"Dilan mengatakan kalau Dilara adalah gadis barbar Kak," ungkap Dilara, suaranya bergetar menahan tangis.
Bastian langsung tersenyum dan ia mencubit hidung mancung Dilara.
"Hanya itu saja bisa membuat mu seperti seekor macan sayang." Bastian tertawa kecil mendengar ucapan Dilara.
"Kak." Dilara menatap tajam ke arah Bastian dan Bastian langsung menghentikan tawanya dengan sangat cepat, wajahnya berubah panik.
"Baiklah tapi, apa kamu tahu kita tiga bersaudara tidak boleh terus-menerus bertengkar, apa lagi kamu dan Dilan kalian kembar apa kalian tidak memiliki rasa sayang?" tanya Bastian yang menatap wajah Dilara, mencoba menenangkannya.
"Kalau sayang pasti ada Kak, kalau kami selalu bertengkar itu pasti ulah Dilan sebab dia selalu saja membuat Dilara kesal Kak." ucap Dilara pelan, mencoba menjelaskan perasaannya.
"Tapi, kamu harus lebih sabar lagi sebab kamu wanita sayang jika wanita kasar dan kejam mana ada laki-laki yang menyukai mu nantinya." Bastian langsung menutup mulutnya saat melihat tatapan tajam dari Dilara.
"Sudah?"
"Maaf sayang itu adalah hal yang sering terjadi bukan, dan Kakak tidak berbohong sebab ada salah satu teman Kakak yang seperti itu." Bastian tersenyum yang menutupi ketakutannya.
"Jangan sampai Dilara marah dan menghajar aku dengan sangat kasar dan ganas," batin Bastian, mencoba menenangkan dirinya.
"Baiklah Kak, bukankah Dilara masih berusia 20 tahun Kak?" ucap Dilara pelan, mencoba menenangkan dirinya.
Bastian bernafas lega sebab Adiknya tersebut tidak marah kepadanya dan ia tersenyum menatap bola mata Dilara.
"Lalu? Apa kamu tidak ingin menikah, Mommy saja dulu menikah dengan Papa usianya baru berusia 20 tahun sayang." ucap Bastian dengan lembut dan mengelus rambut Adiknya tersebut, mencoba menghibur Dilara.
"Benarkah Kak, kalau begitu bukankah Kakak dan Mama seumuran?" tanya Dilara, mencoba memahami penjelasan Bastian.
Bastian terdiam, ia teringat masa lalunya bersama dengan Alice sewaktu mereka berpacaran dulu.
"Sepertinya aku harus mengalikan pembicaraan kami agar Dilara tidak tahu masa lalu ku, aku tidak mau sampai Dilara membenciku sebab aku sangat menyayangi dia seperti anakku sendiri," batin Bastian, mencoba mengendalikan dirinya.
"Apa kamu tidak ingin meminta maaf kepada Mommy dan Dilan?"
"Tapi Kak, apa Dilan tidak marah kepada Dilara dan Mama pasti tadi sangat marah kepada Dilara Kak..." ucap Dilara lirih, mencoba memahami situasi.
Bastian tersenyum. "Ayo kita menemui mereka."
Dilara tersenyum dan ia ikut bersama dengan Kakaknya tersebut, mereka berjalan menuju bawah dengan menuruni anak tangga. Setelah mereka sampai bawah, Dilara menghentikan langkahnya saat ia melihat Papanya sudah pulang dan duduk bersama dengan saudara kembarnya dan Mamanya.
"Ayo, tenang saja Kakak ada untukmu tidak usah takut dengan Papa." Bastian menggandeng tangan Dilara dan Dilara hanya diam dan mengikuti langkahnya.
Setelah mereka sampai, mereka duduk bersebelahan dengan Kenan.
"Katakan?" ucap Kenan dengan sangat dingin, menatap Dilara dengan tajam.
"Ma-maaf Kak Dilan..." ucap Dilara terbata-bata saat melirik ke arah Papanya, mencoba menahan rasa takutnya.
"Dilara..." Kenan menatap wajah putrinya dengan sangat dalam, mencoba menenangkan dirinya.
"Maaf Pa, memang Dilara yang bersalah kepada Kak Dilan dan Dilara minta maaf juga kepada Mama..." Dilara menangis di dalam pelukan Bastian, mencoba meredakan emosinya.
"Papa sudah sering kali bukan mengatakan kalau kamu tidak boleh bersikap seperti preman pasar bukan, sekarang lihat Kakak mu terluka bukan hanya kali ini saja sebelumnya kamu juga bersikap seperti ini, dan Papa akan menghukum mu." ucap Kenan dengan sangat tegas, mencoba mendisiplinkan Dilara.
Dilara masih menangis di dalam pelukan Kakaknya tersebut.
"Papa, sudahlah kasihan Dilara dia menangis seperti itu." ucap Alice dengan sangat lembut, mencoba menenangkan Kenan.
"Ma, biarkan dia tahu dia adalah wanita tidak seharusnya dia bersikap seperti seorang laki-laki. Papa akan menghukumnya, dia akan tinggal bersama dengan kakeknya selama satu bulan."
"Tapi Pa, disana tidak enak Pa." ucap Dilara yang menatap wajah Papanya, mencoba menolak hukumannya.
"Ini sudah menjadi keputusan Papa." ucap Kenan yang berlalu pergi menuju kamarnya, mencoba menenangkan dirinya.
Setelah kepergian Kenan, Dilara berlari memeluk Mamanya dan menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Mamanya.
.
.
.
Bersambung.
Hay teman-teman jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya, kalau ada saran dan kritikan komen saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments