...PERJANJIAN BERDARAH...
...Penulis : David Khanz...
...Bagian 3...
...------- o0o -------...
“Jangan, Den. Aden jangan punya rasa seperti itu. Aden dan Mbok ndak ada hubungan keluarga atau pertalian apa pun. Ndak sepantasnya Aden berlaku seperti itu pada si Mbok. Aden adalah keturunan keluarga terhormat dan sangat disegani. Sementara si Mbok, hanya seorang pembantu tua yang ndak punya apa-apa. Mbok berusaha untuk tetap bersabar dan bertahan dalam keluarga ini, karena si Mbok ndak punya tempat menitipkan badan ini. Keluarga Mbok semuanya sudah tiada,“ kata si Mbok lirih.
Ardy kembali memegang bahu wanita tua itu. Mengangkatnya agar bisa berdiri berhadapan. “Walaupun antara aku dan si Mbok enggak ada hubungan darah, tapi mulai hari ini, anggaplah aku sebagai anak atau cucu Mbok sendiri, ya? Begitupun sebaliknya, aku akan menganggap Mbok ini sebagai ibu atau nenekku sendiri. Bagaimana, Mbok?” tanya Ardy tulus dan bersungguh-sungguh.
Si Mbok menatap bola mata anak majikannya itu. Setetes air mata mengalir membasahi pipi. Merasa terharu dan bahagia sekali mendengar ucapan Ardy barusan.
“Ardy adalah pengganti keluarga si Mbok yang telah tiada itu,“ ujar Ardy menegaskan.
Tak kuasa menahan rasa haru, wanita tua itu segera memeluk Ardy dengan erat. Isak tangis yang parau terdengar di antara haru birunya suasana pagi itu. “Tuhan Mahabesar. Selalu saja ada jalan lain untuk menggapai kebahagiaan. Engkau telah mengirimkan sesosok malaikat penolong hari ini pada hamba, ya Tuhan,” gumam si Mbok.
“Marilah kita bersyukur atas karunia yang telah Dia berikan ini, Mbok.”
Si Mbok mengangguk perlahan. Di saat mereka berdua tengah berpelukan, Mama dan Nola muncul di pintu dapur.
Melihat apa yang dilakukan Ardy dan si Mbok, Mama marah besar. “Ya Tuhan! Apa yang sedang kalian lakukan itu?”
Ardy dan si Mbok serentak melepaskan pelukannya.
“Maafkan saya, Nyonya. Saya .... “ si Mbok ketakutan.
“Kamu sudah gila, ya, Ardy? Pagi-pagi berpelukan dengan si Tua Bangka itu? Apa kamu sudah tak waras?” tanya Mama dengan nada sinis dan mengejek. “Jangan menghina si Mbok, Ma,” jawab Ardy pelan berusaha bersabar.
“Diam kamu! Heh, wanita busuk! Apa kamu juga sudah tidak waras lagi, hah? Sudah tua bangka tapi masih doyan daun muda!”
“Hentikan, Ma.”
“Mama bilang kamu diam, Ardy! Guna-guna apa, sih, yang sudah diberikan pembantu brengsek itu sama kamu? Sampai kamu jatuh hati sama dia?” Mama menghampiri Ardy dan si Mbok.
“Jangan sakiti si Mbok, Ma. Kasihan.” Ardy berusaha menghalangi.
“Benar, ya, dugaanku. Ternyata kamu memang sudah terkena guna-guna wanita tua dukun cabul ini?”
“Tidak, Ma. Si Mbok bukan orang seperti itu.“
“Minggir kamu, Ardy! Biar Mama hajar tua bangka ini!” Mama mendorong Ardy yang menghalangi si Mbok, tapi anak itu tetap berusaha melindunginya. “Jangan, Ma. Kalau ingin menyakiti si Mbok, lebih baik Mama pukul Ardy saja. Atau bila perlu bunuh saja Ardy, Ma!” teriak Ardy membuat Mama tercengang dengan ucapan anak itu.
“Sadar tidak kamu, hah? Apa yang membuat kamu berani membela dia dan menentang Mama?” tanya Mama geram seraya mencengkeram kerah baju Ardy.
Nola menghambur menarik baju Mama yang sudah mulai kalap. “Jangan sakiti Kak Ardy, Ma!”
Mama melepaskan cengkeramannya. “Bagus! Kalau kamu memang inginnya begitu. Sudah lama sekali aku ingin segera melenyapkan kamu dari rumah ini, Anak Haram!” bentak Mama di depan muka Ardy. Anak muda itu terperanjat mendengar ucapan mamanya barusan. Terlebih lagi si Mbok.
“Jangan, Nyonya. Jangan sakiti Den Ardy. Saya mohon, lakukan sama saya saja, Nyonya. Semua ini salah saya!” teriak si Mbok sambil bersimpuh menciumi kaki majikannya.
Sungguh biadab!
Dengan tak mengenal rasa belas kasihan, Mama menendang muka si Mbok hingga jatuh tersungkur ke belakang. Dari hidung wanita tua mengucur darah segar.
“Ya, Tuhan! Apa yang telah Mama lakukan?” Ardy memburu tubuh si Mbok.
“Mama!“ jerit Nola tak sadar, melihat kejadian itu sambil menutup mulutnya yang terbuka dengan telapak tangan.
Mama mencibirkan mulutnya. “Bagus! Guna-guna dukun cabul ini rupanya telah merasuki anak haram ini! Dengan begitu, kini aku punya alasan kuat untuk menghabisi kalian berdua, Manusia Pendosa!” sahut Mama sambil tertawa aneh.
Nola menjerit ketakutan dan segera berlari memanggil Papa.
Mama mengambil sebilah pisau dapur. Lalu diacung-acungkan diiringi tawa keras menggidikan. Seperti sedang kerasukan syetan. Ardy dan si Mbok mundur ketakutan. “Jangan lakukan itu, Ma! Sadarlah!“ teriak Ardy mengingatkan.
Tawa Mama semakin keras.
Bersamaan dengan itu, Papa muncul bersama Nola. “Tahan, Ma! Hentikan perbuatan bodohmu itu!” seru Papa lantang. Nola berlindung di belakang tubuh Papa. ketakutan.
“Biarkan aku menghabisi manusia-manusia pendosa ini! Jangan biarkan mereka hidup di atas muka bumi ini! Ha ... ha ... ha .... “
“Hentikan!”
Mama berbalik ke arah Papa. Pisau dapur yang hendak digunakan untuk menghabisi Ardy dan si Mbok, kini beralih berayun dengan cepat menancap di perut Papa. Darah memuncrat keluar dengan hebat. “Mama! Jangan!” teriak Ardy memburu tubuh mamanya.
Di saat bersamaan, tangan Mama terlebih dahulu menghantam wajah Ardy dengan keras. Tubuh anak muda itu terhempas menghantam ujung dinding dapur. Darah pun membasahi sekujur tubuh dari luka menganga di batok kepala.
“Den Ardy!” teriak si Mbok parau.
“Tidak! Tidak!”
Ardy berusaha menggapai tangan Mama, memohon untuk segera menghentikan perbuatannya.
“Den.“
“Tidak, Ma! Tidak!”
Ardy terus berteriak seperti orang kesetanan. Sementara si Mbok, perlahan, berusaha mendekati tubuh anak majikannya yang kian melemah. “Den Ardy. Sadar, Den.” Si Mbok menepuk-nepuk pipi Ardy.
Ardy membuka matanya. “Darah ... darah ... kepalaku berdarah, Mbok!” Seraya memegangi kepala dan melihat-lihat telapak tangan. “Darah ... mana darah itu?"
Si Mbok terheran-heran. “Darah apaan, Den? Aden ndak apa-apa, kok. Mungkin Aden mimpi?” kata si Mbok berusaha menyadarkan.
“Mimpi? Oh, syukurlah. Tapi benarkah tadi itu cuma mimpi? Enggak mungkin!“ Ardy memandang sekeliling. “Astaghfirullah ... aku kesiangan! Belum sholat shubuh!”
Hatinya lega karena kejadian tadi hanya sekedar bunga tidur. Tubuh anak muda itu sampai berkeringat.
“Jam berapa sekarang, Mbok?” tanya Ardy menoleh ke arah wanita tua yang sedari tadi hanya memperhatikan sambil tersenyum. “Jam enam pagi, Den,” jawab si Mbok.
Sekali lagi dia tersenyum. Membereskan tempat tidur Ardy. Sementara anak majikannya itu segera pergi ke kamar mandi.
“Ardy sudah bangun, Mbok?” tanya Nyonya Amanda ketika pembantu itu melewati ruang tengah, di mana dia tengah duduk sambil membaca koran pagi. “Sudah, Nyonya. Den Ardy sedang mandi,” jawab si Mbok.
“Ya, sudah. Tolong siapkan sarapan pagi buat anak-anak, ya, Mbok?” kata Nyonya Amanda kembali tanpa melihat sosok pembantu tuanya itu. “Baik, Nyonya,” jawab si Mbok berlalu ke dapur.
...BERSAMBUNG ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
masih dlm pemikiran..
apa dan siapa s Ardy ini
2023-01-06
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓴𝓲𝓻𝓪𝓲𝓷 𝓫𝓮𝓷𝓮𝓻 𝓽𝓮𝓻𝓷𝔂𝓪𝓽𝓪 𝓶𝓲𝓶𝓹𝓲 🤦♀️🤦♀️🤦♀️
2022-11-08
0
💎hart👑
Oalah cuma mimpi toh ternyata
2022-11-04
1