Kenan dan Alice duduk berdampingan di sofa, masing-masing memegang secangkir teh hangat. Suasana di antara mereka terasa hangat dan penuh kasih sayang. Kenan, dengan senyum jahil, menoleh ke Alice.
"Sayang, ayolah ikut bersamaku ke kantor." Bujuknya, matanya berbinar-binar penuh harapan.
Alice tersenyum manis, matanya berbinar-binar, namun sedikit geli melihat wajah suaminya. "Mas, kita sudah tua, lihat tu rambut kamu sudah banyak ubannya tau, malu sama anak-anak kita..."
"Apa salahnya kita mesra dan romantis seperti dulu waktu kita baru menikah?" Kenan menimpali, tangannya meraih tangan Alice dan menggenggamnya erat.
"Kamu ya Mas, baiklah Alice ikut tapi, jangan macam-macam ya waktu disana." Alice menatap suaminya dengan tatapan tajam, seolah memperingatkan Kenan.
"Baiklah, tapi tidak janji, bukankah tidak masalah bagi seorang suami menginginkan dimana pun bersama istrinya?" Kenan bertanya, mengedipkan sebelah matanya dengan nakal.
"Dasar mesum!" Alice berlalu pergi menuju kamarnya, meninggalkan Kenan yang masih tergelak. Kenan segera mengejar Alice, senyum nakalnya tak kunjung padam.
Tanpa mereka sadari, Dilan memperhatikan dan mendengar percakapan mereka dari atas. Senyum tipis terukir di bibir Dilan, matanya berbinar-binar penuh kebahagiaan.
"Ternyata Papa dan Mama sangat romantis, aku sangat bahagia, bisa melihat mereka selalu bersama dan tidak pernah aku melihat mereka bertengkar," Dilan bergumam, hatinya terasa hangat. Ia kemudian bergegas turun, duduk di sofa, dan memainkan ponselnya.
"Ternyata tidak ada Dilara membuat hatiku sedih dan tidak bersemangat seperti saat ini, semoga saja dia cepat kembali, aku sangat merindukanmu adik tapi sama usia," Dilan bergumam dalam hati, matanya menatap kosong ke arah layar ponselnya.
Bastian dan Dilara berada di dalam mobil, keduanya sama-sama diam, tidak ada yang bersuara satupun. Suasana di dalam mobil terasa hening, hanya suara mesin mobil yang menemani perjalanan mereka. Bastian sesekali melirik Dilara yang duduk di sampingnya, wajahnya tampak murung.
"Aku ingin sekali membuka koper ini, mungkinkah ada batu didalam ini kenapa berat sekali, kalau bukan adikku sudah aku buang saja koper berat sekali," batin Bastian, tangannya tak sengaja menyentuh koper yang berada di sampingnya.
Setelah mereka sampai di rumah Azi Prananda, mereka berdua turun dari mobil. Bastian mengambil koper milik Dilara dengan perlahan, mendorong koper tersebut.
"Astaga, aku akan membawa koper batu ini ke atas," batin Bastian, wajahnya sedikit mengernyit menahan beban koper yang berat.
Ketika mereka masuk, Azi dan Riska sudah menunggu mereka. Dilara langsung berlari memeluk Kakeknya, sementara Bastian hanya diam dan melihat mereka saja. Wajah Dilara tampak ceria, matanya berbinar-binar.
"Cucu Kakek ini, kamu akan tinggal bersama dengan Kakek dan Oma disini," ucap Azi, melepaskan pelukannya dan menatap wajah cucunya.
"Benar, tapi apa Kakek sudah tahu hukuman dari Papa?" Dilara bertanya, matanya menatap wajah Kakeknya yang tersenyum.
"Sudah, mana mungkin menantu tersayang Kakek tidak bercerita." Azi menjawab dengan nada santai.
"Dilara..."
Seorang wanita cantik memakai pakaian santai berlari menghampiri Dilara dan memeluknya.
"Lepaskan Tante, kita selalu bertemu di kampus bukan?" Dilara berkata, wajahnya menunjukkan sedikit ketidaksukaan.
Alessandra melepaskan pelukannya dan ia tersenyum manis kepada Dilara. "Maaf aku terbawa suasana sebab kau akan tinggal bersama dengan kami disini, kau tahu bukan aku tidak memiliki adik. Jadi aku kesepian disini..." Alessandra berkata sambil tersenyum menatap wajah Ayahnya.
"Ale, bawa Dilara masuk kedalam kamarnya," pinta Riska pada putrinya.
"Baik, Ibu, ayo kita masuk kedalam kamar mu." Alessandra menarik tangan Dilara, mengajaknya menuju kamar.
"Baik. Kak ayo bawakan koper Dilara." Dilara berkata, lalu berlalu pergi menuju atas.
"Bastian kamu hanya diam saja, cepat bawa koper itu kita ada meeting penting bukan pagi ini?" ucap Azi yang menatap kearah Bastian.
Bastian tersenyum dan ia langsung berjalan dengan sekuat tenaganya membawa koper Dilara yang sangat berat. Bastian berlahan membawa koper tersebut sampai ia mengeluarkan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Wajahnya memerah, dan napasnya tersengal-sengal.
Setelah sampai di atas, Bastian bernafas lega sebab ia sudah sampai dan ia bergegas membawa koper tersebut masuk kedalam kamar Dilara. Setelah sampai kamar ia langsung meletakkan koper tersebut di samping sofa lalu ia duduk di sofa.
"Kak Bastian, kenapa Kakak berkeringat?" ucap Dilara yang menatap wajah Kakaknya tersebut.
"Sebenarnya Kakak ingin jujur tapi, kamu jangan marah ya?"
"Katakan saja Kak Bastian pasti Dilara tidak akan marah bukan Dilara." Alessandra menepuk pundak Dilara dengan perlahan.
"Sebenarnya kamu membawa apa didalam koper ini kenapa berat sekali..." ucap Bastian dengan nafas ngos-ngosan dan ia menatap wajah Dilara. Wajahnya menunjukkan rasa penasaran.
Alessandra menatap wajah Dilara dan ia juga menatap kearah koper milik Dilara.
"Oh, didalam ada alat olahraga milik Dilara Kak..." Kata Dilara sambil tersenyum manis, sedangkan Bastian langsung lemas. Wajahnya menunjukkan rasa kecewa.
"Elo ya Ra, ada-ada aja kasian tu kakak elo, kan?" Alessandra menepuk pundak Dilara dengan perlahan.
"Ini kenapa aku tidak menyukainya," batin Dilara, matanya melirik Alessandra dengan sedikit kesal.
"Kalau begitu Kakak pergi dulu ya, kamu jangan lupa siang ini ada jam kuliah bukan?" Bastian beranjak dari duduknya dan ia menatap wajah Adiknya tersebut.
"Baik Kak, terimakasih sudah mengantarkan Dilara, jangan lupa ya, nanti malam datang." pesan Dilara kepada Kakaknya.
"Nanti malam?" ucap Bastian dengan sangat bingung.
"Masa Kakak lupa, bukankah kita akan pergi ke..." Dilara menghentikan ucapannya dan ia mengedipkan sebelah matanya. Wajahnya menunjukkan sedikit senyum jahil.
"Katakan saja Kakak lupa."
"Cepat Ra, ada apa aku penasaran?"
"Em, sebenarnya setiap malam Minggu Dilara akan pergi ke Cafe untuk nyanyi maksudnya ngamen." ucap Dilara. Sontak saja Alessandra terkejut, matanya terbelalak.
"Elo ngamen, yang benar aja, bukannya Papa Mama elo orang kayak terus buat apa lagi elo uang?" tanya Alessandra yang sangat penasaran. Wajahnya menunjukkan rasa heran.
"Bukan untuk uang Tante, tapi, Dilara hanya ingin membantu anak-anak yang kurang mampu itu saja." jelas Dilara.
"Baiklah nanti malam bersiaplah..." ucap Bastian yang berlalu pergi.
Setelah kepergian Bastian, Alessandra menghampiri Dilara dan ia menatap wajah Dilara dengan sangat dalam.
"Elo, emang keponakan gue yang terbaik dan mulia. Kenapa elo enggak pinta uang aja sama Kak Alice?" tanya Alessandra dengan sangat penasaran.
"Benar sih tapi, aku juga mau menghasilkan uang sendiri tau. Aku sangat bangga pada diri aku sendiri Tan," Dilara menjawab dengan bangga.
"Ya udah, gue akan lihat elo deh entar malam, ngomong-ngomong elo walaupun enggak memiliki sifat wanita tapi, elo memiliki jiwa wanita juga ya."
"Tante, aku juga wanita sebel deh," Dilara menjawab dengan sedikit kesal.
"Iya, enggak-enggak becanda doang." Alessandra tertawa kecil.
Dilan sudah sangat rapi, ia bersiap-siap untuk berangkat ke kampus dan ia berjalan menuju motor sport miliknya. Ia segera menaikinya, selama di perjalanan ia terus memperhatikan jalanan. Wajahnya tampak tenang dan fokus.
Setelah sampai ia langsung memarkirkan motornya dan ia membuka helem yang ia gunakan tadi. Para wanita yang melihatnya tampak terpesona, matanya tertuju pada Dilan.
"Dilan!" teriak seorang gadis cantik yang memakai dress berwarna merah seksi menghampiri nya.
"Maaf aku sudah terlambat." Dilan bergegas pergi meninggalkan wanita cantik tersebut, saat di jalan ia melihat wanita berjilbab dihadapannya dan ia menghentikan langkahnya. Wajahnya tampak sedikit terkejut.
"Siang Nona..." sapa Dilan kepada wanita berhijab tersebut.
"Siang, maaf saya sudah ada kelas, bukankah kamu juga sama?" tanya wanita berjilbab tersebut.
"Ha, iya benar sekali, ayo kita sama-sama masuk kedalam kelas saja." ucap Dilan yang menatap wajah wanita berjilbab tersebut.
"Mari, tapi saya berjalan di belakang kamu saja sebab kita bukan mahram." ucap wanita berjilbab tersebut yang membuat Dilan bingung. Wajahnya menunjukkan rasa heran.
"Mahram?"
"Iya, itu artinya agama saya yang mengartikan kita tidak boleh bersentuhan dan tidak boleh berdekatan dan kita tidak boleh saling pandang." jelas wanita berjilbab tersebut.
"Hey, aku juga Islam..."
"Oh maaf saya kira kamu non muslim, sebab kamu tidak pernah mengucapkan salam."
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
IW
Bukankah anak azi & riska bernama Agam Prinanta kenapa menjadi Alessandra author? 😅
2022-12-25
0