Malam ini, orang- orang yang semalam kembali berkumpul di rumah itu. Pak RT, H. Muhidin, Nizam, Ibu dan suami ibu, lalu Laela yang kembali hanya bisa tertunduk.
Dan itu atas permintaan Nizam tentunya.
Kejadian jatuh semalam dengan gadis asing itu, hanya secuil sesuatu yang ia takuti dari banyak hal yang tak boleh terjadi karena keberadaan gadis itu.
"Jadi bagaimana?" Pak RT memulai pembicaraan.
Hening Tak ada jawaban.
"Beritahu alamat adek, kami akan mengantarkan pulang!"
Semua mata tertuju pada Laela, menanti sepatah kata dari gadis itu. Namun lagi,Laela hanya menunduk belum berniat menjawab.
Pulang?
Kata yang belum ada dalam pikirannya.
"Cepetan ngomong Laela!" Nizam, rasanya kesabaran terus terkikis dengan diamnya gadis itu. Ia telah mendapat bocoran tentang nama Gadis itu dari ibu.
Sementara Laela sempat tercengang saat Nizam berani menyebutkan namanya.
"Kamu bisa tinggal untuk sementara di rumah Pak RT!" Pinta Nizam, itu telah ia bicarakan pada Pak RT tadi di masjid. Dan beliau menyanggupi.
"Gimana kalo Pak RT suka aku terus mau jadikan aku istri ke duanya?" Pertanyaan yang entah kenapa bisa terpikirkan oleh gadis itu.
Over confident!
"Ya udah, kamu numpang di rumah Pak Haji saja!" Nizam juga telah meminta ijin terlebih dahulu pada Pak Haji Muhidin tadi, dan beliau turut menyanggupi.
Memandang Pak Haji Muhidin yang turut tersenyum, Nizam mengangguk sopan.
"Gimana kalo Pak haji suka juga suka sama aku terus mau poligami dan bu haji ijinkan?" Laela turut melirik pria bersorban itu.
"Otak kamu miring?" Nizam.
Kekesalan sudah diatas ubun-ubun. Bukannya hanya menjatuhkan fitnah padanya. Gadis asing itu ternyata turut menyebut Pak RT dan Pak Haji. Orang-orang terpandang di daerah mereka.
Menghembusakan napas keras.
Di sini masih ada mereka, tak elok rasanya jika tak bisa menahan emosi sedikit saja.
"Kita nggak bisa begini terus! Kamu cewek, sementara aku cowok nggak bisa terus berada dalam satu atap. Haram
hukumnya!" Tegas Nizam.
"Meski kamu telah meniduriku?" Laela berbicara secara gamang, kepala masih menunduk menunjukkan raut malu.
Apa tadi?
Menidur!?
Siapa?
"Apa?"
"Maksud kamu?"
Pertanyaan yang menandakan ketidakpercayaan dari mereka.
Semua mata membola penuh.
Memandang ke arah Nizam yang turut membolakan mata dengan kepala mengeleng-geleng tak menerima perkataan gadis kota itu.
Pandangan beralih pada sang gadis yang terlihat menunduk seperti ketakutan.
Laela mengangkat wajah menatap satu persatu orang yang dalam forum Sederhana itu.
Semua mata tertuju padanya.
Nizam bahkan menatapnya dengan amarah.
" Apa maksudmu?" Pria itu bertanya dengan nada yang meninggi.
"Kamu menidvriku di situ," Laela dengan tangan menunjuk ke arah pintu kamar Nizam, tempat mereka jatuh semalam. Dengan cepat kembali menundukkan kepala. Nyalinya ciut seketika, tapi mau bagaimana lagi. Ia
ingin tetap bertahan di rumah ini.
Maaf, dalam hati berguman.
"Kamu bicara apa?" Lagi, Nizam dengan nada yang meninggi, pria itu telah berdiri dari duduknya menandakan emosi telah berada di ubun-ubun.
Kehadiran pada tetua tak lagi mampu menahan emosinya.
"Tadi malam. Kamu,.... " Laela kembali tertunduk dan pembicaraan yang menggantung.
"Di situ, ...." Tangan kembali menunjuk ke arah yang sama. Setelah itu wajah kembali tertunduk menunjukkan
rasa malu dan takut. Gadis itu sedang melakukan perannya dengan baik.
Sialnya, seluruh mata memandang ke arah kamar, bukan pintu kamar.
" Maksud kamu apa? Aku tidak melakukan apa-apa?" Bela Nizam.
Kini semua tatapan tertuju pada pria itu.
Ada rasa tak percaya, di saat pria yang kadang menjadi imam shalat di kampung mereka dituduh seperti itu.
Namun korban kini di depan mata, berbicara dengan rasa takut dan malu. Lantas siapa yang akan mereka percaya?
Ibu hanya bisa menggeleng menunduk. Hatinya masih besar pada Sang putra. Gadis yang telah Ia tolong ini tengah memfitnahnya.
"Buuuu, aku nggak berbuat apa-apa." Nizam Tengah memohon sebuah kepercayaan.
"Kamu bahkan telah menciumku." lagi suara itu kembali mengagetkan mereka.
"Bu, ...."
"Bu, aku nggak sengaja." Kalimat itu justru seolah membenarkan semua tuduhan gadis asing itu.
Semua orang terlihat menghembuskan napas berat. Seolah satu pertanyaan telah terjawab dengan sangat jelas.
Antara Nizam dan gadis itu, mereka telah mendapatkan kebenaran.
Bapak menghempaskan punggung ke sandaran sofa," Nikahi dia!"
Bagai sambar petir, Nizam tak mampu membantah perintah bapak. Terdiam mematung dengan mulut yang terbuka lebar
Sebagai seorang pria, pernikahan bukanlah sebuah permainan.
Ia menginginkan wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak, adalah wanita baik-baik.
Yang akan mengajarkan anak-anak mereka tentang kehidupan, agama, dan segala yang baik-baik.
Bukan gadis asing, yang telah Ia tolong dan justru memfitnah dirinya seperti ini.
Bukankah orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya?
"Malam ini aku nggak mau tahu, kamu harus keluar dari rumah ini. Ke mana saja, terserah!" Nizam tegas, tak ingin lagi terpedaya dengan gadis asing itu. Entah bagaimana akhirnya nanti ia tak perduli.
"Terus aku mau tidur di mana?" Laela bingung sendiri.
"Terserah! Mau dikolom jembatan kuning juga gak jadi masalah. Aku gak peduli. Yang jelas kamu pergi jauh-jauh dari hidupku!"
"Untuk sementara kamu boleh tinggal di rumah ku." Pak RT menengahi, masih bertutur ramah.
"Bagaimana jika Pak RT juga menyukaiku?" Laela.
Semua melongo mendengarkan perkataan gadis asing itu. Terlalu percaya diri, bahkan sangat-sangat percaya diri.
" Apakah kamu telah menikah?" Pertanyaan itu terdengar dari Pak RT, tentu saja untuk sang gadis.
"Belum, saya baru lulus SMA." Suara lirih yang terdengar seperti sedang ketakutan.
"Baiklah, beri tahu di mana orang tuamu tinggal. Kami akan membicarakan ini pada keluargamu." Lanjut Pak RT.
" Saya anak pak dusun ulubaka." Suara masih pelan, namun terdengar mantap untuk seorang yang ketakutan.
Entah setelah ini ia akan menghadapi apa lagi, pasrah saja lah.
"Oalaaaa, anak pak Dusun toh?" Suara Lega dari Pak RT. " Ya udah tinggal telepon aja, nomornya mungkin nggak ada, tapi tenang saja saya punya kenalan kok di sana." Mulai merogoh kocek mengambil alat komunikasi.
Mulai mengotak-atik ponselnya, mencari beberapa kenalan dari kampung sang gadis.
Ekspresi terlihat santai.
Nizam memilih berdiri, masuk ke dalam kamar. Pembicaraan ini seolah memberatkan kepalanya.
Tidur terlentang sambil memandang plafon kamar. Kenapa Tadi ia tak bisa membantah ucapan gadis itu. Padahal Ia tak pernah berbuat apa-apa.
Kemarin melupakan sebuah kecelakaan yang tak disengaja. Tapi Gadis itu membuat seolah menjadi berat dan harus di hukum.
Apa benar, hanya karena tak sengaja mencium Pipi sang gadis Ia harus bertanggung jawab. Kalau tanggung jawab apa Yang harus ia lakukan. Bukan Sampai menikah kan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments