"Dilara..." Kenan menatap wajah Dilara dengan sorot mata tajam, penuh kekecewaan. Bibirnya terkatup rapat, rahangnya mengeras, seolah menahan amarah yang membara.
"Maaf Papa, memang Dilara yang bersalah kepada Kak Dilan dan Dilara minta maaf juga kepada Mama..." Dilara terisak dalam pelukan Bastian, air matanya membasahi kemeja Bastian. Wajahnya memerah, bibirnya bergetar, dan matanya berkaca-kaca. Bastian mengelus rambut Dilara dengan lembut, mencoba menenangkan adiknya yang sedang bersedih. Wajah Bastian menunjukkan rasa iba dan khawatir.
"Papa sudah sering kali mengatakan kalau kamu tidak boleh bersikap seperti preman pasar, bukan? Sekarang lihat Kakakmu terluka, bukan hanya kali ini saja, sebelumnya kamu juga bersikap seperti ini. Dan Papa akan menghukummu." Suara Papa bergema di ruang tamu, tegas dan tak terbantahkan. Wajahnya masih tegang, alisnya bertaut, dan rahangnya masih mengeras.
Dilara masih menangis dalam pelukan Bastian, sementara Bastian hanya bisa diam, mendengarkan omelan Papa dengan perasaan campur aduk.
"Papa, sudahlah, kasihan Dilara, dia menangis seperti itu." Mommy Alice menengahi dengan suara lembut, berusaha meredakan suasana. Wajahnya menunjukkan keprihatinan, matanya tertuju pada Dilara, dan tangannya terulur untuk mengelus punggung Dilara.
"Ma, biarkan dia tahu, dia adalah wanita, tidak seharusnya dia bersikap seperti seorang laki-laki. Papa akan menghukumnya, dia akan tinggal bersama dengan kakeknya selama satu bulan." Papa bersikeras, suaranya masih terdengar dingin. Wajahnya masih tegang, matanya menatap tajam ke arah Dilara.
"Tapi Papa, disana tidak enak Papa." Dilara mendongak, matanya berkaca-kaca menatap Papa. Bibirnya bergetar, dan suaranya terdengar lirih.
"Ini sudah menjadi keputusan Papa." Papa berlalu pergi menuju kamarnya, meninggalkan Dilara dan Bastian dalam keheningan.
Setelah kepergian Papa, Dilara berlari memeluk Mommy Alice, tangisannya pecah kembali, semakin keras, semakin pilu. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca, dan tubuhnya gemetar. Mommy Alice mengelus punggung Dilara, mencoba menenangkannya. Wajahnya menunjukkan rasa iba dan kasih sayang.
Setelah beberapa saat, Dilara melepaskan pelukan Mommy Alice. Matanya menatap Bastian, "Kak, bisakah Kakak saja yang membawa Dilara ke rumah kakek?"
"Bisa sayang, besok kita akan pergi ke sana. Dan sekarang kamu mandi sana, sudah bau asem tau..." Bastian menutup hidungnya dengan tangan, pura-pura jijik. Wajahnya menunjukkan sedikit geli.
Dilara mencium tubuhnya, dan memang, tercium aroma tak sedap dari ketiaknya. "Besok pagi jangan telat bangun ya, kalau Kakak telat bangun Dilara akan buka kartu Kakak." Dilara berlari menaiki anak tangga, meninggalkan Bastian dengan rasa penasaran. Senyum jahil terukir di wajahnya.
"Kartu apa?" Bastian bertanya dengan bingung.
"Kartu rahasia Kakak..." Dilara menjawab dengan senyum jahil, sebelum menghilang di balik pintu kamarnya.
"Kakak tidak akan terlambat bangun!" Bastian berteriak, namun Dilara sudah tak terlihat lagi. Bastian menggelengkan kepala, lalu bergegas menuju kamarnya.
Malam itu, Bastian menunggu Dilara untuk makan malam bersama Papa, Mommy Alice, dan Dilan. Namun, Dilara tak kunjung muncul. Papa akhirnya mengutus Bastian untuk memanggilnya.
Bastian berjalan menaiki anak tangga, mengetuk pintu kamar Dilara. Tak lama kemudian, pintu terbuka, memperlihatkan Dilara yang hanya mengenakan handuk kimono. Wajah Bastian sedikit tercengang melihat penampilan Dilara.
"Ayo Tuan putri, makan malam, Papa sudah menunggu mu." Bastian tersenyum, sedikit geli melihat penampilan Dilara.
"Tunggu, Dilara pakai baju dulu." Dilara menjawab dengan suara pelan, lalu menutup pintu kamarnya kembali.
Bastian bergegas turun ke ruang makan. Dia duduk di meja makan, menunggu Dilara. Tak lama kemudian, Dilara turun, duduk di samping Bastian. Papa menatap wajah Dilara dengan sorot mata tajam.
"Dilara, kamu besok pagi pergi ke rumah kakek bersama dengan Kak Bastian, dan kamu kuliah dari sana. Ingat, kamu harus tinggal disana selama satu bulan." Papa berkata dengan tegas.
"Baiklah Papa..." Dilara menjawab lirih, suaranya terdengar lesu. Wajahnya menunjukkan kekecewaan.
"Papa, bolehkah aku juga ikut?" Dilan bertanya, matanya menatap Papa dengan harap.
"Alasan Papa mengirim Dilara ke rumah kakek adalah untuk memisahkan kalian untuk sementara waktu, agar kalian mengerti bahwa tali persaudaraan itu sangat penting dan kuat, agar kalian tidak bertengkar lagi. Mengerti?" Papa melirik Dilara dan Dilan bergantian.
"Mengerti Papa..." Dilara dan Dilan menjawab bersamaan.
"Mama, kita akan terpisah, pasti Dilara akan merindukan Mama..." Dilara menunduk, suaranya berbisik, matanya menatap Mommy Alice dengan sendu.
"Jangan bersedih sayang, disana juga ada Oma Riska, dia itu adalah teman Mama, pasti ada Mama didalam dirinya." Mommy Alice berusaha menghibur Dilara. Wajahnya menunjukkan kasih sayang dan pengertian.
Bastian hanya diam, mendengarkan percakapan mereka. Papa kemudian menoleh ke arah Bastian.
"Bas, setelah kalian sampai rumah kakek, katakan pada bibi kecilmu kalau dia harus membimbing Dilara, agar Dilara menjadi seperti seorang wanita pada umumnya."
"Baiklah Papa..." Bastian menjawab singkat.
Setelah makan malam, Bastian bergegas menuju kamarnya.
Pagi hari, Bastian sudah bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Sebelum berangkat, dia akan mengantar Dilara ke rumah Azi, yang sekarang sudah dia anggap sebagai Kakek. Azi juga sudah menganggap Bastian sebagai cucunya.
Bastian duduk di ranjang, memegang ponselnya. Dia membuka galeri, melihat foto Saras dan anak mereka. Bastian tidak tahu dimana Saras dan anak mereka sekarang. Wajahnya menunjukkan kerinduan dan kesedihan.
Sudah berulang kali Bastian mencari mereka, namun tak kunjung menemukan. Kekecewaan dan penyesalan menghantamnya. Bastian sering mabuk dan bermain dengan wanita malam, mencoba melupakan kesedihannya.
"Dimana kamu sayang? Aku rindu kamu, semoga kita bisa bertemu lagi, aku ingin sekali memeluk anak kita sayang." Bastian berbisik, matanya berkaca-kaca.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Muhammad Bara Nizam
sangat menarik cerita nya lanjut kan Thour 👍
2022-11-03
3