Bab 5

"Saya lagi ngecek kerjaan kamu aja. Oh iya, ini nanti data pegawai sekalian di print ya. Soalnya untuk saya masukkan ke dalam peserta family gathering," jawab Hendra sambil menunjuk ke arah monitor, lalu berdiri. "Silahkan, mau duduk kan?" tanyanya sambil mempersilahkan.

"Iya Pak, baik. Terima kasih."

Karin duduk kembali di kursinya lalu melanjutkan pekerjaannya, karena waktu lima menit yang tersisa itu begitu berharga baginya. Kini otaknya sedang berkonsentrasi penuh.

Hingga lima menit kemudian. Karin menyimpannya lebih dulu, kemudian mengeluarkan file-file yang tadi sempat ia buka. Setelah semua data telah dipastikan aman, Karin mematikan komputer tersebut sambil membereskan meja kerjanya.

Dilihatnya para pegawai di dalam ruang inti kantor telah beranjak satu per satu dari tempat duduknya. Setelah memastikan komputer telah mati, Karin segera pergi ke ruang kantin.

Setibanya di sana, ternyata para pegawai telah hampir memenuhi sudut ruang kantin tersebut. Karin berdiri di bagian paling belakang, dia bahkan sedikit mengangkat jari kakinya supaya bisa melihat Vian dari tempatnya berada.

Kirain pak bos udah ada, ternyata belum ada sama sekali, ngaret ini pasti. batin Karin, berdiri normal kembali. Menyimpulkan kedua tangan di pertengahan paha dan menunggu kedatangan Vian, sama seperti yang lainnya.

Tak disangka oleh Karin sebuah tangan menarik tangannya hingga terbawa ke barisan paling depan bagian samping. Mutia yang melihat itu merasa kaget dan tidak menyangka sama sekali. Padahal itulah yang telah lama dia idamkan.

Segera dia merapat ke samping Karin sambil memberi senggolan pada lengannya. Karin seketika menoleh, dia sendiri masih terpaku atas perlakuan Vian padanya.

"Karin, kayaknya pak bos suka deh sama kamu," bisik Mutia sambil tertawa cekikikan. Namun Karin hanya mengerutkan keningnya.

Gak mungkin. Ini pasti pertanda bahaya darinya. batin Karin berprasangka.

"Jangan ngadi-ngadi Bu. Dia udah punya istri," jawab Karin yang juga berbisik pada Mutia sambil menutupi mulutnya dengan sebelah telapak tangan.

"Sudah ngobrolnya semua?" tanya Vian yang seakan bertanya pada semua pegawai yang ada di hadapannya. Padahal lirikan matanya tertuju pada Karin yang sedang bersama Mutia.

Seketika ruang kantin itu hening.

"Baik, selamat sore semuanya," sapa Vian dengan logat bule yang masih kental namun sudah lancar berbahasa Indonesia.

"Sore!" seru semua pegawai.

"Langsung saja karena waktunya tidak banyak ... saya akan menginfokan kalau akhir bulan ini kita akan pergi bertamasya bersama dengan kata lain family gathering. Untuk tempat acara pastinya nanti akan diinfokan kembali lewat Hendra, sekertaris saya atau mungkin bisa dibantu juga dengan Karin untuk pendistribusian hal-hal yang terkait dalam acara tersebut. Saya rasa itu saja sih, atau ada pertanyaan lain?"

Wajah tampan blasteran Inggris-Jerman itu memang sangat indah bila dipandang mata. Apalagi dengan logat bahasa Indonesianya yang sangat lancar, menjadi daya tarik tersendiri untuk seorang bos besar. Bukan hanya itu bola mata coklat serta tubuh yang tinggi serta berotot, membuat Vian tampak seperti laki-laki sejati. Yang mungkin tidak sedikit dari mereka semua yang hadir berusaha menerka-nerka perlakuannya ketika di rumah.

"Pak!" panggil salah seorang pegawai, mengangkat tangan dari barisan tengah lalu maju ke depan supaya terlihat oleh Vian.

"Iya silahkan."

"Untuk family gathering sendiri acaranya selama berapa hari? lalu kalau misalkan ada orang tua atau adik yang tercantum dalam satu keluarga dengan keluarga saya dimana sudah ada istri dan juga anak, apa boleh ikut?"

"No, just your family. Selain itu tidak. Only you, your wife and maybe ... anak-anak kalian. Paham?"

"Oh iya Pak saya sudah paham, terima kasih." Pegawai pria itu kembali ke barisan tengah seperti semula.

"Ada lagi yang ingin ditanyakan?"

"Tidak."

"Okay, saya akhiri. Hati-hati dijalan dan selamat sore. Sampai bertemu esok hari."

Setelah semua telah membubarkan diri untuk menuju mobil jemputan mereka masing-masing, berbeda dengan Karin yang memilih kembali ke mejanya untuk merapihkan dokumen yang masih belum tersusun dengan benar.

Sampai langit sudah semakin petang, Karin pun baru selesai. Akan tetapi, sejak tadi ia sama sekali tidak melihat Vian pulang melewati lobby.

Dengan rasa penasaran, Karin memeriksa kembali ke dalam ruang inti kantor, memastikan sudah tidak ada orang di sana. Namun ketika melewati ruang kerja Vian, dia mendengar suara pak bosnya itu sedang berbicara serius dalam sambungan teleponnya.

Ingin rasanya mengetuk pintu itu, tapi Karin urungkan karena sebentar lagi malam pun tiba. Ia harus segera pulang dan beristirahat. Karin berjalan kembali ke mejanya untuk mengambil tas yang ada di dalam laci. Namun baru saja melangkah, tiba-tiba saja ia mendengar suara gebrakan meja yang cukup kencang.

BRAK!!!

Karin langsung berbalik arah dan segera membuka ruang kerja Vian dengan raut wajah yang sangat panik.

"Pak Vian gak apa-apa?" Napas yang dikeluarkan oleh Karin sampai tersengal-sengal, seketika seolah berhenti mendadak saat mendapat lirikan yang sangat tajam melebihi tajamnya pedang samurai di negeri tirai bambu. "Ma--maaf Pak." Ia menutup pintunya kembali dengan sangat hati-hati. Terlebih detak jantungnya sangat cepat.

Gila, gila. Kerasukan setan apa itu bos. Serem banget sih. Ngeri banget gue, pulang ah!

Secepat kilat pintu terbuka kembali lalu tangan Karin di tarik oleh Vian dan membawanya masuk ke dalam ruangan.

"Aaaaah!" Karin berteriak lalu berhenti saat Vian menutup pintu itu rapat-rapat. "Bapak mau ngapain?" sentaknya dengan degub jantung yang semakin cepat, terlebih tubuh Karin disandarkan pada dinding dan kedua lengannya ditahan sebuah cengkraman oleh tangan Vian. Karin meringis kesakitan.

Vian langsung memejamkan mata lalu melepaskan cengkramannya dari lengan Karin. Sebelah tangannya berkacak pinggang, sedangkan yang satunya lagi memijit keningnya. Dia tampak sangat kacau setelah melakukan panggilan ditelepon beberapa saat yang lalu.

"Saya gak tau masalah apa yang lagi menimpa Bapak, tetapi alangkah baiknya diselesaikan dengan kepala dingin supaya tidak menyakiti orang lain?"

Entah kenapa Karin berani bicara seperti itu. Padahal sebelumnya ia merasa sangat takut ketika melihat lirikan Vian yang sangat tajam.

Vian menarik napasnya dalam-dalam sambil memunggungi Karin. Menghembuskannya perlahan, sampai dia berada pada titik tenang.

Sebenarnya, Vian bukanlah tipe pria yang tempramental. Akan tetapi dia hanya tegas terutama pada sebuah kedisiplinan. Karena sebuah kenyataan dan keadaan di masa lalu membuat Vian menjadi pribadi yang berbeda saat ini.

Karin hanya wanita yang baru hadir dalam kehidupannya. Jika menelisik lebih jauh, Vian mulai merasakan adanya ketertarikan pada sosok Karin. Walau usia diantara mereka cukup jauh. Bukan tidak mungkin kalau Vian, bisa jadi cinta jatuh pada hatinya.

Perlahan Vian membalikkan tubuhnya, menatap Karin dengan tatapan 180 derajat yang sangat berbeda dengan sebelumnya.

"Maaf."

Ingin mengatakan banyak hal mengenai alasan kenapa dia bisa melakukan hal tadi, namun hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya.

Karin mengangkat sedikit kepalanya, sebenarnya ia juga terpancing emosi saat mendapat perlakuan tadi dari Vian. Sebisa mungkin ia tahan, demi apa? demi supaya tidak dipecat oleh bosnya itu.

Terpopuler

Comments

💫✰✭ᵀᵀ°𝓔𝓵𝓪 𝓐𝓻𓅓 𝓝𝓛✰✭🌹

💫✰✭ᵀᵀ°𝓔𝓵𝓪 𝓐𝓻𓅓 𝓝𝓛✰✭🌹

masih menyimak😁 tapi seru

2022-11-08

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!