Dilan duduk di sofa ruang tamu, matanya menerawang ke arah pintu. Hati Dilan terasa hampa, kehilangan semangat. "Ternyata tidak ada Dilara membuat hatiku sedih dan tidak bersemangat seperti saat ini, semoga saja dia cepat kembali, aku sangat merindukanmu adik tapi sama usia," gumamnya dalam hati, wajahnya tampak sendu.
Dilan tersadar bahwa hari ini ia memiliki kelas kuliah. Ia bergegas menuju kamarnya, langkahnya terasa berat. Setibanya di kamar, ia langsung menuju kamar mandi, menggosok setiap inci tubuhnya dengan cepat. Wajahnya tampak lelah, matanya sembab.
Setelah selesai mandi, Dilan bergegas keluar kamar mandi. Ia mengenakan kemeja hitam dan celana jeans kesukaannya. Dilan kemudian bergegas keluar dari kamar, matanya masih terlihat lesu.
Dilan berjalan dengan perlahan menuju motor sport miliknya. Ia menaiki motornya, memakai helm, dan melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan menuju kampus, Dilan hanya fokus pada jalanan, matanya tertuju pada aspal yang dilaluinya.
Sesampainya di kampus, Dilan memarkirkan motornya di tempat parkir. Saat melepas helm, ia menyadari banyak wanita yang menatapnya dengan kagum. Dilan tidak menghiraukan tatapan mereka, ia hendak berjalan menuju kelas.
"Dilan!"
Seorang gadis cantik berteriak memanggil namanya. Dilan menoleh, terkejut melihat gadis itu menghampirinya. Gadis itu mengenakan dress berwarna merah seksi, senyum manis terukir di wajahnya.
"Maaf aku sudah terlambat." Dilan menjawab singkat, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak nyaman. Ia bergegas pergi meninggalkan gadis itu, langkahnya cepat.
Di tengah perjalanan menuju kelas, Dilan melihat seorang wanita berjilbab di hadapannya. Ia menghentikan langkahnya, wajahnya tampak sedikit terkejut.
"Siang Nona..." Dilan menyapa wanita itu dengan ramah.
"Siang, maaf saya sudah ada kelas, bukankah kamu juga sama?" tanya wanita berjilbab itu.
"Ha, iya benar sekali, ayo kita sama-sama masuk kedalam kelas saja." Dilan menjawab, matanya menatap wajah wanita berjilbab itu dengan rasa penasaran.
"Mari, tapi saya berjalan di belakang kamu saja sebab kita bukan mahram." Wanita berjilbab itu menjawab, wajahnya tampak serius.
Dilan mengerutkan kening, kebingungan. "Mahram?"
"Iya, itu agama saya mengajarkan yang mengartikan kita tidak boleh bersentuhan dan tidak boleh berdekatan dan kita tidak boleh saling pandang." Wanita itu menjelaskan dengan sabar.
"Hey, aku juga Islam..." Dilan menjawab, matanya menatap wajah manis wanita itu.
"Oh maaf saya kira kamu non muslim, sebab kamu tidak pernah mengucapkan salam." Wanita itu berkata dengan sedikit gugup.
"Tidak masalah Nona, ayo kita masuk kelas kalau tidak kita bisa terlambat." Dilan berkata, kemudian berjalan mendahului wanita itu.
Dilan melihat wanita itu mengikuti langkahnya dari belakang. Setibanya di kelas, Dilan duduk di bangkunya. Matanya tertuju pada wanita berjilbab itu, ia merasa tertarik padanya sejak pertama kali bertemu.
"Aku akan mendapatkannya, sepertinya aku harus memahami tentang agama Islam agar aku dengan mudah mendapatkannya," Dilan bergumam pelan, matanya masih tertuju pada wanita itu.
Sayangnya, teman Dilan mendengar ucapannya.
"Kau menyukainya?" tanya temannya, wajahnya tampak jahil.
"Tidak usah ikut campur." Dilan menjawab dengan ketus, wajahnya menunjukkan rasa kesal.
"Aku bisa membantu mu, bukankah dia sepupu ku dan kau melupakan hal itu bukan?" Temannya tersenyum, duduk di samping Dilan.
Dilan langsung menatap tajam ke arah temannya. "Kau serius?" tanyanya dengan tidak percaya.
"Benar, tapi, kau harus merubah sifat dan akhlak mu." Temannya menjawab, wajahnya tampak serius. Dilan terdiam, mencerna ucapan temannya.
Dilan tidak tahu apa-apa tentang agama Islam, walaupun ia beragama Islam. Papa dan Mama tidak pernah mengajarkannya, ia hanya mengetahui sedikit-sedikit saja.
"Kau bisa mengajarkan aku?" Dilan bertanya, matanya menatap wajah temannya.
"Apa kau beragama Islam?" Temannya bertanya dengan sangat pelan.
Dilan tersenyum. "Aku Islam Don, kenapa semua orang mengira aku non muslim?"
"Sebab kau tidak pernah mengucapkan salam dan kau terlihat seperti seorang non muslim." Temannya menjawab dengan sangat pelan.
"Aku muslim Don, apa perlu aku buktikan kepadamu?" Dilan bertanya dengan sangat serius.
"Kau sudah sunat?" Temannya bertanya, sontak Dilan membulatkan matanya.
"Sudah, tidak mungkin bukan aku memperlihatkannya pada mu dan apa kau mau melihatnya?" Dilan bertanya dengan menutupi masa depannya. Wajahnya tampak sedikit kesal.
"Kau gila, tidak sudi aku melihatnya, aku juga mempunyai nya. Kalau kau benar-benar akan berubah maka aku akan mengajarkan kepada mu, siang nanti kita Shalat Dzuhur bersama." Temannya berkata, Dilan kembali membulatkan matanya.
bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments