Laela masih mengepel lantai rumah, saat Nizam kembali masuk ke rumah setelah menaruh rak-rak telur di teras rumah.
Hanya menatap sekilas, Nizam kembali melangkah menuju ke kamar mandi dalam dengan handuk yang ia tenteng.
Laela dan ibu kini menikmati pagi dengan masing-masing teh hangat dan sepiring ubi jalar goreng di teras rumah, saat Nizam kembali muncul dari dalam rumah.
Kali ini penampilan Nizam kembali berbeda. Seragam orange melekat di tubuh jakungnya. Sabuk hitam lebar di pinggang menyempurnakan penampilan.
Wangi parfum kembali tercium.
Duduk di tepi teras, memudahkannya menggunakan sepatu larasnya.
Dari tulisan yang tertera di belakang punggung Nizam, Laela tahu jika pria itu termasuk dari salah satu tim pencari-cari orang.
Nizam berdiri gagah membelakanginya, menepuk-nepuk seragam sendiri, pagi ini dia bersiap untuk kembali bekerja.
Menghampiri sang ibu guna meminta Restu terlebih dahulu.
Laela turut berdiri, padahal Ia tak dibutuhkan saat ini. Hanya ingin menikmati pemandangan indah di depannya.
Saat ini jantung berpacu lebih cepat. Dan pada saat Nizam berjalan tepat di hadapannya, mungkin saat itu ia sempat berhenti bernafas selama beberapa detik lamanya.
Ganteng sekali, gumamnya dalam hati.
Laela terhipnotis dengan lelaki yang beberapa kali bermetamorfosis hanya dalam waktu yang singkat.
Oh ya ampun, Apakah Laela masih Bernafas saat ini.
Nizam tak menghampiri dirinya.
Memang dia siapa?
Semakin bertambah keren saja, saat pria itu menaiki motor merah NMAN-nya.
Bunyi klakson, mengiringi kepergian pemuda tampan itu.
Hati sempat melakukan protes, harusnya kemarin ia ditolong oleh pria tampan ini. Bukan pria dengan pakaian buluk dan motor bututnya.
Pufffftttt.
Hembusan keras terdengar, Laelapun langsung membuang tubuh kembali ke kursinya. Mungkin wajahnya saat ini telah putih pucat, terlalu lama menahan nafas terhipnotis dengan pria gagah tadi.
"Kamu kenapa?" tanya ibu yang dalam pandangannya Laela seperti ketakutan saat melihat Nizam.
"Gak,... Nggak papa Bu." ucapnya masih berusaha mengatur nafas. Ditanya tiba-tiba seperti itu, jelas membuatnya gelagapan sendiri.
"Jadi bagaimana?" Ibu hendak membahas tempat tinggal Laela saat ini. Bukan maksud hendak mengusir, tapi,....
Tapi Tak Mungkin ia terus menampung Gadis itu di rumah ini. Ia memiliki seorang pria lajang, tak baik bagi mereka untuk tetap tinggal bersama dalam satu rumah.
Benar kata Nizam, mereka berdua tak boleh tinggal dalam satu atap.
Laela tertunduk, Ia tahu maksud ibu namun iya pun tak tahu apa setelah ini.
Kali ini ibu yang menghembuskan nafas pelan. Mungkin ia harus berbicara kembali dengan Pak RT. Semalam ibu meminta menampung gadis ini di rumahnya hanya satu malam saja.
Membahasnya pun Ibu enggan, takut jika Laela kembali berpikir untuk bunuh diri seperti kata Nizam.
\==========
"Assalamualaikum!" Ucapan itu terdengar saat tapak kaki terdengar menapak secara tergesa-gesa.
Nizam, pria itu baru saja pulang bekerja masih dengan seragam orangenya yang menampakkan kegagahan berlipat dari pria itu.
Terus melangkah menuju ke dapur, menuang air putih, lalu duduk sambil menghabiskan air minumnya. Laela hanya bisa mengamati, masih dengan jantung yang berdegup kencang.
Tanpa sadar tatapan gadis itu fokus pada jakung yang menelan. Hanya memandang itu saja, ia juga turut menelan salivanya.
Pandangan masih saja terus fokus pada pria itu hingga Nizam masuk ke kamar, kembali keluar dengan penampilan buluknya.
Ck, Laela tak suka penampilan Nizam yang seperti ini.
Kali ini pria itu kembali menggunakan motor bebek bututnya.
Dan kali ini pria itu berpenampilan minus minus minus.
Nggak cakep! Nggak ganteng! Nggak gagah!
Laela mengumpat dalam hati.
Dan kembali sebelum maghrib. Tentu saja dengan bawaan rak telurnya.
Lagi pria itu keluar kamar dengan menggunakan baju, koko sarung dan peci. Penampilan yang hanya sebentar bisa Laela nikmati.
"Zam, Bu Ida minta dibawakan telur lima rak. Sama pak Andi juga minta di simpankan telur juga buat nikahan Ririn bulan depan." Pembicaraan ibu mampu menghentikan langkah Nizam yang terburu-buru itu.
"Pak Andi mau berapa rak memangnya?" Menepuk-nepuk sarungnya sendiri.
Di sini Laela mampu menikmati pandangan indah itu sedikit lebih lama.
"Aduuuh gak tau, katanya sih suruh stokkan yang banyak, takut kehabisan katanya."
"Iya deh, nanti Nizam aja yang singgah ke rumahnya." Kembali melangkah dengan kaki lebarnya.
Nizam selalu saja terburu-buru.
Laela masih mengikuti pria itu dengan pandangan matanya.
Ah, malam sebentar ia masih bisa menikmati penampilan pria itu. Duduk bersama di meja makan, meski tanpa katapun tak apa.
Rasanya Ia enggan untuk pergi dari rumah ini.
Mungkin karena Nizam yang menjadi objek cuci matanya atau karena ibu yang tetap tenang dan hangat menerima keberadaannya.
Ia masih ingin di sini, lebih lama lagi. terlebih ia belum puas menikmati penampilan Nizam saat- saat gantengnya pria itu.
Tapi bagaimana caranya?
Alasan apalagi yang harus Iya utarakan agar bisa diterima di sini.
Otaknya jungkir balik masih memikirkan apa lagi setelah ini.
Pulang ke rumah pun, keadaan belum stabil.
Ia mungkin akan tetap dinikahkan dengan pria di staff Kelurahan pilihan ayahnya.
Sayangnya pria itu ternyata kekasih dari sahabatnya sendiri.
"Jangan belajar jadi pelak0r!"
Kalimat itu yang membuatnya tersinggung.
Ia tak pernah berniat jadi pelak0r. Kepercayaan diri masihlah tinggi untuk bisa mendapatkan pria single, tampan dan mapan seperti,.... Nizam contohnya.
Oh, apa yang ia pikirkan saat ini?
Nizam.
Nizam.
Nizam.
Nama itu tiba-tiba saja memenuhi hatinya.
Laela seolah ingin menggapainya. Tapi bagaimana caranya?
Bertukar sapapun, mereka jarang.
Bahkan hari ini meskipun beberapa kali saling bertemu tak ada kata yang terucap meski hanya say hello.
"Magrib dulu!"
Sapaan lembut namun mampu menghentakkan tubuhnya. Membuyarkan lamunan panjang dengan angan selangit.
Pandangan ibu sedikit berbeda saat ini. Tahu jika gadis asing ini sedari tadi memperhatikan putranya dengan mata yang hampir tak terpejam.
Pandangan yang menyiratkan tentang sebuah kekaguman pada sosok pria dewasa.
Rasa takutpun muncul. Benar mereka tak boleh membiarkan gadis ini tinggal satu atap bersama putranya terlalu lama.
Duduk bersimpuh dengan ibu setelah usai melaksanakan shalat magrib yang hanya berdua. Dengan tangan yang menengadah ke atas. Dalam doanya, gadis itu sempat menyebutkan nama Nizam.
Nizam.
Nama itu kembali menjelma.
Rasanya ia ingin memiliki pria itu.
Rasanya ia ingin agar tetap tinggal di sini.
Tumben-tumbenannya gadis itu bersimpuh lebih lama. Biasanya setelah salam, dengan gerakan cepat ia telah berdiri, kembali meraih ponsel dan bermain sambil berbaring di tempat tidurnya.
Itupun setelah ibunya riuh menyuruhnya shalat.
Ck, mungkin semua ibu-ibu seperti itu yah, riuh sendiri?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments