Keesokan harinya
Pagi-pagi, baik Kasih maupun Mey sudah bersiap-siap. Mereka baru saja selesai menyiapkan sarapan pagi ala kadarnya, yaitu nasi goreng. Sementara Elvan masih terlelap, mungkin saja kelelahan akibat perjalanan jauh mereka kemarin.
Hari ini Kasih mengantar surat lamaran kerja secara langsung. Dan ia juga berniat untuk cari pekerjaan lain untuk shift malam.
"Ka, kita sarapan duluan saja. Sepertinya tidur Elvan nyenyak sekali," ucap Mey yang sudah berada di meja makan.
"Iya Mey, kasian bila di bangunkan. Aku tidak ingin dia kembali sakit, sudah cukup baginya sakit selama ini."
"Kamu benar-benar peduli dan sangat mencintainya, tanpa melihat statusnya."
Kasih tidak menjawab karena tidak tahu harus mengungkapkan bagaimana perasaannya kepada Elvan. Cinta, sayang tentu saja begitu besar yang dia rasakan untuk seorang Elvan.
"Elvan! Entah siapa nama sesungguhnya, pada saat itu aku hanya menebak-nebak saja." Cerita Kasih seraya memasukan sendok ke dalam mulutnya.
"Memangnya KTP dan lain sebagainya tidak ditemukan?"
Kasih menggeleng. "Keesokan paginya, Papa kembali ke lokasi kejadian, namun di sana tidak menemukan petunjuk apapun. Harapan Papa sebelumnya hanya ingin mengetahui siapa sosok Elvan, agar dapat menghubungi keluarganya." Kasih kembali menceritakan.
"Kasian keluarganya ya? Jika saja Evan masih memiliki keluarga. Jika di lihat-lihat dari penampilannya sepertinya Elvan berasal dari keluarga tak biasa, sangat beda dengan kita-kita."
"Entahlah Mey, apa yang kamu katakan bisa jadi, karena pada saat terakhir pakaian yang melekat di tubuh Elvan bukan label biasa," ungkap Kasih seakan tahu merek-merek barang mewah.
Mey Lingga, manggut-manggut.
Setelah sarapan mereka bersiap-siap untuk berangkat ke kantor menggunakan sepeda motor milik Mey, itupun sepeda motor kredit.
"Aku tunggu di luar ya?" ucap Mey, seakan paham.
Kasih jongkok dengan ke-dua lututnya di samping Elvan yang sama sekali tidak terusik dengan aktivitas mereka pagi ini.
"El, ayo bangun. Kamu harus sarapan," ucap Kasih dengan penuh kelembutan, mengusap wajah pria tampan itu. Namun pria itu tak kunjung juga bangun, hingga terpaksa Kasih melakukan jurus andalannya, seperti yang biasa dia lakukan. "Aku ambilkan cicak ya?"
Seketika mata tajam, namun indah itu terbuka lebar dengan wajah ketakutan. "Kamu mengerjai ku lagi?" gumamnya dengan nada serak, khas bangun tidur.
"Habisnya dari jaman bahorok aku bangunkan! Ya terpaksa dong gunakan jurus ampuh," cicit Kasih dengan bibir mengerucut. Ya, Elvan sangat geli dengan hewan reptil tersebut, bahkan biasanya dia lari menjerit bila ditemukan di dinding rumah.
"Maaf ya? Hmm, kamu cantik sekali pagi ini. Apa kalian ingin berangkat?"
"Jadi, biasanya aku jelek?" Kasih memperlihatkan wajah cemberutnya.
"Setiap saat, makanya aku jatuh cinta. Cantik luar dalam, itu poin utama."
"Gombal ah!" Kasih langsung beranjak bangkit, kemudian di susul oleh Elvan.
"Aku ikut ya? Aku jadi was-was dengan paras cantikmu, bisa saja para pria jatuh hati!"
Dahi Kasih mengernyit, kemudian wanita itu terkekeh gemes. "Hanya ada Elvan di hati Kasih, tidak ada yang lain. Ya sudah, bersihkan dirimu dan segera habiskan sarapan di atas meja. Untuk membersihkan rumah sebelah, tunggu aku pulang saja, kita akan sama-sama membersihkannya. Kamu istirahat saja, karena aku tidak ingin melihatmu sakit."
Elvan terharu dengan perlakuan dan ucapan wanita cantik di hadapannya itu. "Terima Kasih Sayang," Elvan mengusap pucuk kepala Kasih dengan perasaan haru.
"Kan, sudah aku peringati! Stop memanggilku dengan panggilan itu."
"Biar romantis, hehe!" Elvan menggelengkan kepala karena wanitanya itu begitu lucu dan polos, hanya dengan panggilan itu saja membuatnya malu setengah mati, apa lagi selebihnya mungkin saja dia jantungan. Selama ini mereka menjalin hubungan tanpa ada adegan yang berbahaya, sekedar ciuman saja belum pernah mereka lakukan.
Tin tin!
Bunyi klakson sepeda motor dari depan rumah membuat ke-duanya saling menatap.
"Baiklah, aku tinggal dulu. Jangan lupa habiskan sarapan ala kadarnya. Sayang, do'ain aku ya biar diterima." Entah apa yang merasuki Kasih hingga berani melayangkan panggilan keramat itu dengan mudahnya. Elvan membeku karena panggilan pertama kali itu.
Dengan jantung berdegup kencang serta wajah memerah Kasih berlari kecil meninggalkan Elvan yang masih bengong seraya memegang dadanya.
Dentuman daun pintu berhasil menyadarkan Elvan dari keterkejutannya atas panggilan Kasih yang menurut orang sudah biasa, namun bagi pria itu sungguh luar biasa.
Kasih menarik nafas perlahan karena tadi rasanya sulit bernafas.
"Lama, apa sih yang kalian lakukan? Hmm, apa main drama dulu?" goda Mey dengan mata turun naik. Apa lagi dia melihat wajah Kasih memerah.
"Huh, buang pikiran kotor mu! Elvan sangat sulit dibangunkan, harus ada trik! Ayo, nanti telat pula." tanpa ingin Mey memberi komentar, Kasih langsung mendekati sepeda motor.
Dalam perjalan menuju kantor, baik Kasih maupun Mey saling mengobrol.
"Jakarta padat ya Mey?"
"Bukan nama lagi, tiap saat terjebak macet, apa lagi aktivitas di pagi hari. Kadang untuk menghindari macet aku berangkat sangat pagi, sudah trauma telat karena kepala bagian kebersihan orangnya resek, seenak jidatnya saja. Padahal kan sama-sama makan gaji juganya." Ceritanya.
"Resiko Mey, jadi anggap saja pelajaran hidup. Aku sudah banyak mengalami hal buruk, malahan lebih parah mungkin dari kisah yang kamu dapatkan. Intinya sabar dan berjuang!"
Mey, mengangguk. Apa yang dikatakan sahabat baiknya itu benar, jika tidak sabar maka semuanya tidak akan berarti.
"Kamu tahu tidak? Direktur perusahaan sangat tampan loh, kamu pasti tertarik, dan aku yakin beliau akan terkesima melihatmu nanti."
Kasih hanya bisa menggelengkan kepala mendengar ucapan Mey yang menurutnya berlebihan. "Elvan, yang paling tampan luar dalam."
"Iya sih, jika dibandingkan. Elvan lebih tampan," ucap Mey, menarik kembali kata-katanya.
Jarak tempuh rumah kontrakan dengan kantor memakan waktu 15 menit. Keberuntungan terlepas dari kemacetan yang melanda di Ibu kota.
Tiba di perusahaan ternama itu, membuat Kasih tercengang. Gedung besar bertingkat puluhan lantai itu membuatnya takjub. Keberuntungan baginya dapat menginjakkan kaki.
Mey, membantu Kasih untuk mengantar lamaran. Kasih langsung di sambut dengan ramah oleh pria jangkung yang menjabat sebagai kepala kebersihan.
"Baiklah. Anda bisa langsung bekerja hari ini juga. Mey, beritahu Kasih tugas apa saja yang harus dikerjakan. Sebelum itu gantikan pakaiannya dengan seragam yang telah di siapkan di loker." Kata pria tersebut yang sering di panggil Pak Eko.
"Iya, Pak."
"Terima kasih Pak, telah menerima saya," ucap Kasih sungguh kaget atas penerimaan kerja begitu cepat, dari awal dia tak pernah menduga. Bahkan dia sudah tidak sabar memberitahu Elvan tentang kabar gembira itu.
Hari itu juga Kasih mulai bekerja, tidak sulit untuknya mengerjakan tugas diberikan, karena semua itu sudah aktivitas sehari-harinya. Hanya saja yang membedakan banyak karyawan dari kaum hawa menatap sinis dan rendah, namun Kasih tidak memperdulikan hal itu karena baginya sekarang harus sabar dan sabar.
Dua minggu kemudian
Kasih menjalani hari-harinya penuh dengan kesibukan. Tiba-tiba ada tugas yang aneh baginya. Kasih di perintahkan mengantar pesanan minuman ke ruangan Direktur, setahu mereka itu bukanlah tugas Kasih, namun jika sudah perintah tidak dapat di tolak. Eko, mengatakan bahwa yang bertugas seperti biasanya tidak masuk jari ini, makanya dipilih Kasih.
Dengan langkah gugup Kasih berjalan menuju ruang Direktur dengan tangan memegang napan berisi tiga cangkir kopi hitam dan satu cangkir teh hangat.
Ini adalah pertama kalinya Kasih memasuki area teratas, tidak sembarangan orang yang bisa masuk ke sana.
Tok tok
Kasih mengetuk pintu dengan tangan gemetaran. Wanita cantik itu berusaha mengatur detak jantungnya sebelum dipersilakan masuk.
"Masuk!" suara dari dalam semakin membuat Kasih gugup. Dengan dada gemuruh tangannya membuka handle pintu.
"Selamat siang Pak, Bu." Sapa Kasih dengan kepala menunduk.
Semua terdiam, bahkan lupa membalas sapaan tersebut. Orang-orang di dalam sana terkesima dengan paras cantik Kasih, bahkan baru kali ini tahu jika ada Office Girls secantik itu.
kegugupan Kasih semakin memuncak karena tidak mendapat balasan, namun dia paham dengan orang-orang yang tak sembarangan itu. Dengan telaten Kasih berjongkok, meletakan napan di atas meja sofa. Kemudian meletakan cangkir itu satu-persatu dengan tepat.
"Dari mana kamu tahu bahwa teh itu untukku?" tiba-tiba terlontar pertanyaan dari seorang wanita yang tepat duduk berhadapan dengan Kasih. Kasih mendongak hingga semuanya dapat melihat wajah Kasih lebih jelas.
"Saya tahu karena biasanya wanita penyuka teh," sahut Kasih kembali menunduk, namun kemudian dia kembali mendongak seperti semula ketika pandangan sekilas tadi terasa janggal.
Deg!
Mata Kasih membulat tanpa berkedip menatap seorang pria paruh yang berada di samping wanita yang baru saja bertanya tadi.
"El," batin Kasih seakan sekarang melihat bayangan wajah kekasihnya pada diri pria paruh baya yang belum dia ketahui siapa mereka semua.
"Hem hem," deheman dari pria paruh baya berhasil membuyar kesadaran dua pria yang sejak tadi tanpa berkedip memperhatikan Kasih.
"Anda, bisa kembali bekerja!" suara perintah itu membuat tatapan Kasih tersadar, dengan spontan dia kembali menunduk. Sementara ke-dua paruh baya itu membalas tatapan Kasih, merasa ada keanehan.
"Saya permisi Pak, Bu." Kasih beranjak sembari menunduk.
Usai menutup pintu tak lantas membuat Kasih berjalan, namun dia mengusap dadanya dan menghirup oksigen lebih dalam lagi. "Ini pengalaman pertama, berhadapan langsung dengan pemilik perusahaan sebesar ini." Gumam Kasih, seakan paham jika orang-orang di dalam tadi adalah pemilik dan bagian dari pemilik perusahaan ini.
Klek!
Tiba-tiba pintu dibuka hingga membuat Kasih tersentak kaget, baru saja dadanya berhenti bergemuruh.
"Maaf Bu, saya akan segera pergi," ucap Kasih dengan kepala menunduk.
"Kasih, nama indah penuh makna." Ternyata wanita paruh baya tersebut memperhatikan tag nama di baju yang dikenakan Kasih. "Ini bonus buat kamu, ambillah!" tiba-tiba tangan wanita itu mengulurkan sebuah amplop warna putih ke Kasih.
Kasih menggeleng. "Maaf Bukan, saya tidak dapat menerimanya. Saya hanya menjalankan tugas semana mestinya. Saya permisi!" dengan sopan dan tidak menyinggung, Kasih menolak pemberian itu dengan tangan mengatup. Kemudian melangkah, namun langkahnya terhenti ketika wanita itu kembali memanggilnya.
Wanita itu mendekat, kemudian meletakkan sebuah amplop tersebut di telapak tangan Kasih langsung. "Ini rezeki untukmu, ambillah. Aku akan merasa bersalah jika kamu menolaknya." Wanita itu memaksa, bahkan sengaja merendahkan dirinya. Kasih bingung harus menerima atau menolak, namun tanpa mengatakan apapun lagi wanita itu bergegas menuju pintu ruang Direktur.
"Terima kasih Bu," ucap Kasih pada akhirnya.
*
Menjelang petang
Malam ini Kasih mengajak Elvan makan di luar. Kebetulan hari ini dia gajian, gaji pertama selama kerja dua minggu. Ya, dalam satu bulan dua kali gajian.
Elvan merasa bangga sekaligus malu karena seharusnya dia lah yang mentraktir. Namun keadaan yang memaksa. Besok adalah hari dimana Elvan melamar di perusahaan yang sama.
Dengan pinjaman sepeda motor milik Mey, mereka mencari tempat yang cukup romantis. Hanya berjarak sepuluh menit dari rumah kontrakan mereka.
Tujuan mereka adalah tempat makan terbuka, dengan lapangan luas. Sangat cocok untuk pasangan kekasih. Mereka memesan makanan kesukaan masing-masing.
Di selang obrolan seputar pekerjaan, makanan yang mereka santap tidak terasa habis. Elvan menaikan alisnya dengan tatapan aneh karena sejak tadi Kasih tak lepas menatapnya begitu lekat.
"Ada apa? Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Elvan karena tak biasanya Kasih memperhatikannya terang-terangan seperti ini.
Kasih sadar, lalu menggelengkan kepala pelan seraya menyedot minumannya sebagai pengusir pikiran negatifnya.
Elvan beranjak bangkit, kemudian mengulurkan tangan dihadapan Kasih. "Kita ke sana yuk," anaknya seraya menunjuk kolam yang terdapat di area tempat makan tersebut. Dengan senyuman Kasih menurut.
Tiba di bibir kolam, mereka duduk saling berdampingan. Elvan memberanikan tangan kanannya mendekap tubuh Kasih. Tentu saja Kasih kaget, namun membiarkan tangan itu mendekap tubuhnya.
"Aku sangat mencintaimu jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku." Ucap Elvan dengan serius, entah kenapa malam ini ada perasaan aneh dan takut dalam dirinya.
Kasih tersenyum, merasa lucu mendengar apa yang dikatakan Elvan. "Aku juga sangat mencintaimu, bahkan ada ketakutan yang luar biasa. Aku takut kamu pergi begitu saja meninggalkanku El," lirih Kasih dengan mata berkaca-kaca.
"Sayang, aku tidak akan pernah pergi meninggalkanmu! Apapun alasannya. Bolehkah malam ini aku mencium mu?"
Deg!
Permintaan tak biasa itu membuat jantung Kasih ingin meledak, bahkan jari-jemarinya berubah menjadi dingin.
Elvan memberanikan menarik dagu Kasih, mendekatkan pada wajahnya hingga berjarak beberapa senti saja. "Bolehkah?" gumam Elvan masih minta izin. Kasih mengangguk begitu saja, seakan tidak dapat menahan diri.
Cup
Ciuman di bibir itu berjalan dalam hitungan detik. Tidak ingin terbawa perasaan ke-duanya menyudahi dengan jantung berdegup kencang serta wajah merah padam.
Ciuman pertama bagi Kasih, dan tidak tahu bagi Elvan
"Terima kasih ya?" Elvan mengakhiri dengan kecupan di kening Kasih cukup lama.
Besok paginya
Mey, rela berangkat ke kantor naik angkot. Bagaimanapun dia tidak tega melihat Elvan berangkat naik angkot.
Dengan paksaan Mey, baik Kasih maupun Elvan berangkat bersamaan.
Tiba di gedung pencakar langit. Elvan mendongak, tiba-tiba kepalanya terasa pusing.
"Ada apa El?" tanya Kasih dengan perasaan cemas karena Elvan memegang kepalanya. Karena tidak ingin Kasih khawatir Elvan menggeleng.
Mereka pun berjalan menuju lobby saling berdampingan.
"Pagi Pak Wawan," sapa Kasih kepada satpam seperti biasanya.
"Pagi ju—Pak Raja!" pekik satpam bernama Wawan sontak kaget melihat sosok pria yang datang bersama dengan Kasih dengan pakaian tak seperti biasanya, bahkan pria berkepala tiga itu menatap tanpa berkedip.
"Ada ap—" pertanyaan itu tertahankan ketika beberapa orang bergabung di sana.
"Raja, apakah kamu benar-benar Raja putraku?" teriak histeris wanita paruh baya seraya mendekap Elvan. "Ya, kamu Raja Baba Bahtiar putraku! Sayang kemana saja kamu selama ini?" seusai memperhatikan bagian-bagian tubuh Elvan, wanita itu spontan memeluk Elvan seraya menangis meraung-raung, antara bahagia sekaligus sedih.
Baik Elvan maupun Kasih bungkam. Elvan yang kaget hanya diam saja, seakan pelukan wanita asing itu begitu nyaman dan sangat menenangkan. Sementara Kasih mundur perlahan, sebelum semuanya menyadari dirinya. Jantungnya berdegup kencang, melihat apa yang terjadi. Kasih paham dengan semua itu dan tidak perlu dipertanyakan lagi, inilah identitas asli Elvan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Dianita
semoga nnti raja tidak lupa sm kasih👍👍👍💪💪💪
2022-10-14
0
Susi Ermayana
sabar ya kasih..
el mu adalh sultan. mungkin kamu dan dia bagai langit dan bumi.
tapi klau tuhan merestui..kalian pasti berjodoh
2022-10-14
0
Reni Suryani
lanjut
2022-10-14
0