2. Sandigo Sang Sekertaris

Praja melangkah diiringi dua bodyguard  berseragam hitam yang kini melangkah di belakangnya. Semua para karyawan di perusahan PT Praja kini berdiri dan memberi hormat dengan menundukkan kepala serta membungkukkan badan. Tak ada yang berani menyapa bos besar itu. Sikapnya yang dingin membuatnya tak mampu diajak untuk berbasa-basi di suatu kondisi.

Tak ada yang memberi ucapan selamat pagi atau semacamnya, tak yang berani untuk melakukannya. Semua orang akan berpikir milyaran kali untuk melakukannya.

Praja berlalu begitu saja dan masuk ke dalam mobil mewah setelah dibuka oleh sekertarisnya, Sandigo.  Pria berkulit kuning langsat dengan bibir yang selalu tersenyum. Menurut para karyawan, sekertaris bernama Sandigo ini adalah pria murah senyum dan suka menghibur, yah ini semua bukan tanpa alasan, karena Sandigo yang lebih akrab dipanggil Digo adalah pria ceria, suka bercanda dan baik hati. Sikap Digo sangat jauh berbeda dengan Praja yang amat sangat dingin. Jangankan dengan sikapnya yang dingin tetapi, hatinya itu juga membeku.

Mobil itu berlalu meninggalkan para karyawan yang kini bernafas lengah setelah kepergian bos besar. Rasanya dunia akan menjadi seperti penjara jika di kantor ini ada Praja. Jangankan untuk bicara atau bergosip bahkan bernafas pun mereka sangat takut.

Apa ini terlalu berlebihan, hah kalian belum pernah bertemu dengan Praja saja.

"Akhirnya si bos besar itu pulang juga," ujar Yana lalu menghempaskan tubuhnya ke kursi.

Nika yang menoleh menatap kepergian Praja beserta rombongannya kini ikut menghela nafas lega.

"Gue yakin, deh nggak bakalan ada yang mau nikah sama bos besar yang dingin kayak gitu," ujar Nika jujur.

"Tapi dia ganteng banget," tambah Fira sembari menyentuh kedua pipinya seakan membayangkan wajah tampan Praja di hadapannya.

Yap, siapa yang tak tertarik dengan wajah Praja. Rambut hitam yang selalu rapih, bibir atas yang terlihat tipis dan terlihat agak seksi di bagian bawahnya yang berwarna  pink segar, bulu mata yang lentik, bola mata indah dengan warna coklat kekuningan, hidung yang mancung, tubuh tinggi dan body atletis. 

"Aku rasa jika ada yang mau menikah dengannya, maka gadis itu akan lari dari pesta pernikahan," ujar Yana.

"Tapi guys, menurut gue wanita yang bakal menjadi istrinya akan beruntung," ujar Nika sangat serius.

"Iya sih, aku percaya. Bos itu orangnya yang kaya raya dan tajir melintir, apa pun pasti bisa dia beli," tambah Fira.

"Perusahan besar ada di seluruh provinsi, punya banyak mobil mewah, punya rumah mewah disetiap provinsi bahkan di luar negeri juga, punya toko emas, mall besar,  tambang emas, batu bara dan ahhhh gue nggak ngerti lagi sama tuh orang," oceh Nika seakan putus asa untuk menjelaskan.

Ia duduk pasrah di atas kursi.

"Aduh keren banget," tambah Yana membayangkan.

"Tapi satu sih yang paling bikin geregetan."

"Apa?" tanya Yana dan Fira dengan kompak.

"Guys gue yakin, deh pasti cara main bos itu lumayan jago."

"Jago?" tanya Yana tak mengerti. Yana menatap Fira yang menggeleng tak mengerti.

"Yah Iya lah, maksudnya jago di ranjang," bisik Nika membuat kedua sahabatnya menghembuskan nafas panjang, pikiran Nika tak pernah jernih semuanya kotor.

"Guys, lo liat dong! Badan bos itu kekar gitu pasti yang di bawah juga ahhhh," des*h Nika membuat kedua sahabatnya, Fira dan Yana menggeleng.

"Gila nih orang," timpal Fira lalu melangkah ke arah meja kerjanya.

"Lah? Emang kenapa?" tanya Nika yang bangkit dari kursi dan mengintip ke arah meja sebelah.

"Kotor otak lo. Tuh, liat CCTV! Bisa di usir lo dari perusahaan kalau lo diliat santai gitu."

Nika menoleh menatap CCTV yang ada di sudut ruangan membuat Nika dengan cepat mengelokkan posisi duduknya. Jangan salah! CCTV itu terhubung langsung dengan handphone Praja.

...🍃🍃🍃...

Praja melangkah masuk ke dalam rumah yang bernuansa emas, yah sejujurnya warna emas di dinding rumahnya adalah emas murni asli. Rumah dengan lantai tiga dan satu lantai bawah tanah ini memiliki 100 pelayan yang telah ditentukan tugasnya dengan gaji yang sangat tinggi. Tak perlu diragukan lagi, bahkan belasan pelayan di rumah ini berpendidikan S2, menurutnya gajinya sebagai pelayan jauh lebih tinggi dibandingkan menjadi S2.

"Apa ini serius?" tanya Digo setelah mengetahui jika, bosnya itu bersedia untuk menikah.

"Dari mana kau tau?"

"Dari Tuan Sumbawa."

Praja menghembuskan nafas panjang. Sumbawa telah memberitahu hal ini kepada Digo. Lihat saja! Kalau berita ini sudah sampai pada Digo maka berita ini akan tersebar luas.

"Tapi apa benar Tuan akan menikah?"

Praja mengangguk sembari terus melangkahkan kakinya menuju ruangan pribadi khusus untuk kerjanya yang berada dilantai paling atas. Yap, lantai tiga memang khusus untuk dirinya dan tak sembarang orang yang boleh naik ke atas sana, kecuali Digo, pria yang telah berada bersamanya sejak lama.

"Sama siapa?" tanya Digo penasaran.

Praja tak menghentikan langkahnya lalu masuk ke dalam pintu lift. Kali ini dua bodyguard tak ikut bersamanya dan memilih untuk berdiri di depan pintu lift, ini sudah peraturan yang telah ditentukan jika, telah berhubungan dengan lantai tiga dua bodyguard pribadinya itu tak boleh ikut masuk. Jujur saja selama ini mereka tak pernah menginjakkan kakinya ke lantai tiga.          

"Apa Tuan telah bertemu dengan gadis itu?" tanya Digo ketika ia dan Praja telah berada di dalam lift.

"Tidak," ujarnya dengan wajah dingin.

"Lalu kenapa tiba-tiba mau menikah?"

"Aku hanya menikahinya karena kemauan Opah, hanya itu."

Praja melangkah keluar dari lift ketika pintu itu terbuka meninggalkan Digo yang kini mengkerutkan kedua alisnya.

"Hanya menikahinya? Emm, Tuan Praja!!!" teriak Digo lalu berlari mengejar langkah Praja.

"Pernikahan bukan permainan," ujarnya membuat langkah Praja terhenti.

Praja menoleh membuat Digo terperanjat kaget dengan tatapan tajam itu.

"Maaf, kan saya," ujarnya.

Praja menghela nafas lalu memperelok posisi berdirinya sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.

"Itu menurut kau tapi, menutur aku itu hanya sebuah permainan. Kau telah menikah dan aku tahu kau lebih mengerti dengan perempuan dan jika perempuan itu telah menikah dengan aku maka kau yang akan mengurusnya," jelas Praja lalu melangkah ke arah mejanya yang serba hitam. Yah semua peralatan di lantai ini serba hitam.

"Aku yang mengurusnya?" Tatap Digo tak percaya sambil menunjuk ke arah hidungnya.

"Em, tapi Tuan!!!" teriak Digo kembali berlari mengejar Praja dan duduk di kursi yang berada di depan meja Praja.

"Jangan berteriak!" ujar Praja dengan nada suaranya yang begitu tegas.

"Maaf, Tuan," ujarnya menyesal yang kesekian kalinya.

"Kau tahu kan kalau aku tak suka orang yang terlalu berisik," ujarnya membuat Digo mengangguk.

"Tapi maaf Tuan, mengapa harus aku yang mengurus wanita yang nantinya akan menjadi istri Tuan?"

    

  

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!