"Ada teman yang sedang saya tunggu," jawab Dara bohong. Kali saja setelah mendengar itu mereka akan pergi. Kedua pria itu celingukan dan memastikan bahwa tidak ada orang yang datang.
"Sepertinya temanmu tidak datang. Atau kau berusaha membohongi kami?"
"Ma-maaf, saya harus segera pulang," jawab Dara. Salah seorang pria itu mengulurkan tangannya.
"Anda dikenakan biaya tiket masuk, pfffttt..." ujarnya mengejek.
"Maaf, saya tidak punya uang."
Satu orang yang lain merebut tas yang ditenteng oleh Dara dan membongkarnya. Tubuh Dara yang gemetaran tak bisa melakukan perlawanan, ditambah ia harus melindungi sang putra yang masih tertidur di gendongannya.
"Apa ini? lima dollar?" protes pria Amerika itu. Memang hanya itu yang tersisa. Uang itu pun sebenarnya akan digunakan Dara untuk membeli bahan makanan karena sayurannya yang tertinggal di bus.
"Sudah kuduga, orang Asia ini miskin."
"Kalau begitu ambil saja anaknya untuk dijual ke orang Asia yang kaya." Pria bertubuh besar itu merebut paksa Noah dari gendongan Dara.
"Ja-jangann....saya mohon, jangannn," mohon Dara. Wanita itu meneteskan air mata, sang putra yang tidurnya terganggu kini memekik menangis di gendongan pria itu.
"Itu salahmu karna tak punya uang, jadi kami ambil saja anakmu!"
"Kembalikan!" Dara berusaha merebut Noah tapi apa daya, tubuhnya yang kecil tak bisa melawan pria besar itu. Ia didorong hingga jatuh tersungkur, sedangkan tangisan Noah makin keras memecah heningnya malam.
"Hentikan itu!" Seorang pria Asia tiba-tiba sudah ada di sana dan berusaha merebut anak itu dari tangan pria Amerika di depannya. Tapi pria Amerika itu tak mau menyerahkannya.
Saat itu terlintas di pikiran Dara, apakah mereka bekerja sama?
"Hey...hey...kau ini siapa? Mengapa mengganggu kami?" sungut pria Amerika itu.
"Aku temannya, yang dia tunggu," jawab pria Asia itu.
Dara terkesiap, apa pria itu sudah mengamati mereka sejak tadi.
"Ya, kau ambil wanita itu. Kami ambil anaknya," balas pria Amerika satunya sambil tertawa angkuh.
"Berikan anaknya," pinta pria Asia itu. Saat itu Dara merasa tersulut emosi.
"Apa yang kalian lakukan! Kembalikan anakku!!" wanita itu histeris.
"Hoho, tenang Nona. Si sipit ini sudah memutuskan untuk membawa anakmu, jadi kami akan membawamu."
"Tidak! Aku butuh wanita itu."
Dara menoleh, bisa-bisanya orang-orang itu mempermainkannya.
"Hooo, begitu ya...sesama orang Asia pasti punya ketertarikan satu sama lain."
"Berisik," ucap pria Asia itu yang kemudian melayangkan sebuah pukulan di wajah pria di depannya.
"ARGHHH!!! b4jingan ini tak bisa bicara baik-baik ya!" pria itu membalas pukulannya hingga memuat pria Asia itu tersungkur.
"Aaaaaa!!!" pekik Dara histeris, ia tak tahu harus bagaimana sekarang. Mungkin setelah ini mereka akan mati di tangan dua pria Amerika ini.
"TOLONG!!! TOLONG!!!" pekik Dara mencoba mencari bantuan.
Pria Asia itu tak ingin kalah, ia kembali memukul pria di depannya dan pria yang satunya. Satu pria yang sebelumnya menggendong Noah terpaksa harus menurunkan anak itu untuk membalas pukulan si pria Asia. Tapi rupanya pria Asia itu begitu lihai menghindar. Dengan gerakan yang cepat, pria itu menyambar Noah dan menarik tangan Dara.
"LARI!" pintanya. Mereka pun lari sekuat tenaga. Kedua pria Amerika yang bertubuh besar itu kewalahan mengejar karena terasa berat mengangkat tubuh sendiri.
Di sepanjang jalanan sepi, tangan pria Asia itu menggandeng tangan Dara sembari menggendong Noah. Titik-titik air mulai turun membuat kaki-kaki mereka makin cepat berlari agar terselamatkan dari rinai hujan. Di saat itu juga Dara merasa bersalah karena telah mencurigainya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dara membawa sebuah baskom berisi air hangat dan juga sebuah kain untuk kompres. Noah sudah tidur di kamarnya bersama dengan sang bibi yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Sesampainya di rumah, Dara segera memanggil sang bibi untuk mengurus Noah karena Dara harus mengurus pria Asia yang telah menyelamatkannya. Wajah pria itu babak belur. Ujung bibirnya terluka, dahinya dan pipinya lebam akibat perkelahian tadi.
"Maaf, aku menyentuh wajahmu," ucap Dara meminta ijin ketika ia mulai menempelkan kompres ke wajah pria di depannya.
Pria itu mengangguk, ia hanya menunduk dan tak banyak bicara. Sekarang pria itu memberikan kesan lain di mata Dara. Harusnya wanita itu tak menilai kebaikan seseorang dari penampilannya.
"Namaku Alexandra Meggie, kau bisa memanggilku Dara."
Pria itu mengangguk, tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Siapa namamu?" tanya Dara.
"J..."
"J?"
"J.A.Y, Jay," jawab pria itu. Ia tak memberi tahu nama panjangnya.
"Maafkan aku Jay. Aku tak bisa memberikan imbalan apapun untukmu." Selain sayurannya yang tertinggal di bus, tasnya yang berisi uang lima dollar dan sepatu robek pun sudah raib diambil pria Amerika tadi.
"Tidak apa, aku tahu kau tidak punya apa-apa," jawab Jay. Cukup konyol tapi getir juga di saat bersamaan.
Dara tersenyum tipis, setidaknya ia masih punya roti dan selai yang juga adalah hadiah dari kliennya yang lain.
"Aku masih punya makanan," ucap Dara
"Aku tidak lapar." Jay menghentikan aktifitas Dara. " Aku akan pergi setelah ini," lanjutnya.
"Kau tinggal di mana?" tanya Dara.
"Aku tuna wisma," jawab Jay. Pria itu beranjak dari duduknya dan berjalan keluar dari gubuk sederhana milik Dara.
"Tunggu, di luar hujan. Di mana kau akan tidur?"
"Aku bisa tidur di mana pun. Tak perlu khawatir, aku sudah terbiasa."
"Tapi kau masih terluka." Dara menggigit bibir bawahnya, "kau bisa tinggal di sini semalam," ucap Dara menawarkan kebaikannya.
"Serius? Kau tidak takut atau curiga padaku?" tanya Jay memastikan.
Dara menggeleng. "Kau sudah tahu aku tak punya apapun di sini. Jika kau berniat jahat, aku bisa berteriak dan meminta pertolongan dari tetangga. Lingkungan rumah kami berdekatan, berbisik-bisik saja sudah bisa terdengar oleh mereka."
"Terima kasih." Jay menunduk malu. Baru kali ini ia mendapatkan tawaran kebaikan dari orang lain.
"Kau bisa tidur di ruangan depan," ucap Dara yang kemudian masuk ke kamarnya.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membiarkannya menginap?" protes sang Bibi.
"Dia sudah menolongku dan Noah, aku sudah berhutang nyawa padanya. Lagi pula di luar juga sedang hujan."
"Tapi dia orang asing, lihat tatonya yang menyeramkan itu!"
"Bibi Kim, jangan menilai orang dari penampilannya."
"Okay, bibi anggap kau membantunya karna dia adalah salah satu orang Asia seperti kita." Wanita separuh baya itu beranjak dari tempat tidur. "Bibi harus pulang sekarang. Berhati-hatilah dengan pria itu," pintanya.
"Baik, bi. Selamat malam," jawab Dara.
Bibi Kim keluar dari kamar Dara melewati Jay yang sebelumnya berbaring. Ia bangun ketika Bibi Kim lewat karena merasa tidak enak. Sebuah lirikan sinis mengarah padanya, sehingga membuat Jay tak enak hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments