Bagian 5

...PERJANJIAN BERDARAH...

...Penulis : David Khanz...

...Bagian 5...

...------- o0o -------...

Jelang sore ....

Ardy, Nola dan Rezky duduk termenung di depan pintu gerbang sekolah. Menunggu jemputan mobil keluarga. Sebentar-sebentar Nola mengeluh sambil menghentakan kaki karena kesal. Kendaraan yang ditunggu belum juga kunjung tiba.

“Naik taksi saja, deh, Kak,” ujar Rezky. Tampaknya sudah mulai habis kesabaran. Ardy menoleh ke arah anak tersebut. “Tunggu saja dulu sebentar. Mungkin jalanan lagi macet,” jawab Ardy tenang. Padahal, sejujurnya dia juga sama-sama jenuh.

“Habis, sampai kapan, dong, kita di sini? Memangnya kita ini pengemis yang sedang minta sedekah, apa? Huh!” Nola ikut bicara.

Ardy tidak menjawab. Pandangannya tertuju pada sesosok berseragam putih abu-abu yang sedang berjalan menghampiri mereka bertiga. “Sarah? Kok, belum pulang?” tanya Ardy pada sosok gadis tersebut.

“Kamu juga. Lagi nunggu, ya?” sahut gadis cantik yang dipanggil Sarah tadi. Nola dan Rezky serentak menoleh ke arah Sarah yang berdiri di samping kakak mereka.

Rezky tertawa.

“Kenapa tertawa? Ada yang lucu?” tanya Ardy heran melihat tingkah adiknya yang suka usil itu.

“Pacar Kakak, ya? Cakep juga,” ujar Rezky polos.

Sarah tersenyum dengan wajah bersemu merah. Sementara Ardy memelototi adik bungsunya. “Huss ... anak kecil tahu apa? Jangan usil, deh, ya?” seru Ardy pura-pura galak.

Rezky kembali tertawa. Tidak begitu dengan Nola. Gadis kecil itu hanya tersenyum sambil memperhatikan Sarah.

“Temen sekolah Kakak.“ Ardy menjelaskan begitu melihat sorot mata Nola yang seakan ingin mengetahui perihal gadis itu. “Teman atau teman?” tanya Nola menggoda.

Sarah mendekati kedua adik Ardy tersebut. “Halo ... Adik manis. Ini pasti Nola, ya? Dan yang usil tadi itu ... pasti Rezky, kan?” tanya Sarah memperhatikan wajah imut Nola dan Rezky. Kedua anak itu mengangguk pelan.

“Kakak ini siapa namanya?” tanya Rezky pada Sarah. Gadis cantik itu tersenyum melihat mimik wajah Rezky yang polos dan lucu.

“Nama Kakak ... Sarah.”

“Kak Sarah pacarnya Kak Ardy?” tanya Rezky lagi.

Sarah tertawa kecil.

“Rezky! Mulai, deh!” seru Ardy menyikapi sifat usil adiknya yang satu ini.

“Pacar itu apa, sih, Dik Eky?” kali ini gantian Sarah yang menggoda Rezky.

Yang ditanya gelagapan sehingga Sarah kembali mengulang tawa. “Bagaimana kalau sambil nungguin jemputan datang, kita makan bakso dulu, yuk.”

Kedua anak itu serentak bersorak. “Tapi Kak Sarah yang bayarin, ya?” ujar Rezky polos. “Tenang saja,” jawab Sarah sambil mengedipkan mata lalu menggandeng tangan Nola dan Rezky menuju kios bakso yang letaknya tidak berapa jauh dari tempat mereka berada. Ardy hanya bisa terdiam, namun turut mengikuti langkah ketiganya.

Rezky memilih tempat duduknya sendiri. “Di sini saja, Kak. Bisa sambil ngelihatin cewek-cewek lewat,” ujar Rezky penuh semangat. “Kecil-kecil sudah genit!” sahut Ardy gemas dengan kelakuan adiknya itu.

Sarah tertawa lepas sampai pengunjung kios bakso itu serentak menoleh ke arah mereka.

“Kamu bahagia banget punya adik-adik seperti mereka, Dy. Tidak seperti aku, hanya seorang anak tunggal di keluargaku,” kata Sarah setelah agak lama mereka terdiam.

“Iya, kadang-kadang senang juga, sih. Tapi kalau lagi nakal-nakalnya, kadang aku suka kesel juga. Apalagi sama Rezky“ jawab Ardy sambil memperhatikan Rezky yang sedang asyik melahap bakso.

“Wajar saja. Mereka, kan, masih kecil.” Sarah turut memandangi kedua anak itu.

“Aku bersyukur banget pada Tuhan, dengan karunia yang telah diberikan-Nya pada kami. Salah satunya, ya, keluarga yang serba harmonis ini,” kata Ardy mengakhiri perbincangan mereka karena pelayan sudah datang membawa dua mangkok bakso pesanan mereka. Sementara kedua adiknya sudah terlebih dahulu menikmati hidangan.

Di seberang jalan terlihat sebuah mobil Mercedes Benz milik keluarga Tuan Karyadi, berhenti persis di depan pintu gerbang sekolah yang sudah tertutup. Sebentar kemudian, sopirnya keluar dari dalam kendaraan sambil celingukan mencari-cari anak majikan.

“Kak, itu Mang Sapri!” teriak Rezky.

Ardy dan Nola menoleh keluar.

“Sebentar, ya, Sarah. Aku mau temuin dulu Mang Sapri,” kata Ardy pada Sarah.

“Oke.“

Ardy bergegas menghampiri Mang Sapri yang kebingungan. Saat melihat sosok Ardy, lelaki yang masih kelihatan muda itu menarik napas lega. “Maaf, Den, jalanan macet. Jadi, saya datang terlambat menjemput Aden dan adik-adik,“ kata Mang Sapri terlihat merasa bersalah.

Ardy menepuk bahu Mang Sapri, “Tidak apa-apa, kok, Mang. Kami sedang makan bakso, tuh, di seberang. Sekalian, Mamang ikutan gabung, yuk.”

“Aaahhh ... tak usah, Den. Mamang tunggu di sini saja,” sahut Mang Sapri pura-pura menolak.

Ardy tersenyum, “Tenang, aku yang bayarin, kok.”

“Nah, kalau itu baru Mamang mau,“ sahut Mang Sapri sambil tertawa ngekeh.

Ardy menarik lengan Mang Sapri masuk ke dalam kios. “Mamang pesan saja sendiri, ya. Sekalian sama juice buahnya, lima,” kata Ardy saat di dalam.

“Mang Sapri lama amat, sih? Eky, kan, jadi kesal!” rengek Rezky sambil cemberut.

“Sudahlah, Dik. Jalanan macet. Lagipula mobilnya tadi dipake sama Papa,” jawab Ardy pada adik bungsunya.

Rezky tidak meneruskan ucapan karena baksonya sudah habis dilahap. “Kamu mau nambah, Dik?” tanya Ardy melihat raut muka Rezky yang masih cemberut. Anak itu menggeleng sambil memegangi perutnya. Sarah tersenyum geli melihat kelucuan anak yang satu itu.

Tak berapa lama, pelayan datang dengan lima gelas juice pesanan Mang Sapri tadi. Rezky dan Nola tampak gembira. Sebentar kemudian semuanya terdiam sambil menikmati makanan dan minuman yang terhidang.

Setelah semuanya selesai, Ardy memanggil salah seorang pelayan. “Berapa semuanya, Mas?”

Sejenak pelayan itu menghitung, “Seratus dua puluh ribu rupiah, Dek.”

Ardy mengeluarkan uang dari saku seragam sekolahnya, tapi sempat ditahan Sarah. “Jangan, Dy. Biar aku saja yang bayar. Kan, tadi sudah aku bilang kalau semua aku yang bayarin.”

“Jangan, deh, Sar. Aku masih punya uang, kok.”

Ardy menyerahkan dua lembar uang senilai seratus lima puluh ribu rupiah pada pelayan.

“Sebentar, ya, Dek, saya ambil dulu kembaliannya.”

“Tidak usah, Mas. Ambil saja semuanya “

“O, terima kasih, Dek.”

Kemudian mereka berlima segera tinggalkan tempat jajanan tersebut.

“Kamu ikut kami saja, Sar. Nanti Mang Sapri yang mengantarmu ke rumah,” Ardy menawari Sarah.

Sarah agak ragu-ragu. “Bagaimana, ya? Aku takut nanti jemputanku datang,“ sahut Sarah bingung.

“Iya, kalau datang. Kalau tidak, Bagaimana? Kamu mau nginep di sini?” Ardy menggoda. Walaupun ragu, akhirnya gadis itu menurut juga. Sebentar kemudian mobil mewah itu sudah meninggalkan pintu gerbang sekolah. Jalan raya tidak pernah sepi dari lalu-lalang berbagai kendaraan. Siang yang panas dengan terik yang memanggang, membuat sebagian pejalan kaki lebih memilih halte-halte bis dan rimbunan pepohonan untuk sekedar berteduh.

...BERSAMBUNG ...

Terpopuler

Comments

Ganuwa Gunawan

Ganuwa Gunawan

apa kah s nyonya Amanda punya penyakit yg ga bisa d sembuh kn..
kok sikap nya baik sih k s mbok..

2023-01-06

0

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝓰𝓲𝓶𝓪𝓷𝓪 𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓷𝔂𝓸𝓷𝔂𝓪 𝓐𝓶𝓪𝓷𝓭𝓪🤔🤔🤔🤔

2022-11-08

1

💎hart👑

💎hart👑

👍👍👍

2022-11-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!