Ku Rebut Calon Suamimu
...BAB 1...
...Nikahi Aku!...
Cekiiiiiiiittttt.....
Bruaaakk
_________________________________________
Seorang Pria berusia 27 tahun, tengah berlari memangku seorang perempuan yang sudah terkulai lemas dan pingsan, dengan darah yang mengalir deras di bagian lutut hingga mengalir ke tumit kakinya.
"Ada apa ini Pak?"
"Tolong saya suster. Saya tak sengaja menabrak perempuan ini. Saya mohon tolong tangani dia dengan baik!" sahutnya panik.
"Baik, silakan anda ke bagian administrasinya dahulu Pak dan mohon hubungi keluarganya, kami akan membawa segera pasien ke ruangan UGD." titah salah satu suster, setelah membaringkan perempuan itu di atas brangkar.
"Baik suster..." Pria tinggi dan tampan itu menurut lalu melangkah cepat menuju ruang administrasi sambil membuka tas milik perempuan yang di tabraknya tadi. Mencari dompet dan ponselnya. Di dalam dompet ia melihat ada KTP dan beberapa lembar uang saja. Dahinya pun berkerut saat mengeja nama perempuan di KTP dengan pelan.
"Silvia Lestari... Usianya sekarang dua puluh lima tahun, ternyata dia seusianya Cathrine." gumamnya sendiri.
Pria tersebut lekas membuka ponsel dan mencari-cari nomer yang sering di hubungi Silvia lewat log panggilannya. Beruntung sekali ponsel itu tidak memakai kunci sandi sehingga memudahkannya untuk membuka isi ponsel.
"Hallo selamat siang? Apakah anda dengan salah satu keluarganya Nona Silvia Lestari?" tanyanya.
[.........]
"Bolehkah siang ini anda ke rumah sakit? Nona Silvia sekarang ada di rumah sakit dan mengalami kecelakaan." sahutnya lagi, mesti Pria itu tahu jika yang dia telepon mengaku bukanlah anggota keluarganya tapi teman satu kerja perempuan tadi. Dia tetap meminta orang itu untuk datang ke Rumah Sakit.
"Bagaimana keadaannya Dokter?" tanyanya, setelah Dokter keluar dari ruang UGD selesai memeriksa dan mengobati Silvia.
"Sekarang pasien sudah sadar Pak, anda boleh menjenguknya. Hanya saja tadi setelah kami rontgen, kami menemukan ada keretakan lebar di bagian tulang kakinya mungkin untuk beberapa bulan lamanya dia akan mengalami kesulitan berjalan dan terpaksa harus menggunakan bantuan kursi roda atau kruk." jelas Dokter tersebut.
Pria itu tercengang, merutuki kesalahannya sendiri. Bagaimana bisa dia begitu cerobohnya sampai mencelakai orang?
Ya Tuhan kasihan sekali perempuan itu... Semoga saja dia mau memaafkan kelalaianku... batinnya gelisah, seraya mengusap gusar wajahnya.
Pria itu hendak memasuki ruang ICU untuk menjenguk perempuan yang ia tabrak tadi. Namun tiba-tiba saja suara dering telepon mengagetkannya dan menghentikan niatnya untuk masuk. Dahi Pria itu berkerut, setelah melihat siapa yang meneleponnya. Lantas ia menepuk dahinya karena telah melupakan sesuatu.
"Hallo sayang?" sapanya tergugup.
["Kamu dimana Dev? Katanya kita janji makan siang di Cafe. Aku udah satu jam lebih lho, nungguin kamu disini!"] protes seorang wanita di seberang teleponnya.
"Cathrine, maafkan aku sayang, Aku dalam musibah. Tadi sebelum menuju ke Cafe tempat biasa kita makan. Aku tak sengaja menabrak orang. Dan sekarang aku ada di Rumah Sakit." jelasnya gelisah.
["A-apa, ya Tuhan kamu nabrak orang Dev?!"] Wanita yang bernama Cathrine itu terkejut, tak percaya yang ia dengar. [“Bagaimana bisa kamu menabrak orang sayang?!”]
"Iya sayang, aku juga tidak tahu tiba-tiba saja perempuan itu muncul dan berlari ingin menyebrang jalan.” Jelasnya tampak risau. Devan pun mengusap keningnya yang berkeringat.
“Maaf jadi membuatmu cemas. Sepertinya untuk saat ini aku tidak bisa menemanimu makan siang di cafe, aku harus selesaikan urusan ini dulu. Nanti setelah selesai aku pasti kabari lagi." jelasnya.
[“Janji ya... Baiklah aku tunggu kabar darimu. Setelah nanti selesai dengan urusanmu. Kau harus datang ke apartemenku..."]
“Iya sayang aku janji padamu...”
[“Byeee... I love you beb..”]
“I love you too..”
Pria yang bernama lengkap Devan Alvandra itu kembali menutup ponselnya dan memasukkan benda pipih itu ke saku jas kerja miliknya. Lalu memutar knop pintu dan membukanya perlahan.
Hatinya berdegup kencang. Dia masih khawatir jika perempuan yang bernama Silvia itu akan memarahi dan menuntutnya.
“Selamat siang, bagaimana sekarang keadaanmu, apa masih sakit?” tanyanya dengan hati-hati.
Devan masih menampakkan wajah penuh bersalahnya pada Silvia yang sudah tersadar dan duduk bersandar di atas ranjang dengan satu kakinya di balut perban.
“Apa kau tidak melihatnya? Tentu saja masih terasa sakit.” ketusnya dengan mimik kesal.
Devan meraih kursi dan duduk di sampingnya Silvia. Kepalanya tertunduk lesu betapa ia sangat menyesali kecerobohannya.
"Saya benar-benar minta maaf atas kejadian ini... Sungguh saya benar-benar tidak sengaja. Tetapi sebagai gantinya akan saya penuhi semua apapun yang anda pinta. Apa anda butuh uang? Akan saya berikan sekarang juga kalau anda mau. Berapa nominalnya, katakan saja. Biar saya kirimkan lewat rekening." tawarnya.
Devan kembali merogoh ponselnya, bersiap mendengar dan mengirimkan sejumlah uang untuk Silvia.
"Apa kau yakin ingin memberikan apa yang kuinginkan?" tanya Silvia dengan tatapan berbinar seketika.
Devan mengangguk cepat dan tersenyum senang. "Iya, sebagai tanda permintaan maaf saya kepada anda Nona, akan ku berikan apapun yang anda mau..."
"Benar akan memenuhi semua permintaanku?" lagi Silvia bertanya untuk memastikannya.
"Iya Nona, jangan ragu katakan saja apa yang anda mau..." ulang Devan.
"Aku tidak ingin uangmu..." ucap Silvia singkat.
Perempuan cantik berambut coklat panjang, yang di ikat ekor kuda itu menatap serius manik gelapnya Devan, yang membuat Pria itu mengerutkan dahinya tak mengerti.
"Em, anda tidak menginginkan uang saya, lalu?"
"Aku ingin kau menikahiku..." pintanya tiba-tiba, yang sontak saja membuat Devan terkejut.
"A-a apa, me-menikahi anda?" gelagapnya, dengan menelan susah ludahnya. Tak lama, Devan pun menahan tawanya. Dia pikir Silvia hanya sedang mencandainya.
"Hahaha apa anda sedang bergurau Nona? Itu tidak lucu. Ayo katakanlah apa yang anda mau. " Alihnya bertanya lagi, sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku serius, aku ingin kau nikahi..." Silvia mengangguk lagi, menatap lekat, penuh harap pada Devan.
"Aku akan memaafkanmu dan melupakan musibah ini. Biarlah, mungkin ini sudah takdirku yang harus celaka." ujarnya. "Asalkan kau mau menikahiku itu sudah cukup membuatku lega... Di dunia ini, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi, aku tak tahu siapa yang akan mengurusiku nantinya." lirihnya yang kini wajah Silvia tampak bersedih.
Devan yang duduk di sampingnya pun bertambah bingung, hatinya tersimpan iba padanya, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa untuknya.
"Em, ma-maafkan saya Nona ta-tapi permintaan anda ini_"
"Bukankah barusan kamu sudah berjanji akan memenuhi permintaanku?!" desaknya lagi.
"Iya tapi, saya tidak menjanjikan soal untuk menikahimu. Dan maaf sekali lagi saya sudah punya kekasih dan satu bulan lagi kami akan menikah.. Dan keinginan anda ini, sungguh sangat di luar kemampuan saya." tolaknya secara halus.
Silvia mengerutkan dahinya. Menatap tajam Devan. "Baiklah jika kau tidak mau menikahiku! Lebih baik aku mati saja. Karna percuma saja bila aku hidup, aku sudah tidak bisa lagi bekerja!" pekiknya. Silvia menangis, dan kedua tangannya menutupi wajahnya yang terisak-isak kencang.
“Nona, Nona Silvia tolong berhentilah menangis! Baiklah, bagaimana kalau begini saja! Saya akan carikan perawat untuk merawat anda, sampai anda benar-benar sembuh kembali. Anda tak perlu khawatir soal biaya. Semuanya saya yang tanggung termasuk biaya hidup anda...” saran Devan mencoba membujuk Silvia, agar gadis itu tenang kembali. Tapi Silvia malah menarik jarum infus di tangannya dengan paksa dan mengancam Devan.
"Tidaak aku tidak mau perawat! Pokoknya aku ingin kamu menikahiku secepatnya!!" pintanya lagi sambil berteriak. Silvia yang hendak beranjak dari ranjang pun segera di tahan oleh Devan.
“Anda mau pergi kemana Nona? Tenanglah dulu, kumohon... Kita bicarakan lagi ini baik-baik”
“Lepaskan aku! Biarkan saja aku mati!” Silvia menepis kasar tangannya Devan yang menahan pundaknya.
Di tengah kemarahan Silvia, tak lama datanglah seorang perempuan sebaya Silvia mengetuk pintu kamar yang tak tertutup rapat.
"Silviaaa!!" teriaknya, sambil menangis.
"Nana..." Silvia mendongak ke arah suara.
Perempuan yang bernama Nana itu pun berlari menghambur memeluk Silvia di ranjang.
"Kamu kenapa Sil, bisa jadi kayak gini? Ya ampun tadi pagi-pagi kan kamu baik-baik aja, eh tahu-tahu dapat kabar kamu di Rumah Sakit habis kecelakaan!" selorohnya sambil menangkup kedua belah pipi temannya. Lalu beralih melihat kaki Silvia yang sudah di perban begitu sangat rapi.
*****
Malamnya Silvia di perbolehkan untuk pulang, lalu Devan mengantarkan Silvia ke kontrakan milik Nana untuk menumpang istirahat sementara waktu, karna Silvia memang belum bisa di tinggalkan sendirian di kosannya yang kecil dalam keadaan terluka parah.
Sepanjang jalan setelah mengantarkan Silvia. Devan terus memikirkan permintaan Silvia yang secara tiba-tiba. Pasalnya dia benar-benar belum siap untuk menikahi perempuan itu. Lagipula dalam sebulan lagi, Devan juga harus menikahi Cathtrine, kekasihnya. Bagaimana mungkin dalam waktu dekat dia menikahi dua wanita sekaligus. Hati kecil Devan pun tak ingin mengkhianati Cathrine.
Devan kini telah sampai apartemen milik kekasihnya. Di ruang tamu apartemen Cathrine sudah menunggunya dengan setia.
Pintu terbuka dengan lebar, bibir merah menyala terbit seketika, saat kehadiran kekasih hatinya di depan pintu apartemennya.
"Sayang, bagaimana sudah selesai dengan urusanmu?" tanyanya yang lekas mengusap dan mengecup lembut pipi Devan yang terlihat kacau pada malam hari itu.
"Sudah sayang..." jawabnya terlihat sangat lesu dan gugup.
"Syukurlah jika begitu! Ayo masuk ke dalam, aku sudah siapkan makan malam untuk kita berdua. Aku yakin kamu pasti sudah sangat lapar 'kan?" tebaknya seolah tahu kalau Devan belum sempat makan malam ini.
Devan mengangguk pelan, Cathrine benar sebenarnya dari tadi siang dia memang belum sempat makan karena banyak pikiran yang melandanya.
Cathrine tersenyum manis. Lalu menggandeng calon suaminya ke ruang makan. Cathrine membantu membuka jas kerjanya Devan lalu menyimpannya di kepala kursi makan lainnya.
"Kamu terlihat kusut sekali? Apa kamu mau mandi dulu? Biar badanmu tampak lebih segar... Bagaimana?" tawar Cathrine sambil mengusap dan memijati pundak Devan penuh perhatian.
"Ah tidak Cath, aku mau langsung makan saja. Setelah itu aku harus pulang. Mau istirahat, besok pagi-pagi sekali aku harus ke kantor karna banyak pekerjaan yang ku tinggalkan semenjak tadi siang. Kamu tidak apa-apa 'kan?!" ujarnya. Sebenarnya ada banyak hal dalam pikiran Devan saat itu selain pekerjaan, dan lebih baik dia memang harus cepat pulang.
Cathrine mengerucutkan bibirnya, kecewa. Sebenarnya dia ingin sekali lebih lama di temani Devan, tapi mau bagaimana lagi Devan seorang pengusaha kaya, tentunya akan lebih sibuk dengan mengurusi pekerjaannya di bandingkan harus menemani calon istrinya saja. Tapi Cathrine tak terlalu memusingkan hal itu, yang terpenting adalah impiannya harus tercapai. Menjadi istri seorang pengusaha sukses dan kaya raya seperti Devan. Tentunya tak akan ia sia-siakan begitu saja dan hanya menjadi orang terkenal juga kaya raya sudah membuatnya cukup bahagia.
Cathrine mengangguk tersenyum mencoba mengerti dengan kondisi calon suaminya. Semata ia memang tak ingin membuat Devan tertekan dengan menahannya terus-menerus untuk bersamanya. Toh, dia pun tahu kalau Devan adalah lelaki tipe setia, bertambah lagi cinta Devan kepadanya sangatlah besar.
Sudah ia buktikan, selama tujuh tahun lamanya Devan masih tetap melajang demi menunggunya seorang. Dulu Devan pernah sempat Cathrine tolak karena Pria itu belum memiliki apa-apa tapi sekarang Cathrine seakan berubah haluan. Cathrine sangat menyukai perubahan pada diri Devan, pria itu semakin tampan dan mapan. Tentunya, wanita mana yang tak kan tertarik dengan pesona Devan Alvandra?
Setelah Devan selesai menghabiskan satu piring makannya dan membasuh wajahnya dengan air dingin, supaya nanti ia tak mengantuk dalam perjalanan pulang. Devan pun bersiap-siap untuk pulang.
"Sudah dulu ya sayang, selamat malam. Jangan tidur terlalu malam. Aku pulang dulu.." ucap Devan lalu mendaratkan kecupan lembut di kening kekasihnya.
Hanya itulah yang bisa Devan lakukan untuk calon istrinya, dia tak bisa memberikan lebih dari itu, mesti dia tahu hasratnya dan calon istrinya sangat menginginkan yang lebih dari itu. Tetapi untuk menjaga cintanya, Devan bertahan menunggunya hingga keduanya telah halal menjadi sepasang suami istri.
"Iya sayang... Kamu juga..." balas Cathrine.
Devan pun melenggang pergi setelah berpamitan. Kini dia sudah berada di mobilnya yang terparkir di basement. Pikirannya kembali teringat dengan permintaan Silvia kepadanya di Rumah Sakit tadi siang, dan beberapa kali juga Devan menghela nafasnya berat.
"Aku akan menunggumu dalam satu minggu ini. Jika kau tidak memberikanku kepastian. Maka aku tidak akan pernah memaafkanmu. Karenamu aku jadi sulit berjalan dan karnamu juga aku tak lagi bisa bekerja! Jadi kau harus bertanggung jawab dengan hidupku ini!" ancamnya saat itu.
"Perempuan itu sudah tidak waras. Apakah tidak ada permintaan lain selain aku harus menikahinya?" Devan menggeleng kepalanya frustasi, seraya mengusap kasar wajahnya.
Bersambung...
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Sandisalbiah
apa Silvia sengaja menabrakan dirinya pd mobil Devan utk melancarkan niatnya buat membalas si Catrine?
2024-08-07
0
aira aira
,/Smile/
2023-12-16
0
Maya Sari Niken
masa sih retak lmyan parah dah lngsung boleh pulang malemnya
2023-02-06
1