"Bundaaa!!" Teriak Nasya girang berlari kecil mendekati Aish yang masih berbaring di tempat tidur.
Aish sudah diperbolehkan dokter pulang setelah mendapatkan perawatan selama satu minggu dengan catatan harus banyak istirahat.
"Jalannya pelan-pelan Nasya," tegur Aish lembut lalu bangun dari tidurnya. Beberapa hari tidak bertemu Nasya membuatnya rindu dengan segala kecerewetan gadis kecil itu.
"Mbak Nacya, ati-ati kepala Ummi macih cakit!!" Tegur Key geram pada kakak sepupunya, karena Nasya yang pecicilan berpegangan pada tangan Aish saat ingin menaiki tempat tidur.
Berbeda dengan Nasya, bocah laki-laki yang lebih muda satu tahun itu terlihat berjalan santai ke arah Aish dengan wajah cool. Perangainya tidak jauh berbeda dengan sang abi, Ken.
"Kalian berdua yang hati-hati," Elvina atau yang sering disapa Nana menegur. Ibu kandung Key itu mengangkat Nasya bergantian dengan Key ke atas tempat tidur. Tempat tidur disana cukup tinggi, jadi kedua bocah itu kesulitan menaikinya.
Aish terkekeh geli mengusap kedua kepala bocah itu. "Makasih sudah tengokin Bunda," ucapnya.
"Ummi!" Ralat Key dengan ketus, tidak suka Ummi Aish menyebutkan dirinya bunda.
"Bunda!" Seru Nasya tidak mau panggilan kesayangannya diubah.
Para orang dewasa yang ada di kamar Aish itu hanya meringis melihat tingkah kedua bocah yang mulai menampakkan siapa yang harus berkuasa.
"Iya-iya, ini Bunda buat Mbak Nasya dan Ummi buat Adek Key." Aish meralat ucapannya dengan bibir yang tidak berhenti mengukir senyuman.
Kunjungan keluarga sepupunya itu tidak luput dari perdebatan-perdebatan kecil antara Nasya dan Key di tengah obrolan santai para orang dewasa.
Adnan dan Ken memang sering berkunjung ke rumah. Jadi Abi tidak pernah kesepian, selain itu para tamu Abi juga silih berganti. Sehingga rumahnya jarang sepi.
Hanya hatinya lah yang kerap sepi tidak berpenghuni. Dia yang terlihat santai dan biasa saja namun nyatanya terluka.
Sulit untuknya bersikap biasa-biasa saja ketika melihat masa lalu masih berseliweran di depan pandangan mata. Lagi-lagi Aish harus menyerah pada takdir yang sudah terlukis begitu indah oleh Sang Pencipta.
🍃
"Abi, itu Om penculik. Ngapain di sini, jangan-jangan mau nyulik Bunda!" Seru Nasya ketika mereka ingin meninggalkan kediaman Abi Zayid.
Adnan menoleh ke arah yang ditunjuk putri kecilnya. Di seberang jalan memang ada seorang pria yang sedang sibuk dengan teleponnya.
Ken menanggapi celotehan Nasya dengan kekehan, menoleh ke arah kursi penumpang belakang lalu mencubit gemas pipi keponakannya. "Ngapain di sana kalau mau nyulik, mending langsung disamperin ke rumah dan diculik."
"Abi Ken!" Rengut Nasya menepis tangan sang paman dari pipi. Kenapa selalu pipinya yang jadi kegemasan orang-orang saat bertemu dengannya.
"Mungkin kebetulan lewat sini Sayang," beritahu Adnan. Melajukan mobil setelah semua penumpang masuk.
Sementara itu pria yang posisinya ditunjuk oleh si anak kecil perempuan langsung pura-pura sedang menelpon untuk mengalihkan perhatian yang mengarah padanya. Dia memang berdiri tidak terlalu jauh dari kediaman perempuan yang ingin diselidikinya.
🍃
Setelah dua hari melewati masa pemulihan Aish kembali beraktivitas seperti biasa. Selain membantu mengajar di pesantren Abi, Aish juga mengajar di Taman Pendidikan Al-Qur'an tempat dimana Nasya dan Key sekolah.
Hari-harinya ia habiskan untuk mengajar. Mengabaikan julidnya orang-orang yang mempermasalahkan status single yang disandangnya.
"Eh Nak Aish belum ada niat mau nikah? Umurnya udah mateng loh kalau ditunda-tunda nanti susah punya anak, kan kasihan suaminya." Tanya ibu-ibu yang berpapasan dengannya.
"Emang mau nyari yang gimana sih Mbak? Jangan terlalu pemilih loh, lelaki nanti banyak yang mundur. Udah terima aja yang ngajakin nikah." Timpal ibu-ibu yang lain, Aish hanya menanggapinya dengan senyuman. Malas membuang energi untuk menjelaskan pada mereka.
"Itu ponakannya sudah besar dan lucu banget, gak ada niat mau nyusul punya anak juga."
"Kasihan Abi loh kalau Nak Aish gak nikah-nikah."
Begitulah desas-desus yang sering masuk ke telinga Aish. Ingin mengabaikan namun terkadang jadi kepikiran juga. Dia bukannya tidak mau menikah, hanya saja sampai sekarang belum ada yang benar-benar bisa membuat hatinya bergetar.
Sampai suatu hari ada yang berbicara tidak mengenakan hati saat dia sedang berada di pusat perbelanjaan bersama Nasya. Ya, Nasya-lah pengobat sepinya. Kalau keponakannya Key tidak begitu lengket padanya.
"Makanya cepat nikah Mbak, jangan anak orang terus yang diajak main. Kasihan." Celetuk seorang ibu muda yang merupakan tetangga rumahnya saat mereka berpapasan.
Aish menarik napas panjang, ingin sekali meluapkan kekesalannya pada ibu yang entah muncul dari mana.
"Nasya gak usah dengerin omongan mereka ya." Aish tersenyum menepuk puncak kepala Nasya. Ia menyayangkan orang-orang yang bicaranya tidak difilter saat ada anak kecil. Kalau hanya ia yang mendengar Aish masih bisa mengabaikannya.
"Bunda juga jangan dengerin mereka ya, mereka jahat banget ngomongin Bunda. Biarin aja Bunda gak nikah biar bisa main sama Nasya terus!" Kesal Nasya yang tidak mengerti menikah itu apa. Tapi dia tidak suka mendengar orang-orang yang membicarakan Bunda dan membuat Bunda sedih.
Gadis kecil itu menarik tangan Aish menjauh. Namun tiba-tiba orang yang berjalan di depan mereka balik arah mendadak. Membuatnya terkena hantaman jam tangan orang itu dan reflek mengaduh kesakitan.
“Aww, Bunda sakit!” Seru Nasya seraya memegangi jidatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
andi hastutty
astaga sejahat i2 omongan orang yah
2023-02-27
0