Tak Seindah Mimpi Nur Laela
"Kita nggak bisa begini terus! Kamu cewek, sementara aku cowok nggak bisa terus berada dalam satu atap. Haram hukumnya!" Tegas Nizam.
"Meski kamu telah meniduriku?" Laela berbicara secara gamang, kepala masih menunduk menunjukkan raut malu.
Apa tadi?
Menidur!?
Siapa?
"Apa?"
"Maksud kamu?"
Pertanyaan yang menandakan ketidakpercayaan dari mereka.
Semua mata membola penuh.
Memandang ke arah Nizam yang turut membolakan mata dengan kepala mengeleng-geleng tak menerima perkataan gadis kota itu.
Pandangan beralih pada sang gadis yang terlihat menunduk seperti ketakutan.
Laela mengangkat wajah menatap satu persatu orang yang dalam forum Sederhana itu.
Semua mata tertuju padanya.
Nizam bahkan menatapnya dengan amarah.
" Apa maksudmu?" Pria itu bertanya dengan nada yang meninggi.
"Kamu meniduriku di situ," Laela dengan tangan menunjuk ke arah pintu kamar Nizam, tempat mereka jatuh semalam. Dengan cepat kembali menundukkan kepala. Nyalinya ciut seketika, tapi mau bagaimana lagi. Ia
ingin tetap bertahan di rumah ini.
Maaf, dalam hati berguman.
"Kamu bicara apa?" Lagi, Nizam dengan nada yang meninggi, pria itu telah berdiri dari duduknya menandakan emosi telah berada di ubun-ubun.
Kehadiran pada tetua tak lagi mampu menahan emosinya.
"Tadi malam. Kamu,.... " Laela kembali tertunduk dan pembicaraan yang menggantung.
"Di situ, ...." Tangan kembali menunjuk ke arah yang sama. Setelah itu wajah kembali tertunduk menunjukkan
rasa malu dan takut. Gadis itu sedang melakukan perannya dengan baik.
Sialnya, seluruh mata memandang ke arah kamar, bukan pintu kamar.
" Maksud kamu apa? Aku tidak melakukan apa-apa?" Bela Nizam.
Kini semua tatapan tertuju pada pria itu.
Ada rasa tak percaya, di saat pria yang kadang menjadi imam shalat di kampung mereka dituduh seperti itu.
Namun korban kini di depan mata, berbicara dengan rasa takut dan malu. Lantas siapa yang akan mereka percaya?
Ibu hanya bisa menggeleng menunduk. Hatinya masih besar pada Sang putra. Gadis yang telah mereka tolong ini tengah memfitnahnya.
"Buuuu, aku nggak berbuat apa-apa." Nizam Tengah memohon sebuah kepercayaan.
"Kamu bahkan telah menciumku." lagi suara itu kembali mengagetkan mereka.
"Bu, ...."
"Bu, aku nggak sengaja." Kalimat itu justru seolah membenarkan semua tuduhan gadis asing itu.
Semua orang terlihat menghembuskan napas berat. Seolah satu pertanyaan telah terjawab dengan sangat jelas.
Antara Nizam dan gadis itu, mereka telah mendapatkan kebenaran.
Bapak menghempaskan punggung ke sandaran sofa," Nikahi dia!"
Bagai sambar petir, Nizam tak mampu membantah perintah bapak. Terdiam mematung dengan mulut yang terbuka lebar
Sebagai seorang pria, pernikahan bukanlah sebuah permainan.
Ia menginginkan wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak, adalah wanita baik-baik.
Yang akan mengajarkan anak-anak mereka tentang kehidupan, agama, dan segala yang baik-baik.
Bukan gadis asing, yang telah Ia tolong dan justru memfitnah dirinya seperti ini.
\=====
Roda-roda kecil bergelinding berputar, bekerja keras mengikuti medan yang dilalui. Batu kerikil, pasir, atau tanah basah yang akan menempel dan semakin memberatkan perputaran. Beruntung mereka saat mendapatkan jalanan beraspal, setidaknya beban untuk berputar sedikit ringan dan rata.
Koper besar berwarna merah muda itu tertarik mengikuti arus penariknya.
Koper yang sebenarnya ia siapkan untuk nanti, jika bepergian dengan pesawat.
Pernah bermimpi jika koper itu tengan ditariknya di atas lantai bertehel putih yang mulus dan licin, sambil menunggu panggilan terbang, bandar.
Mungkin ia lupa jika dirinya bertempat tinggal di sebuah kampung.
Mau berkunjung ke luar kota menggunakan pesawat, tapi tak tahu kerabat mana yang hendak ia tandangi
Dan kini seorang gadis berjalan tak tentu arah, hanya terus berjalan.
Blus biru langit dipadu dengan celana kulot berwarna coklat susu menyiratkan jika dirinya seorang wanita kantoran. Terlihat lebih meyakinkan dengan pantofel high heels hitam mengkilat yang ia gunakan.
Jangan tertipu dengan penampilan.
Nyatanya gadis itu baru saja menyelesaikan ujian sekolahnya di tingkat Menengah Atas. Penugmuman kelulusanpun belum ada di tangan.
Bermimpi jika suatu saat nanti ia akan bekerja di kota, di dalam gedung yang tingginya meter meter dan jumlah lantai berlapis-lapis. Dan ia harus belajar mulai dari sekarang, dengan penampilan yang seperti ini.
Mentari di ufuk Barat, sedikit lagi hendak masuk ke peraduan. Membuat suasana pegunungan semakin terasa dingin.
Gadis itu terhenti di Jembatan Kuning, memandang ke bawah arus Sungai yang lumayan deras, mungkin saja langsung menyeret tubuhnya jika nekat meloncat ke sana.
Kedua tangan kini berpegangan pada teralis, koper besar berwarna pinknya berdiri di samping tubuh.
Masih dengan pandangan yang sama, menikmati arus sungai. Otaknya kini telah berpikir ke mana lagi kaki akan melangkah.
Hari sudah menjelang malam, ia harus secepatnya mendapatkan tempat berteduh guna menghabiskan malam ini. Esok akan menjadi pemikiran baru untuknya.
Dari arah sana, seorang pria dengan motor butut melaju melambat saat memandang gadis yang berdiri menatap aliran arus sungai dengan sangat tenangnya.
Gadis itu ingin terjun ke bawah, begitu yang ada di pikirannya.
" Oi ngapain?" Tanyanya dengan suara yang sedikit kencang. Motor telah berhenti tepat di belakang sang gadis.
Gadis itu hanya menoleh sebentar, kembali meluruskan kepala lalu menunduk memandang ke arah bawah sana lagi.
"Di bawah ada buayanya. Sakit loh kalau digigit. Mau kaki kamu buntung? Cobain aja!" Ucapnya dengan nada ketus. Baginya, orang yang bunuh diri adalah orang yang ber-pemikiran d@ngk@l.
Setelahnya, motor butut kembali melaju.
Tak peduli dengan gadis yang di sana. Mungkin setelah mendengarkan ancamannya tadi, Gadis itu akan berpikir keras untuk melompat ke bawah.
Dari spion motor, melirik ke arah belakang. Gadis itu masih terdiam menikmati pemandangan arus sungai yang lumayan deras.
Bagaimana jika gadis itu tak mengindahkan ancamannya?
Separuh hati merasa cemas, jika esok ia mendengar kabar seorang gadis ditemukan di pinggir sungai tak bernyawa, maka selanjutnya ia akan menjalani hidup dan penyesalan. Menyesal karena tak berupaya menghentikan aksi gadis di sana.
Membelokkan setir motor dengan hati-hati. Sepotong papan direntangkan pada border motor. Di sisi kiri kanan diletakkan rak-rak berisikan telur dan jumlah yang sama, kedua kaki menjadi penyeimbang.
Kembali melajukan motor ke arah gadis di sana.
Memilih meninggalkan motor di tepi jalan, dengan dirinya yang mendekati gadis yang terlihat masih merenung itu.
"Kamu kenapa?" Tanyanya, kali ini suara dilembutkan sedikit, ingin bernegosiasi.
Menatap ke arah samping, koper berdiri tempat di samping sang gadis. Gadis ini mungkin dari kota, pikirnya.
"Magrib-magrib gini biasanya setan pada keliaran cari mangsa. Makanya anak-anak semua dipanggil masuk ke rumah biar nggak dimakan sama setan." Merinding sendiri saat mengucapkan kalimat itu.
Bukan merinding karena takut pada setannya.
Ia meyakini tak ada setan yang akan makan orang, mitos itu hanya diperuntukkan untuk anak menakuti anak-anak saja.
Tanpa ia sadari, Laela mungkin termasuk dalam golongan anak-anak yang takut setan.
Bahkan sangat hafal dengan mitos yang baru saja ia dengarkan itu. Setan akan mengganggu lebih dahsyat di waktu magrib.
Laela menoleh, menatap ke arah sang Pemuda.
Tinggi tubuhnya bagus namun tidak dengan penampilan. Dekil dan b@u, bahkan sejauh ini aroma tubuh pria itu sudah terandus oleh Indra penciumannya. Nggak banget deh, pikirnya.
Namun berbeda dengan sang pria, tak ada jalan lain untuk menyelamatkan garis itu kecuali membawanya menjauh dari Jembatan Kuning itu.
Di mana akan ia tempatkan, nanti saja pikirnya.
Terlanjur mendekati sang gadis. Bagaiman jika ada yang melihatnya? Lalu ternyata gadis itu memilih melompat ia akan menjadi saksi atau tersangka utama. Sebab dirinya menjadi orang yang terakhir kali bersama sang gadis.
"Ayo!" Membalikkan badan, siap untuk pergi.
Sang gadis kembali meluruskan kepala setelah meliriknya hanya sekilas. Tidak berpengaruh ternyata.
"Kamu mau ketemu sund3l bolong? Di sini gak ada orang lain selain kita. Aku udah mau pulang mau ikut gak?"
Lagi tak ada respon dari sang gadis.
Ck, batu benar.
Dengan perasaan kesal mulai mengambil alih koper besar sang gadis, berat juga.
Sedikit bingung akan ditaruh di mana tas besar itu. Tak ada tempat lain kecuali di jok belakang. Biarin Gadis itu sempit-sempitan dengan koper besarnya.
Sama kesalnya, Laela akhirnya mengikuti pinta pria itu.
Hari Mulai malam, Ia butuh tempat setidaknya untuk melindungi tubuh dari rasa dingin yang mulai merasuk.
Di belakang, tak hentinya gadis itu menggerutu pelan.
Tangan kiri berguna menahan kopernya agar tak melorot. Tahan kanan perpegangan pada motor agar tubuhnya yang tak melorot.
Sesekali bergerak pelan, tempat duduk yang ia dapatkan hanya bisa menampung bokongnya sebagian. Ck, sempit sekali.
Belum lagi harus menahan napas.
Aroma tubuh dengan sedekat ini semakin tercium. Bukan bau keringat, tapi, ...?
Sesekali menghadap ke belakang demi menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Harusnya iya tak berjalan ke arah sini, daerah pegunungan. Harusnya ke arah sana, di belakang sana jalan menuju ke kota.
Dan di kota, ia akan ditolong oleh seorang CEO tampan.
Seperti mimpi wanita-wanita lainnya yang mendapatkan seorang pria dari kalangan atas, misalnya direktur atau pemilik perusahaan terbesar di kotanya.Laela pun ingin seperti itu.
Dan akan menjadikannya seorang pelayan lebih dulu sebelum mempersunting dirinya menjadi istri kesayangan.
Menggunakan mobil mewah, bukan motor butut seperti yang ia naiki sekarang.
Ah mimpi. mimpi yang sangat indah bukan?
Sebagian dari kalian pasti memimpikan itu juga kan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments