Mulan terlihat panik saat melihat arloji di pergelangan tangannya. Jam sudah melebihi tiga puluh menit dari waktu semestinya ia menjemput Rayyan. Entah bagaimana kesalnya bocah itu sekarang. Semoga Rayyan masih setia menunggunya di depan gerbang.
Setelah menukar pakaian kerjanya dengan pakaian biasa, ia segera menyambar tas tangan lalu berlari menuju luar. Namun, langkahnya terpaksa terhenti saat mendengar kata-kata bernada sindiran dari seseorang.
"Enak banget ya! Bebas keluar masuk semaunya. Pengen libur juga bisa libur seenaknya! Nggak lihat ya Neng, ini masih jam kerja? Masih banyak pelanggan yang datang. Tanggung jawab dikit, dong! Jangan sebentar-sebentar pulang sebentar-sebentar keluar. Memangnya ini restoran punya Mbah buyut kamu!"
Tangan Mulan terkepal di sisi tubuhnya. Ia menoleh ke belakang, dan mendapati Yuna tengah bersedekap dada sambil tersenyum sinis ke arahnya.
Mulan mengembuskan napas panjang. Berusaha menetralkan perasaan. Yuna bukanlah atasan atau bahkan bosnya. Posisi gadis itu setara dengan dirinya. Jadi untuk apa kata-kata pedas yang biasa terlontar itu harus diambil hati juga? Toh, bos yang sesungguhnya tak pernah mempermasalahkan itu semua.
Sikap ketus yang ditunjukkan Yuna hanyalah bentuk dari sifat iri gadis itu saja. Maklum, Mulan terkesan diistimewakan oleh pemilik restoran tempatnya bekerja. Ia diperbolehkan membawa anak saat bekerja. Bahkan diperbolehkan libur saat anaknya sedang tidak sehat.
Tentu saja hal itu menimbulkan kecemburuan sosial bagi karyawan lain, mengingat karyawan lain tidak ada yang diperlakukan sebaik dirinya. Ada aturan tegas yang diberlakukan restoran tempatnya bekerja seperti restoran-restoran lainnya. Jika ada yang melanggar, tentunya ada sanksi yang harus diberikan.
Sebenarnya Mulan ingin sekali menjawab sindiran Yuna, tetapi hal itu urung ia lakukan sebab menyadari ada hal yang lebih penting dari pada berdebat. Putranya sedang menunggu. Ia harus bergegas menuju sekolah Rayyan.
"Hey!" Yuna berseru kesal lantaran Mulan meninggalkannya begitu saja. Lagi-lagi gadis berusia 27 tahun itu gagal memprovokasi. Sambil mengamati Mulan yang terus berjalan meninggalkan dirinya, ia pun bergumam. "Dasar. Memang apa bagusnya dia dibanding aku? Sudah jelek. Murahan. Miskin, pula. Bisa-bisanya Bapak dan Ibu selalu membelanya. Apa karena sudah kena pelet kali ya?"
"Apa yang kau katakan?" Tiba-tiba terdengar suara seseorang menyahut dari arah belakang. Yuna terkejut. Gadis itu sontak menoleh lalu membeliak melihat sosok yang berdiri di belakangnya.
"Eh, ada Ibu." Yuna tersenyum kecut sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Enggak ada tuh Bu, saya nggak bilang apa-apa. Ibu salah dengar, kali."
"Kamu pikir saya tuli?" sahut wanita bernama Mira itu dengan tatapan marah.
Yuna merasa ngeri sekaligus bingung sendiri. Memang apa bagusnya Mulan itu sampai-sampai pemilik resto membela wanita itu mati-matian? Mulan benar-benar jauh di bawahnya secara penampilan dan pelayanan. Justru karena kecantikannya lah yang berhasil menarik banyak pelanggan, dan bukan karena masakan wanita itu!
Jika sudah begini, apa lagi yang bisa ia lakukan? Yuna harus pergi sebelum wanita garang tempramental ini benar-benar mengamuknya.
"Saya permisi ke belakang dulu ya, Bu. Masih ada pekerjaan yang belum saya selesaikan."
"Yuna."
Si empunya nama langsung berhenti. Wanita itu terdiam sejenak lalu berbalik badan dengan gerakan perlahan.
"Iya, Bu? Ada apa?"
"Kau ingin mendapatkan perlakuan khusus seperti aku memperlakukan Mulan?" tanya Mira dingin, sambil berjalan mendekat ke arah Yuna.
Tak ada jawaban yang gadis itu lontarkan. Hanya bola matanya yang sempat melebar penuh antusias. Namun, sesaat kemudian kembali redup lantaran harapan yang sempat mekar itu kembali bosnya patahkan.
"Kalau begitu, kau harus melakukan apa yang pernah Mulan lakukan! Apa kau sanggup?"
Seketika mata Yuna melebar, lalu kepalanya menggeleng kuat-kuat. "Ibu tidak bisa memaksa seseorang untuk menirukan orang lain, termasuk saya! Saya ini hanya wanita yang lemah dan anggun. Saya ini wanita yang sejak kecil dididik dengan lembut. Saya bahkan hanya bisa memegang spatula dan penggorengan. Bagaimana mungkin bisa melawan preman seperti Mulan yang bar-bar dan urakan."
Mira sontak menggemertakkan giginya. Bahkan di saat seperti ini Yuna masih bisa merendahkan Mulan di hadapannya. Bagaimana mungkin ia bisa terima setelah semua yang Mulan lakukan untuk dirinya!
Bukan hanya padanya, tetapi wanita berambut keriting yang memakai kaca mata tebal itu juga sangat berjasa pada restorannya. Andai Mulan tak menolongnya ketika menjadi korban tabrak lari waktu itu, mungkin dirinya tak akan berdiri di sini saat ini. Bahkan jika saja Mulan tak melawan preman yang selalu meminta pungutan liar, mungkin sejak lama resto kecilnya sudah gulung tikar.
"Dari pada membuat tekanan darahku naik lagi, mendingan kamu pergi sana! Selesaikan pekerjaanmu dengan baik ! Dan ingat." Mira menunjuk Yuna penuh ancaman. "Jangan menindas Mulan lagi jika masih ingin kerja di sini!"
"B–baik, Bu." Yuna mengangguk patuh meskipun dalam hati tak henti merutuki Mulan. Gadis berkulit kuning langsat itu kemudian berlalu meninggalkan Mira dengan langkah tergesa.
Wanita dengan rambut disanggul rapi itu hanya menggeleng tak habis pikir sambil melipat tangan di depan dada. Matanya mengawasi Yuna hingga tak nampak dari pandangannya.
***
Mulan terkesiap melihat pemandangan tak biasa di depan matanya. Tepat di depan sekolah Rayyan, banyak puing-puing kaca berhamburan. Suasana di jalan itu sangat kacau, seperti baru saja terjadi kecelakaan yang melibatkan beberapa kendaraan.
Mulan berusaha menembus kerumunan orang-orang untuk bisa mencapai gerbang sekolahan. Sayangnya pagar gerbang itu dalam keadaan terkunci rapat. Dan sosok putranya tak terlihat di sekitar sana.
"Rayyan ...." Mulan mulai panik. Pandangannya kembali mengedar mencari-cari keberadaan sang putra. Saat wanita itu berada dalam kondisi kebingungan tiba-tiba seseorang terdengar meneriakkan namanya.
"Mulan!" Wanita seusia dirinya berlari menghampiri. Dari ekspresi wajah yang ditampakkan, Mulan bisa merasakan ada sesuatu buruk yang ingin disampaikan.
"Ratna? Apa kau melihat Rayyan?" sambut Mulan dengan pertanyaan bernada cemas. Ia memperhatikan wajah Ratna dengan seksama. Semakin bertambah cemas pula dengan nada bicara Ratna.
"Rayyan, Mulan. Rayyan–" Tak bisa melanjutkan kata, Ratna justru menggigit bibir bawahnya.
Baru juga Mulan hendak mendesak Ratna, tetapi suara lain justru terlebih dahulu menyahuti dari belakang dengan lantang.
"Rayyan yang jadi penyebab kecelakaan ini terjadi!"
Tanpa dikomando, Mulan dan Ratna kompak menoleh ke sumber suara dan mendapati wanita dengan dandanan menor tengah bersedekap dada dengan jemawa.
"A–apa?" Mata Mulan membeliak tak percaya. Ia menoleh pada Ratna dan menatap wanita itu menuntut penjelasan.
"Benar, Mulan." Ratna menatap Mulan penuh sesal. Ia merasa berat, tetapi harus menyampaikan yang sebenarnya pada sang sahabat. "Rayyan yang menyebabkan kecelakaan itu."
Deg!
Dunia Mulan seperti berhenti berputar. Lututnya seperti tak kuat menopang badan. Wanita itu nyaris limbung andai saja Ratna tidak bergerak sigap menahannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments