Bab 1

Azza menatap dirinya di pantulan cermin, ia menghela napas pelan untuk bersiap menghadapi kegiatannya hari ini. Sudah dua tahun berlalu kepergian Algha membuat Azza kini ikhlas melepaskannya, walaupun kadang-kadang ia masih sedikit merindukan pria itu. "Awali harimu dengan senyuman Za," ucapnya menyemangati dirinya, ia langsung menyandang ranselnya dan berlari keluar kamar.

"Azza sarapan dulu!" sorak Mama dari dapur, Azza menepuk jidatnya pelan, sambil cengegesan ia menghampiri keluarganya.

"Ulululu Arfa kesayangan ante!" serunya memeluk balita menggemaskan itu. Bukannya disambut dengan senyuman seperti balita umumnya, balita itu menatapnya sinis.

"Cih, santai aja wajahnya dek!" gerutunya gemas mencubit pipi gembul Arfa.

"Azza, pakai perasaan dong nyubit anak gue!" protes Bita meringis melihat pipi anaknya memerah.

"Gue nyubitnya juga pelan loh kak, santai...santai. Tapi ya nih bocah ngeselin kayak bapaknya, nggak santai banget liat gue kak,"

"Heh, sejak kapan gue ngeselin?" tanya Alze—kakak pertama Azza.

"Dari lahir!" jawabnya asal lalu menyantap roti selai yang sudah disiapkan Mama.

"Wait, yang dua sejoli tuh kemana? Ini anaknya kok ada disini?" tanya Azza menggedong bayi kecil yang dari tadi merangkak kearahnya. Azza gemas mencubit pipi gembul Ghazea.

"Wah parah orang tua lo Zea, lo dibiarin keluar sendirian," ocehnya berjalan kearah pintu kamar kakaknya.

"Halo pasutri abstrud, anak kalian diluar!" teriaknya namun tidak ada sahutan dari luar. Azza mengernyit bingung, ia pun terus menggedor pintu kamar kakaknya.

"Haloo! Woi kak Sam, kak Anggi!" teriaknya lagi.

"Ada apa nak?" tanya Papa bingung melihat Azza pagi-pagi sudah teriak-teriak didepan pintu kamar anak keduanya. Azza berbalik menghampiri Papanya.

"Tuh Pa, anak Papa ngeselin banget. Nih cucu Papa ditelantarkan disini. Azza aja terkejut tadi, ada Zea dibawah kaki Azza," adunya pada Deon—Papanya.

Deon hanya memijit pelipisnya, berusaha tenang. Ia menghela napas dengan kelakuan abstrud anak dan menantunya itu. "Ya ampun mereka berdua."

"Udahlah kan mereka udah besar juga pun, mending sekarang lo makan Za. Ntar lo telat ke kampus," seru Alze membuat Azza langsung melirik jam tangannya.

"Oiya... ya, ya ampun!" gerutunya dengan cepat-cepat mengunyah sambil menggendong Ghazea. Haura—Mamanya Azza gemas dengan putrinya yang satu itu, langsung mengambil alih menggendong Ghazea.

"Sini sama Mama aja, kamu makan aja dengan tenang. Mama heran yang punya anak disini kamu atau Sam sih?" gemasnya sambil menoel pipi Ghazea.

"Tulah, orang berdua tuh emangnya kemana sih?"

"Tadi gue nggak ada liat mereka keluar, apa mungkin mereka masih tidur?" ucap Bita.

"Hmm trus nih bocah kok bisa keluar sendiri, tadi gue coba buka pintu, pintunya terkunci." serunya menunjuk Ghazea.

"Nggak ada akhlak benar tuh pasutri!"

"Ya udah, Ghazea sama Mama aja, kamu cepat sarapan nak!" seru Mama langsung dianggukan Azza. Azza dengan cepat melahap makanannya dan buru-buru menyambar ranselnya.

"Ma, Pa Azza pergi dulu!" pamitnya menyalami tangan kedua orang tuanya.

"Sama kami nggak do?" Bita mengadakan tangannya kearah Azza, Azza menyengir langsung menyalami tangan kakaknya.

"Za!" panggil Alze membuat Azza menoleh kearahnya. Tak disangka Alze melempar sesuatu kearah Azza dan menangkapnya.

"Wow ini apa kak?"

"Kunci," jawab Alze.

Azza berdecak pelan. "Iya gue tau ini kunci, tapi untuk apa?"

"Ya untuk lo, mobil baru ada didepan." serunya membuat semuanya heboh menoleh kearah Alze.

"Woaaah, makasih kakakku sayang!" pekiknya menghambur kedalam pelukan kakaknya. Alze hanya menepuk pundak adiknya pelan.

"Hati-hati bawa mobil, jangan laju!"

"Oke beres bos!"

***

Tangan pria itu sibuk memutar-mutar rubik 6x6, tanpa ada seorang pun yang berniat mendekati ataupun mengganggunya. Lelaki berpostur tinggi itu tidak memperdulikan tatapan orang-orang yang mengaguminya setiap ia melangkah keluar dari Bandara.

"Selamat datang tuan!" sapa supir keluarganya.

Pria itu mendongak, lalu mengangguk tanpa mengeluarkan suaranya. Pria itu menyerahkan koper miliknya dan langsung masuk kedalam mobil. Setelah supir itu memasukkan barang milik tuannya, ia pun langsung masuk kedalam mobil.

"Kita mau kemana tuan?" tanyanya sopan melirik tuannya dari kaca spion. Pria itu mendongak sekilas kearah kaca spion lalu melirik ponselnya tanpa berniat menjawab pertanyaan supirnya.

"Dia belum siuman juga?" tanyanya dengan sedikit meledek.

Supir itu mengangguk pelan. "Iya tuan, tuan besar saat ini masih dalam keadaan koma. Apa tuan mau mengunjungi beliau?"

Pria itu sejenak berpikir lalu mengangguk. "Ya, antarkan aku kesana, Aku ingin melihat pria tua itu!" ucapnya dingin.

"Baik tuan." Supir itu hanya bisa menuruti perintah tuannya tanpa berniat mengomentari apapun. Anak pertama keluarga ini, akhirnya kembali setelah beberapa tahun menetap diluar negeri. Pria itu ialah Khaizan Radeva Hauvanza.

Sesampai dirumah sakit, Khaizan berjalan malas menuju ruangan Papanya. Ia menghela napas kasar sambil membuka pintu tersebut. Kaki jenjangnya melangkah mendekati ranjang Papanya. Khaizan hanya menatap datar melihat kondisi Papanya yang penuh terpasang alat bantu yang ia sendiri tidak peduli nama alatnya.

"Nggak berani siuman huh? Udah setahun loh enak-enak baring disini, takut bertanggung jawab huh?" cercanya menatap benci kearah Papanya.

"Kalau aku lepas salah satu alat nih, Papa pasti bakalan langsung mati,"

Khaizan berjalan mendekati jendela besar dan mengusap wajahnya kasar. "Ingat nggak sih Pa, waktu tuh Papa berani selingkuh sama si jala** tuh, Papa dengan mudahnya menghancurkan perasaan pasangan Papa demi seonggok sampah. Aku nggak habis pikir, Mama yang lebih cantik dan menggemaskan itu malah Papa sia-siakan. Heran, tapi udah berlalu ya...Nggak ada gunanya menyesal ya kan Pa?" tanya sinis melirik Papanya.

"Sekarang Mama udah nggak ada lagi, Papa pasti menyesal sekarang kan? Tapi udah ngga guna lagi penyesalan Pa, karena sampai kapanpun rasa bersalah itu akan terus menghantui Papa," gumamnya lalu memegang selang infus, lalu ia memencet tombol untuk memanggil tenaga medis ke ruangan ini. Tak beberapa lama kemudian, muncullah perawat yang menghampiri mereka.

"Maaf tuan, ada apa?" tanyanya sopan. Khaizan melirik kearah perawat itu.

"Dokternya siapa?"

"Oh Dokter Deasy, tuan ada perlu apa dengan beliau, biar saya sampaikan."

"Panggil dia!" pintanya membuat perawat itu terkejut, namun ia mengembalikan ekspresinya untuk tetap profesional.

Khaizan berdecak kesal, melihat perawat itu tak kunjung bergerak dari tempatnya. "Apa telinga lo tuli? Cepat panggilkan dia!" sentaknya membuat perawat itu langsung berlari keluar.

Pria itu berjalan kembali mendekati jendela besar sambil memakan kacang-kacangan dengan santai. Lalu ia melirik kearah pintu saat seseorang menggedor pintu kamarnya. "Anda memanggil saya tuan?"

Khaizan mengangguk lalu menatap dokter itu dengan tatapan datar. "Kalau istilah dalam bahasa medis kalian euthanasia kan? Aku ingin Papaku ini disuntik mati!" pintanya membuat dokter itu terkejut.

"Tuan, maaf tapi itu melanggar kode etik kami. Kami tidak dibenarkan mengakhiri hidup pasien secara sengaja,"

"Itu bukan urusan gue, yang jelas lakukan apa yang gue minta. Jangan buat gue ngomong dua kali!" ancamnya lalu dengan sengaja melempar vas bunga yang ada diatas nakas tepat disamping dokter itu dan pecah setelah membentur dinding.

Dokter itu syok bukan main, tidak menyangka ia menghadapi orang yang berhati dingin dan menakutkan ini. "A-kan saya usahakan." ucapnya gugup lalu menyuruh perawat untuk membawakan cairan suntik yang ia minta.

"Dasar perempuan menyusahkan aja, harus banget ya gue ngomong dua kali." kesalnya mengacak-acak rambutnya. Khaizan kembali melirik Papanya sambil tersenyum remeh tanpa menunjukkan ekspresi penyesalan.

"Sayang sekali, pertemuan kita cukup sampai disini. Aku udah muak liatnya semua ini. Papa berhasil merenggut dua nyawa orang yang aku sayangi, daripada buang-buang uang mending langsung dibuat mati aja ya kan?" serunya sambil tertawa renyah membuat dokter wanita itu merinding.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!