2. Siapa Pria itu Sebenarnya

Pertempuran pun tidak bisa dihindarkan lagi. Para anak buah pria gempal itu maju satu persatu menghadapi pria bertopeng itu.

Bag bug bag bug. Krak ... tras ....

Tidak perlu banyak waktu untuk melumpuhkan lawan, pria bertopeng bahkan tidak terluka sedikitpun oleh anak buah pria gempal itu. Mereka sama sekali bukan tandingan pria itu, meski hanya sendiri tapi bisa mengalahkan puluhan orang.

"Tuan saya bilang sekarang giliran anda maju," ucap asisten pria itu pada si pria gempal yang sedang ketakutan.

"A--apa ... a--aku su--sudah tidak menginginkan wanita itu lagi. Tuanmu bisa membawanya dari sini. Kebetulan juga aku harus pergi," ujar pria gempal yang tadi berteriak lantang tapi sekarang nyalinya sudah menciut. Dia langsung kabur dari sana dan lari terbirit-birit. Dia masih sayang dengan nyawanya ternyata, tapi sepertinya dia salah mengira kalau urusan dengan pria bertopeng itu sudah selesai. Bagaimanapun dia baru saja membuat pria berkuasa itu mengeluarkan banyak tenaga untuk sedikit berolahraga dengan para berandalan itu.

"Tuan dia sudah kabur." Sang asisten memberikan laporan.

"Cari tau apa perusahaan dan buat dia menyesal karena sudah bermain-main denganku." Pria bertopeng itu berdiri lalu melepaskan jasnya dan melemparkannya pada sang asisten. "Buang itu, aku sudah tidak membutuhkannya," perintahnya, padahal hanya kotor sedikit tapi memang dia saja yang gila kebersihan. Setelah itu dia pergi begitu saja.

Alesya sudah ketakutan saat melihat pria itu pergi, apa mungkin pria itu membatalkan kesepakatannya dan meninggalkan dirinya disini tanpa uang. Oh tidak, bagaimana Alesya bisa membayar biaya operasi ibunya kalau begitu.

"Tuan ... tunggu! Bagaimana denganku ...!" Alesya berteriak memanggil pria yang katanya mau membelinya dengan harga satu miliar tapi pria itu tetap pergi tanpa peduli dengan teriakkannya, tega sekali. Apa dia tidak tahu kalau saat ini Alesya sangat butuh uang.

"Tuan ... tunggu Tuan ... oh tidak uangku." Alesya bersimpuh di lantai, seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Dia baru saja tertipu, kehilangan uang dan tidak punya kesempatan lagi untuk menyelamatkan ibunya. Ditambah belum makan seharian karena banyak pikiran. "Hiks hiks hiks ... ibu maaf aku tidak dapat uangnya," lirih Alesya.

"Nona, mari ikut denganku. Tuan sudah menunggu anda di mobil."

Alesya mengangkat kepalanya, dahinya berkerut menatap pria itu penuh tanya. Sepertinya pria yang ada di hadapannya ini adalah pria yang sejak tadi ada di samping pria bertopeng itu. Tebak Alesya mungkin pria ini adalah bawahan pria bertopeng itu.

"Saya asisten Tuan yang tadi sudah menawar anda, mari ikuti saya. Jangan sampai membuat Tuan menunggu terlalu lama," katanya memperingati Alesya.

Tidak ingin kehilangan kesempatan dan uang, Alesya pun segera berdiri. "Tuan, sebelum pergi apa aku boleh menemui seseorang lebih dulu?" tanya Alesya, dia ingin menemui Mishel lebih dulu untuk pamit agar sang sahabat tidak khawatir dan mau minta tolong padanya agar Mishel menjaga ibunya malam ini.

"Nona, apa anda masih menginginkan uangnya? Kalau masih, sebaiknya cepat pergi karena tuan sudah menunggu. Jangan sampai tuan berubah pikiran."

Ah ya benar, uang membuat Alesya tidak berkutik. Dengan berat hati dia pergi dari sana tanpa memberitahu sahabatnya. Semoga saja Mishel tidak khawatir dan dia pergi ke rumah sakit.

Alesya berjalan menunduk dan tidak nyaman karena gaun yang ia pakai sang pendek dengan belahan hampir sampai pangkal paha. Rasanya sangat aneh karena dia tidak pernah berpenampilan seperti itu sebelumnya. Meski tubuhnya bagus tapi dia tidak pernah pamer dan lebih suka menggunakan pakaian yang sopan.

"Silahkan masuk Nona." Pria yang katanya asisten itu membukakan pintu mobil untuk Alesya.

Alesya melihat asisten itu, tapi pria itu malah menyuruhnya cepat masuk dengan bahasa isyarat. Jangan buat sang tuan menunggu kalau mau uang, ya begitulah katanya kira-kira.

Alesya sudah duduk di samping pria itu yang bahkan masih memakai topengnya saat sudah keluar dari ruang pelelangan. Apa mungkin saat mengambil haknya dia juga akan tetap menggunakan topeng. Eh kenapa juga Alesya berpikir sampai kesitu, tapi memang dia berada di sana saat ini untuk itu.

Mobil sudah melaju entah kemana, Alesya tidak tau dan tidak bisa protes. Semuanya karena uang, dia menggenggam ujung gaunnya marah dengan dirinya sendiri yang tidak berguna. Suasana di dalam mobil begitu dingin dan mencekam membuat Alesya yang menggunakan gaun mini jadi makin kedinginan. Dia mengusap-usap lengannya agar sedikit hangat.

"Ken, buka jasmu," titah laki-laki di samping Alesya pada assistennya. Tanpa banyak bertanya laki-laki bernama Ken itu membuka jas yang ia pakai, dia memang paling penurut pada atasannya. Mungkin kalau sang atasan menyuruhnya lompat ke jurang juga dia akan melakukannya. "Berikan padanya, suruh dia menggunakan itu untuk menutupi tubuhnya yang jelek."

Ken memberikan jasnya pada Alesya dan gadis itu baru sadar kalau yang tadi pria itu bilang jelek adalah dirinya. Apa mungkin pria itu sebenarnya buta, bentuk tubuh Alesya bahkan lebih seksi dari model majalah dewasa. "Pakailah ini Nona."

Alesya menerimanya dengan perasaan dongkol. Mau protes juga tidak bisa, dia tidak terima tubuhnya dibilang jelek.

Mobil yang mereka tumpangi sampai di depan hotel berbintang. Sudah bisa Alesya tebak sebelumnya, disinilah dirinya akan menyerahkan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Sudah saatnya.

"Silahkan turun nona." Ken membukakan pintu untuk Alesya tapi tidak untuk atasannya.

Alesya kebingungan, apa hanya dia yang turun. Melihat pria itu tidak bergerak dari tempatnya. Lalu bagaimana dengan bayarannya, kenapa Alesya bisa bodoh sekali tidak membicarakan hal itu sejak tadi.

"Apa hanya aku yang turun?" tanya Alesya.

"Iya, Tuan akan datang nanti."

"Bagaimana dengan uangnya, kapan tuanmu akan memberikannya," kata Alesya sedikit keras agar pria itu juga mendengarnya.

Alesya melihat pria itu berdecak remeh, mungkin baginya Alesya hanya wanita yang gila uang, yang rela melakukan apa saja demi uang. Namun, Alesya tidak peduli akan pikiran pria itu toh mereka bertemu hanya untuk satu malam. Setelahnya mereka tidak akan bertemu lagi.

"Tuan pasti menepati janjinya, Nona tidak usah khawatir soal uang," ujar Ken yang juga berpikiran sama dengan atasannya.

"Ahh itu, bisakah kau bilang dengan atasanmu agar memberiku setengahnya dulu. Aku sangat butuh uang itu malam ini," lirih Alesya.

"Tidak bisakah menunggu sampai besok?"

Alesya menggeleng lalu memberikan secarik kertas berisikan nama rumah sakit tempat ibunya dirawat dan nama ibunya. "Bisakah kirimkan uangnya ke sini, ibuku harus dioperasi besok pagi."

Ken melihat atasannya, pria itu mengangguk sebagai pertanda mengiyakan.

"Baiklah Nona, saya akan mengurusnya nanti. Sekarang anda ikut saya."

"Benarkah? Apa tuanmu setuju?" tanya Alesya dengan mata berbinar. Dia sungguh masih punya kesempatan untuk bersama ibunya lebih lama.

Ken mengangguk.

Alesya mau berterimakasih tapi mobil yang tadi membawanya sudah pergi dari sana. Aneh, bukankah malam ini seharusnya mereka menghabiskan waktu bersama tapi kenapa pria itu malah pergi.

"Mari Nona." Ken mempersilahkan Alesya untuk jalan karena gadis itu masih melamun menatap kepergian atasannya. "Tenang saja, nanti tuan akan kembali kesini," ujarnya lagi.

"Aah, bukan seperti itu tapi aku hanya merasa semuanya harus diselesaikan malam ini agar cepat selesai dan aku bisa pergi," cicit Alesya.

"Sepertinya anda salah mengartikan maksud Tuan. Dia tidak hanya membeli nona untuk malam ini tapi untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Saya khawatir anda tidak akan bisa lepas lagi dari tuan setelah malam ini."

Alesya mematung, dia tidak mengerti akan maksud ucapan pria bernama Ken itu. Tapi yang ia tangkap kalau dia tidak bisa lepas, apa artinya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!