...PERJANJIAN BERDARAH...
...Penulis : David Khanz...
...Bagian 2...
...------- o0o -------...
Merasa ada yang memperhatikan, Ardy menoleh. “Ada apa, Dek?” tanya Ardy menggoda sang adik. Nola tersenyum. “Disuruh Mama sarapan dulu, Kak,” jawabnya. Ardy mengangkat alisnya.
Biasa!
“Iya, sebentar ya, Tuan Putri. Hamba bereskan dulu buku pelajaran sekolah,” jawab Ardy seraya bangkit dari tempat duduk. “Biarin aja, Kak. Kan, ada si Mbok ini yang bakalan beresin,” ujar Nola sedikit protes.
“Huss, si Mbok itu, kan, sudah banyak kerjaan. Lagian ini sudah tugas Kakak sendiri, kok. Kalau Kakak bisa ngerjainnya sendiri, ngapain harus minta bantuan orang lain?” balas Ardy.
“Kakak selalu aja ngebela dia. Bodo, ah! Nola mau sarapan dulu,” seru Nola sambil berlalu. Ardy menggelengkan kepala melihat sikap adiknya tersebut. “Nola ... Nola ... kapan, sih, kamu mau berubah, Dek?” gumam Ardy sendirian. Tentu saja tak akan terdengar Nola.
Di ruang makan terdengar suara Mama yang keras, seperti sedang membentak-bentak. Ardy bergegas keluar kamar. Benar saja. Mama sedang memarahi si Mbok.
Wanita tua itu hanya bisa terdiam. Menunduk tanpa berani bicara sepatahkata pun.
Ardy terenyuh. “Ma .... “ Ardy menyela. “Apa? Kamu mau belain Tua Bangka ini lagi?” tanya Mama dengan mata membesar penuh amarah.
“Maaf, Ma. Ardy bukannya mau membela si Mbok, tapi mau jelasin sesuatu.“
“Jelasin apa? Kamu mau nyari pembantu buat gantiin dia, hah?” tanya Mama lagi sambil menudingkan telunjuk ke arah si Mbok.
Ardy melirik pada wanita tua itu. Masih menunduk lemah. Ada tetesan air mata jatuh menyusuri pipinya.
Setelah menarik napas panjang, Ardy lanjut bicara, “Ini semua kesalahan Ardy, Ma.”
“Kesalahan apa? Apa hubungannya antara kamu dengan makanan busuk ini?” tanya Mama menunjukan tempat nasi yang tengah dipegangnya. “Tadi pagi, Ardy nyuruh si Mbok nyiapin air hangat buat mandi. Mungkin karena--”
“Tidak, Nyonya. Bukan begitu,“ si Mbok memotong bicara. Buru-buru Ardy segera menanggapi, “Sudahlah, Mbok. Gak usah diperpanjang lagi. Di dapur masih ada kerjaan lain, kan? Lebih baik Mbok beresin dulu tugas itu ya?” sahut Ardy tak ingin si Mbok mengatakan hal sebenarnya tadi Subuh.
“Bohong, Ma. Kak Ardy gak nyuruh si Mbok nyiapin air. Justru yang masak di dapur tadi pagi itu Kak Ardy, Ma. Terus si Mbok enak-enakan tidur di kamarnya,” ujar Nola mengejutkan Ardy dan si Mbok.
Mama terperanjat. “Bener begitu, Ardy?” tanya Mama semakin keras.
Ardy gelagapan. Tak tahu apa yang harus diucapkan. Sementara wajah si Mbok sudah pucat pasi. Ketakutan. Khawatir jikalau majikannya itu akan berbuat hal yang tak diinginkan. “Enggak, Ma. Sama sekali gak bener," kilah Anak muda tersebut. "Nola, kamu jangan suka bohong!"
Nola malah tertawa mengejek. “Yang berbohong itu siapa? Nola atau Kakak sendiri?”
“Benar-benar memalukan! Tak sepatutnya kamu berbuat seperti itu, Ardy!” sahut Mama galak. Kalau Mama sudah bersikap seperti itu, tak ada seorang pun yang berani angkat bicara.
Nola tersenyum puas melihat kakaknya dimarahi sedemikian rupa.
“Ada apa ini pagi-pagi, kok, sudah ribut?” tanya Papa yang baru datang di antara mereka. “Ini, lho, Pa. Si Ardy sudah berani berbuat hal yang memalukan,” adu Mama sambil menatp tajam Ardy dan si Mbok, “Mulai saat ini, kita harus mengawasi anak ini. Jangan sampe banyak bergaul dengan pembantu bodoh itu!”
Nafsu makan rasanya hilang karena kejadian pagi ini. Sementara si Mbok masih berdiri di tempat semula. Belum berani beranjak sebelum majikannya menyuruh pergi. “Sudahlah. Mbok kembali ke dapur lagi, ya,” titah Ardy pelan.
Si Mbok memandang sorot mata Mama yang masih diselimuti hawa amarah. “Ya, sudah sana! Saya sudah muak dengan muka tua kamu itu!” sahut Mama ketus. Akhirnya si Mbok segera berlalu dari sana.
“Benar ... kamu berbuat itu, Dy? Jujur saja!” Papa mulai angkat bicara di antara sarapan paginya. Ardy menghela napas. Terasa sesak menggayut di dada. “Ya, Pa,” jawab Ardy perlahan.
“Kenapa kamu bohong tadi?” Mama bertanya dengan nada sinis. Ardy tak menjawab. Merasa tak enak dengan kondisi si Mbok.
“Ma, Pa, Ardy ke dapur dulu, ya?” pamit Ardy seraya beranjak tanpa menjawab pertanyaan Mama tadi.
“Jawab dulu pertanyaan Mama!”
Ardy tak mempedulikan.
“Lihat, Pa! Anak itu sudah berani bersikap seperti itu pada Mama! Dasar anak haram!” ujar Mama ketus.
“Ma, jangan bicara sembarangan. Ingat perjanjian kita dulu,” Papa mengingatkan Mama. “Masa bodoh dengan perjanjian gila itu, Pa! Aku sudah muak dengan anak itu!” gumam Mama geram.
“Bersabarlah dulu. Nanti juga kalau sudah waktunya, kita bisa menikmati semuanya tanpa anak itu, kan?” suara Papa semakin perlahan. Seakan khawatir terdengar oleh Ardy atau Nola sendiri yang duduk tak seberapa jauh dari mereka berdua.
“Perjanjian apa, sih, Ma? Pa?” tanya Nola tiba-tiba. Mama dan Papa tersentak. Keduanya saling berpandangan.
“Jangan banyak bertanya. Habiskan saja sarapan kamu itu. Kita sudah terlambat, nih,” kata Papa seakan ingin menghindari pertanyaan Nola tadi.
“Terlalu banyak rahasia di rumah ini!” seloroh Nola ketus.
Mama dan Papa buru-buru menyelesaikan sarapan. Sementara Ardy yang tadi beranjak ke dapur, menemui si Mbok yang sedang duduk termenung sendirian. Wanita tua itu tampak bersedih. Ardy menghampirinya. Dia ikut sedih melihat sosok tua itu. “Aku minta maaf atas kejadian ini, Mbok. Gara-garaku, Mama jadi marah dan Mbok terkena sasaran. Maafkan kedua orangtuaku itu ya, Mbok,“ ucap Ardy sambil mengusap bahu si Mbok. Wanita tua itu menoleh.
“Endak, Aden sama sekali ndak bersalah dan ndak perlu meminta maaf sama si Mbok. Ini semua salah si Mbok sampai Aden ikut dimarahi Nyonya,” jawab si Mbok mengusap air matanya. “Aku yang bersalah, Mbok. Aku harap, Mbok gak terlalu mempedulikan ucapan Mama tadi, ya? Bersabarlah,aku janji, selama masih ada aku di rumah ini, aku akan selalu berusaha melindungi si Mbok,” ujar Ardy kemudian.
“Jangan, Den. Jangan lakukan itu. Nanti Tuan dan Nyonya akan lebih marah lagi sama Aden. Biarlah penderitaan ini, si Mbok sendiri yang merasakan, Den.” Si Mbok tiba-tiba merasa khawatir. “Enggak, Mbok. Aku bersungguh-sungguh, kok, dengan ucapanku ini.”
“Jangan lakukan itu, Den.”
“Mbok jangan khawatir. Aku bisa jaga diri, kok,” ujar Ardy mantap. “Entahlah, aku merasa bahwa antara aku dan si Mbok, seperti terjalin satu ikatan yang erat sekali. Tapi, aku gak tahu rasa seperti apa yang kurasakan ini? Bukan hanya sekedar kasihan atau apalah gitu. Tapi--“
“Jangan, Den. Aden jangan punya rasa seperti itu. Aden dan Mbok ndak ada hubungan keluarga atau pertalian apa pun. Ndak sepantasnya Aden berlaku seperti itu pada si Mbok. Aden adalah keturunan keluarga terhormat dan sangat disegani. Sementara si Mbok, hanya seorang pembantu tua yang ndak punya apa-apa. Mbok berusaha untuk tetap bersabar dan bertahan dalam keluarga ini, karena si Mbok ndak punya tempat menitipkan badan ini. Keluarga Mbok semuanya sudah tiada,“ kata si Mbok lirih.
...BERSAMBUNG ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
belom ketemu benang merah nya
2023-01-06
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓳𝓭 𝓹𝓮𝓷𝓪𝓼𝓪𝓻𝓪𝓷 𝓪𝓭𝓪 𝓻𝓪𝓱𝓪𝓼𝓲𝓪 𝓪𝓹𝓪 𝔂𝓪🤔🤔🤔
2022-11-08
0
💎hart👑
masih nyimak
2022-11-04
0