rumah ia bisa istirahat dengan tenang, justru ia disuguhkan pemandangan pesta miras dirumahnya. Dentuman lagu memekak telinganya, bahkan banyak orang-orang berjoget-joget ria menikmati pesta mereka.
"S**t! Apa mereka sudah gila?!" umpatnya kasar melangkah lebar kearah tempat asal musik itu berada. Khaizan langsung menghancurkan kaset itu hingga berkeping-keping. Semuanya langsung terdiam dan memusatkan perhatiannya pada Khaizan.
Tidak sampai situ saja, Khaizan pun menendang meja tempat berjejerannya minuman keras hingga semuanya pecah tanpa tersisa. Pria itu langsung menoleh kearah mereka dengan tatapan tajam.
"Siapa yang mengizinkan kalian berpesta disini huh?!" sentaknya namun tidak ada satupun yang menyautnya.
Ia tersenyum miring, lalu menghampiri wanita paruh baya yang tengah menatapnya takut berada diantara para pria disampingnya. "Wah ternyata wanita sampah makin liar ya," hinanya membuat wanita itu menatapnya marah.
Khaizan langsung menarik rambut wanita itu kuat hingga ia merintih kesakitan. "Cih, udah tua nggak tau malu. Lo disini cuma benalu nyonya Miya, lo hanya simpanan, oh lebih tepatnya orang ketiga dalam keluarga gue." ucapnya dingin membuat siapapun tidak berani mendekatinya.
"Oh ya, gue mau ngasih tau lo sesuatu, barusan gue bunuh tuh pria tua sialan tuh. Jadi, semua warisannya jatuh ke tangan gue. Gue nggak bakalan ngasih sepersen pun uang tuh!" tegasnya lalu melepas kasar jeratannya. Wanita itu terdiam dan mendongak menatap anak tirinya.
"Ka-kamu membunuh Papa kamu sendiri?"
Khaizan tersenyum miring. "Iya, kenapa? Lo takut huh?" Ia langsung melirik kearah yang lain. "Bersihkan tempat ini sampai bersih, jangan sampai ada yang pergi atau gue..." ucapnya sengaja menggantung perkataannya, ia memegang pisau dapur sambil tersenyum penuh makna kearah mereka. Semuanya bergidik ngeri, tidak ada yang berani berkutik membantah ucapan pria itu.
Diantara orang-orang itu, keluarlah gadis seksi berjalan angkuh kearahnya. Ia dengan berani mendekati Khaizan. Saat tangannya hendak menyentuh Khaizan, pria itu melintir tangannya tanpa perasaan. Gadis itu sontak menjerit kesakitan meminta ampun untuk dilepas.
"Aaaakh, tolong lepas!"
"Apa peduli gue? Lo ngapain sok-sok dekati gue huh? Lo pikir gue sama kayak wanita sampah nih yang mudah terayu?!" kesalnya mencampakkan gadis itu hingga tersungkur ke lantai.
"Bersihkan semua ini!" titahnya langsung dikerjakan mereka. Khaizan berdecak pelan melangkah kakinya menaiki tangga menuju kamarnya.
"Gila, tuh orang mengerikan!"
"Sumpah iya, tapi dia tampan!"
"Gue lebih baik mundur deh, walaupun tampan tapi kasar!"
"Iya, kasian banget Deya, dia udah nyerahin badannya eh malah ditolak, hihihi pasti malu banget dia tuh!"
"Hahaha iya woi, gue suka liat dia dipermalukan. Emang enak digitukan, mentang-mentang tubuhnya kayak gitar spanyol!"
Deya merasa geram dengan gosip-gosip itu, ia mengepal tangannya mengingat baik-baik wajah pria yang tadi membuatnya malu. "Akan gue buat lo berlutut, tengok aja nanti pria brengsek!"
Khaizan melirik jam dinding kamarnya menunjukkan pukul sebelas siang. Ia heran, mengapa pesta seribut itu bisa diadakan di siang hari? Apa tetangganya sudah tuli? Yang lebih tak habis pikir, wanita itu. Wanita tua itu dengan tidak tahu malunya berfoya-foya menikmati harta keluarganya. Ia bahkan tidak peduli dengan kondisi Papanya yang selama ini terbaring koma usai terpeleset di kamar mandi menurut informasi yang ia dapat. Masih menjadi misteri penyebabnya, tetapi pria itu yakin pelakunya kini berada dihadapannya sekarang, menatapnya dengan sendu seolah-olah paling menderita disini.
"Mau apa kesini huh?" tanyanya dingin sambil menghidupkan rokoknya.
Miya—Mama tiri Khaizan saat ini berdiam diri menatap anak tirinya yang sudah lama tidak ia lihat. Beberapa tahun yang lalu pria didepannya ini adalah bocah ingusan, kini menjadi pria gagah dan tampan.
"Mama kangen sama kamu, kamu akhirnya pulang Nak." lirihnya membuat Khaizan tertawa renyah sambil duduk di sofanya.
"Huh? Gue anak lo? Nggak salah dengar gue?" tanyanya remeh. Ia berjalan mendekati wanita itu dan menjambak rambutnya kuat. "Dengar gue baik-baik wanita sampah, gue nggak punya Mama kayak lo, Mama gue cuma satu. Jadi, jangan harap lo bisa bujuk gue biar harta untuk lo kebagian," ucapnya lalu melepas kasar cekalannya.
"Selagi gue ngomong baik-baik, pergi dari sini!" usirnya. Mau tak mau wanita itu menurut melangkahkan kakinya keluar kamar. Awas saja, aku tidak akan tinggal diam bocah ingusan, akan ku buat kau menderita seperti Papamu itu! gumamnya dalam hati.
Khaizan menghela napas kasar, sambil terus menghisap rokoknya, ia melirik sekeliling ruangan kamarnya. "Ck, masih sama." gumamnya berjalan lalu melihat foto keluarga yang masih terpajang diatas meja belajarnya. Ia menatap foto itu lama lalu membuangnya kedalam tong sampah. Ia mematikan puntung rokoknya dan merebahkan dirinya dikasur.
"Huft, tubuhku terasa pegal sekali. Dasar menyebalkan!" gerutunya kesal. Dalam satu hari ia melakukan kegiatan yang tidak berguna untuknya dan besok ia yakin berita kematian Papanya akan muncul. Tangannya memegang pemantik api, sambil memainkan benda itu ia termenung menatap langit kamarnya. "Melelahkan," lirihnya sebelum pandangannya terlelap.
***
Azza berlari kecil sebelum dosennya berjalan mendekati kelasnya. Hampir saja ia telat hari ini karena terlalu menikmati perjalanan dengan mobil barunya. Gadis itu mengambil tempat disebelah sahabatnya.
"Woah hampir aja lo telat Za!" bisik Lulu memandang sahabatnya.
Azza mengangguk cepat sambil mengatur napasnya. Ia melirik jam tangannya sudah menunjukkan tepat pukul sepuluh pagi. Azza mencondongkan badannya kearah Lula. "Lo ada permen nggak? Mulut gue bau nih," keluhnya.
"Oh ya ampun nih anak, bentar," Lulu merogoh ranselnya dan mengeluarkan beberapa bungkus permen ditangannya. "Lo mau rasa apa?"
"Terserah apa aja, yang penting bau mulut gue hilang."
"Ya udah." ucapnya menyerahkan sebungkus permen pada Azza. Gadis itu langsung memasukkan kedalam mulut sebelum dosen itu masuk. Semuanya langsung diam saat dosen itu sudah duduk di kursinya, dan memulai mengajar dikelas Azza.
"Sampai disini, ada yang ingin ditanyakan?" tanya dosen itu, Azza langsung mengangkat tangannya.
"Izin bertanya Pak, apa kami perlu mencari sponsor untuk kegiatan kami?"
"Iya, buat proposal lalu kirim ke perusahaan yang menurut kalian memang sesuai bidang yang kalian kerjakan!"
"Baik Pak!" seru mereka kompak.
"Baik, pelajaran kita selesai, kalian boleh bubar."
Semua mahasiswa pada keluar kelas. Azza memasukkan bukunya kedalam tas. Lulu mendekat kearahnya. "Za, kira-kira kita mau sponsor ke perusahaan mana?"
Azza mengedik bahu sambil tersenyum tipis. "Entah, nantilah kita cari. Gue mau cabut dulu ya, orang tua gue suruh gue pulang cepat nih!" serunya buru-buru menyandang ranselnya, Orang tuanya tiba-tiba mengabarinya lewat pesan diponselnya.
"Eh? Tumben? Emangnya mau ngapain?"
"Kurang tau juga, ya udah gue duluan ya Lu, bye!" pamitnya berlari kecil keluar kelas sambil melambaikan tangannya kearah Lulu. Lulu tersenyum tipis melambaikan tangannya juga.
"Aduh, kenapa juga disuruh pulang cepat? Emangnya ada apa sih?!" gerutunya berjalan kearah parkiran. Namun, saat ia hendak membuka pintu, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Azza langsung mengangkat telepon itu.
"Halo?"
"Jangan pulang kerumah!" seru Sam dari seberang sana.
"Hah? Emangnya kenapa?"
"Lo mau dijodohin bego. Nih calon kandidat suami lo udah ada disini, mending lo pergi kek gitu kemana aja. Nanti gue kabarin kalau situasi udah aman."
"Tapi kak, Mama tadi bilang pulang cepat."
"Udah, sesekali jadi anak durhaka. Ini demi kebaikan lo juga kok, lo nggak mau dijodohin kan? Tadi gue liat cowoknya seram njiir. Nggak cocok deh buat lo!" serunya menggebu-gebu.
"Sesat, ngajarin adeknya jadi anak durhaka. Ya udah deh, gue keliling kota dulu ya, kalau dah aman bilang aja. Oh ya, pandai-pandai ajalah ya bilang sama Mama bye." ucapnya langsung memutuskan telepon itu sepihak sebelum Sam mengeluarkan suaranya.
Azza menghela napas kasar. Sejak kematian Algha, Mama dan Papanya malah berlomba-lomba mencari pasangan untuknya. Ia akui niat orang tuanya baik, tetapi tidak dengan cara ini. Masih ada cara lain yang mungkin bisa memecahkan masalah yang ia hadapi sekarang.
Matanya langsung berbinar saat melihat Lulu hendak berjalan menuju motornya. Dengan cepat ia berlari kearah Lulu. "Duaar!"
"Anjiir! Hampir copot jantung gue. Hah, kenapa lagi nih?" tanya Lulu sambil memasang helmnya.
"Yok, jalan-jalan, biar gue traktir!" ajaknya membuat Lulu heran.
"Lah bukannya tadi ada acara keluarga lo Za?"
"Itu ada yang orang gue hindari, ya udah gitu jadinya. Lo nggak sibuk kan?" kilahnya.
"Nggak, sumpah deh lo menghindar dari perjodohan kan?" tebaknya melirik curiga kearah Azza. AZZA menyengir pelan lalu mengangguk.
"Ya mau gimana lagi, orang tua gue tetap kekeuh juga nyariin gue jodoh. Padahal gue kan masih kuliah,"
Lulu tersenyum mengerti. "Hmm, jalani aja dulu. Gue yakin maksud orang tua lo baik, tapi kalau lo belum siap ketemu ya udah kita jalan!" ajaknya sambil melepaskan helmnya.
"Bagus, yok pakai mobil gue kesana!" ajaknya menarik tangan sahabatnya menuju mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments