Praja
Pria berjas hitam dengan celana yang selaras dengan warna jasnya itu nampak terdiam menatap tak percaya pada sosok pria tua nan berwibawa yang kini sedang duduk di hadapannya.
Dia Praja Ragarndra, pria tampan yang merupakan sebuah pengusaha ternama di Jakarta. Namanya sebagai pengusaha sukses diusia 27 sangat terkenal hingga ke luar negeri. Siapa yang tak kenal dengan Praja? Pria dingin, pemarah, namun pendiam dan sangat tegas sangat disegani oleh orang-orang di sekitarnya.
Cara bicaranya yang tak pernah basa-basi nyaris membuatnya tak pernah banyak bicara kepada orang-orang yang ada disekitarnya.
Mungkin dari sekian banyak pria pendiam hanya pria berparas tampan itu yang patut dinobatkan sebagai pria sedingin es.
Bayangkan saja, diumurnya yang sudah 27 tahun, ia belum pernah menjalin hubungan dengan seorang gadis. Pria yang kaya raya, tampan dan memiliki segalanya tentu saja telah menjadi incaran para gadis-gadis, namun sayangnya tak ada satu pun yang mampu membuat hati sekeras batu itu luluh.
Cuek, yah itu adalah salah satu sifatnya yang paling menonjol pada diri seorang Praja.
Kedua mata Praja terbelalak dengan mimik wajahnya yang sangat tak percaya dengan apa yang telah dikatakan oleh Opanya.
"Kamu setuju kan?" tanya Sumbawa dengan wajahnya yang penuh harap.
"Apa Opah serius?" tanya Praja tetap dengan sikap dinginnya, bahkan Sumbawa yang merupakan Opanya pun merasa gugup jika berhadapan dengan cucu laki-lakinya.
"Yah." Sumbawa mengangguk yakin.
"Bagaimana bisa Opah tidak serius jika bicara dengan kamu, Nak."
Praja menghembuskan nafas berat lalu bangkit dari kursi hitamnya dan melangkah menatap ke arah dinding kaca tembus pandang gedung ruangan pribadinya sembari menatap pemandangan bangunan yang terpampang indah di luar sana.
"Opah harap kamu mau melakukannya," ujar Sumbawa dengan nada suara yang dibuat sehati-hati mungkin.
Sumbawa tak ingin melihat pria dengan tubuh tinggi 181 dan tubuh ideal itu marah kepadanya.
"Tapi kenapa harus aku?" tanya Praja setelah dirinya cukup lama diam.
"Hanya kamu cucu Opah, satu-satunya."
Praja menoleh menatap Opanya yang nampak tersentak kaget setelah bertemu pandang dengan sorot mata Praja yang tajam. Praja melangkahkan kakinya pelan membuat Sumbawa menelan ludah. Entah mengapa ia merasa takut dengan cucunya sendiri yang kini masih melangkah mendekatinya.
Sumbawa memilih untuk menunduk mengalihkan pandangan mata Praja.
"Ini kesalahan Opah, lalu mengapa harus aku yang mendapat resikonya?"
"Praja, aku tahu ini kesalahan Opah tapi, yah hanya kamu cucu Opah. Opah sangat berharap kepada kamu sebagai cucu tersayang Opah."
"Opah yang menabrak orang itu lalu mengapa aku yang harus menikahi gadis yang tak pernah aku lihat sebelumnya?"
"Yah, Opah tau, Praja. Oleh sebab itu Opa akan mengajak kamu untuk pergi menemui anak yang telah ku tabrak Ayahnya hingga meninggal."
"Opah sangat berharap banyak dengan kamu."
"Karena kesalahan Opah, gadis itu kini tak memiliki Ayah dan dia sekarang hanya tinggal bersama Ibu tirinya."
"Opah tahu, Praja, ini tak adil untuk kamu tapi ini juga tak adil untuk anak yang telah Opah tabrak Ayahnya hingga ia tak dapat merasakan kasih sayang Ayahnya," jelas Sumbawa.
Kedua sorot mata Praja tertunduk setelah sejak tadi ia menatap lukisan sebuah keluarga disebuah bingkai coklat kayu. Lukisan yang memperlihatkan sebuah 3 anggota keluarga. Pria berwibawa dengan kumis tipis, berjas abu-abu nampak bergandeng tangan dengan wanita berparas cantik serta anak laki-laki dengan jas abu-abu yang diselaraskan dengan jas pria itu.
"Dia hanya kehilangan Ayahnya tapi aku kehilangan keduanya dalam kecelakaan itu."
Praja menoleh menatap Opanya yang kini menganggukkan kepalanya pelan lalu bangkit dari kursi dan melangkah mendekati cucunya.
"Yah aku tahu Praja, ini kesalahan Opah tapi boleh kah engkau membantu Opah dalam menutupi kesalahan Opah?"
"Aku mohon Praja."
"Kamu hanya perlu menikahinya dan membawanya ke rumah lalu biarlah para pelayan yang melayaninya hingga ia merasakan kebahagiaan yang tak pernah dia rasakan."
"Kamu tak perlu bersamanya jika kamu mau dan kamu bebas menikah lagi atau tak mempublikasikannya kepada orang banyak jika dia adalah istri kamu, gadis yang telah kamu nikahi," jelas Sumbawa.
Praja terdiam, mematung menatap Opanya yang kini tersenyum penuh harap. Haruskah ia menerima permintaan Opanya yang sama sekali tak pernah terpikir dari otaknya. Praja sadar jika Opanya memang tak pernah meminta sesuatu kepadanya tapi apakah permintaan ini harus ia turuti
"Praja," panggil Sumbawa membuat Praja menoleh.
"Opah mohon dengan kamu" ujar Sumbawa.
"Kamu mau, kan?"
Praja memutar tubuhnya membelakangi Sumbawa lalu melangkah kembali mendekati kaca tembus pandang. Rasanya tak ada pilihan lain kali ini. Praja tahu umur Opahnya sudah sangat tua dan ia tak mungkin membuat Opahnya hidup dengan rasa bersalah.
"Praja, bagaimana?"
"Aku setuju," ujar Praja dingin membuat Sumbawa tersenyum.
"Apa kamu serius?"
"Kapan tanggal pernikahannya?"
Sumbawa melangkah lebih mendekati cucunya seakan begitu sangat tak percaya jika kalimat itu diujar kan oleh Praja.
"Mungkin sebaiknya kita temui gadis itu," ujar Sumbawa.
"Kapan?"
"Besok, dia tinggal di Desa terpencil dan mungkin butuh dua hari untuk ke sana."
Praja mengangguk perlahan tetap dengan sorot matanya yang menatap pemandangan bangunan.
"Pergilah! Aku ingin sendiri!" ujar Praja.
Sumbawa mengangguk lalu melangkah pergi ke luar dari ruangan pribadi Praja setelah memberikan tepukan hangat pada kedua bahu Praja. Kali ini Sumbawa sangat gembira akan ujaran cucunya.
Yah, Praja memang tak mengatakan jika ia menerima perjodohan ini dengan ikhlas tapi Sumbawa yakin setelah ini Praja akan berpikir baik-baik.
Suara pintu yang ditutup itu terdengar dan itu menandakan jika Sumbawa telah keluar dari ruangannya.
Saat ini suasana menjadi sunyi, hanya ada suara detakan jarum jam yang bergerak menunjukkan waktu. Praja menghela nafas panjang lalu tersenyum. Ia memejamkan kedua matanya merasakan setiap belaian udara yang mengisi kedua rongga paru-parunya.
Tak berselang lama Praja membuka kedua matanya menatap bangunan-bangunan kota serta keramaian di bawah sana. Praja mengangkat sudut bibirnya dan berkata,
"Aku siap."
"Siapa pun gadis yang dijodohkan oleh Opah untuk aku maka gadis itu tak akan pernah bahagia."
"Aku akan membuat gadis itu menyesal karena telah bertemu dengan aku."
"Aku berjanji bahwa setelah pernikahan gadis itu tak akan kuberikan ruang untuk tersenyum."
"Dia akan menderita dan membuat dirinya pergi dari rumah lalu aku akan bebas dari tali pernikahan."
Praja memasang kaca mata hitam setelah meraih benda itu dari jas hitam yang ia kenakan lalu berpaling membelakangi bangunan yang dihalang oleh kaca pembatas jendela.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments