...BAB 4...
...Misi Menarik Perhatian Suami...
... ...
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cathrine pergi ke kantor perusahaan milik calon suaminya. Cathrine turun setelah memarkirkan mobil Avanza-nya lalu masuk dengan langkah cepat ke dalam pintu utama gedung besar yang tinggi menjulang itu.
“Apa Pak Devan sudah datang?” tanyanya buru-buru pada seorang resepsionis di sana.
“Emm belum Nona, sepertinya Pak Devan masih di jalan...” sahutnya terkejut melihat kedatangan calon istri atasannya yang sudah datang lebih pagi dari bosnya sendiri.
“Ok, baiklah aku tunggu di ruangannya saja.”
Tanpa bertanya lagi Cathrine bergegas masuk ke dalam lift dan naik ke lantai 8 tempat ruangan Devan berada. Beberapa menit kemudian lift itu terbuka lalu ia kembali berjalan masuk ke ruang Devan seperti biasanya, dan tanpa memperdulikan para pegawai di sana yang tengah memperhatikannya dengan pandangan berbeda, ada yang suka dan juga ada yang tak suka.
“Em, maaf Nona Cathrine anda mau di buatkan apa?” tanya sekretaris Devan seperti biasa jika kekasih atasannya itu mampir ke kantor dia akan gesit menawarinya, khawatir jika nanti Cathrine akan merajuk karna merasa tak di hormati oleh pegawai Devan. Mereka semua sudah hafal dengan sifat asli Cathrine yang gemar suka mengadu kekurangan para bawahannya kepada Devan.
“Capuchino panas saja, seperti biasanya...” pintanya sambil mengibas-ngibas tangannya pada sekretaris itu agar cepat pergi meninggalkannya.
“Ba-baik Nona...” angguk sekretaris itu lalu ia menutup kembali pintu ruang Devan.
Setelah di dalam ruangan Devan, Cathrine membuka ponselnya lalu hendak menelepon calon suaminya itu sambil berjalan mondar-mandir dengan perasaan gelisah dan juga amarah yang sudah tak tertahankan dari semalam tadi.
"Oh, sekarang kau mulai sibuk rupanya. Apa foto-foto itu benar, kalau kau memang sudah menikah di belakangku?! Awas saja ya kau Dev, jika memang benar kau bohongi aku! Aku tidak akan pernah memaafkanmu!" geramnya seraya mencengkram kencang-kencang ponsel di tangannya.
****
Sementara Devan yang baru saja selesai menelepon kliennya di dalam kamar, lekas ia memakai pakaian kerja dan bersiap berangkat. Sebelumnya, Devan pergi ke ruang makan ingin sarapan roti sandwich dan segelas jus jeruk seperti biasa yang selalu ia minta pada Bibi Sari, ARTnya. Saat berjalan melewati pintu kamar Silvia, dia menghentikan langkahnya sebentar dan melirik kamar Silvia yang pintunya sudah dalam keadaan terbuka tapi di dalamnya ia tak melihat Silvia. Dahinya mengernyit tanya.
“Kemana dia?” gumamnya pelan.
Ya, setelah pernikahannya dengan Silvia. Devan memang tak tidur satu kamar dengan Silvia. Itu atas permintaan Devan sendiri, karna hatinya memang belum siap batin untuk memperistri Silvia. Hanya sebatas iba dan salah-lah yang ia rasakan terhadap Silvia, karna hatinya sudah terkunci rapat hanya untuk Cathrine seorang.
Devan menghela nafasnya dalam dan menghembusnya kencang, lalu mengangkat kedua pundaknya ia tak terlalu perduli dengan urusan Silvia yang penting dia sudah memenuhi semua keinginan Silvia untuk dinikahi, sebagai ganti rugi atas kecelakaan yang menimpa Silvia karna dirinya sendiri.
Devan pun melanjutkan lagi langkahnya ke ruang makan. Sontak lelaki itu pun terkejut ketika melihat Silvia yang sudah duduk di meja makan sambil memakan sarapan nasi gorengnya dengan lahap dengan mulut penuh.
Silvia pun sama terkejutnya melihat Devan yang sudah berdiri di depan meja, lalu ia menyunggingkan senyum manis di bibirnya menatap Pria yang baru sehari itu resmi menjadi suaminya. "Hallo selamat pagi..." sapanya.
"Pagi..." balasnya datar. Devan berjalan pelan menarik kursinya dan duduk di hadapan Silvia.
"Kamu mau sarapan?" tawar Silvia masih dengan senyuman manisnya.
Devan melirik pada nasi goreng di atas piring Silvia dengan sekali tegukan. Bau harum telur mata sapi dan sosis goreng yang menggugah lidahnya, juga taburan bawang di atas nasinya, jujur saja itu membuat perut Devan merengek memintanya. Biasanya dia memang sarapan sandwich dan segelas jus buah-buahan saja demi ingin menjaga tubuh agar tetap atletis. Namun entah mengapa melihat nasi goreng itu Devan jadi ingin sekali mencicipinya.
"Apa itu tidak berbahaya?" tanyanya.
"Maksudmu?" Silvia mengerutkan dahinya tak mengerti.
"Yah makanan berat itu, apa akan membuat perutku menjadi buncit?" celetuk Devan.
Silvia menganga lantas ia jadi terkekeh geli mendengarnya. "Ya ampun, tentu saja enggak kalo tidak keseringan. Lagian sarapan kan bagus, malah makan nasi setiap pagi akan menambah energi di dalam tubuh kita. Jika tak mau gemuk, ya jangan biasakan makan malam di atas pukul enam. Gitu aja kok repot!" sindirnya.
"Em, bukan itu maksudku. Aku hanya belum terbiasa sarapan dengan nasi. Oh ya, mana Bi Sari?" tanya Devan yang langsung mengalihkan pembicaraan sambil menoleh kanan kirinya mencari sosok wanita paruh baya yang hampir dua puluh tahun merawat dan membantu kebutuhannya.
"Bi Sari di halaman rumah sedang menyiram tanaman." sahut Silvia.
"Kenapa, biasanya kan dia yang membuat roti sandwichku? Lalu kenapa tak ada sarapanku di atas meja?"
"Aku yang menyuruh Bi Sari agar tak membuat lagi sarapan untukmu. Sekarang akulah yang akan menggantikan pekerjaan Bi Sari untuk melayanimu. Seperti menyiapkan makanan dan minuman."
"A-apa? Aku tidak menyuruhmu kan, lagipula kakimu itu masih belum sembuh?" sergahnya heran. Devan tak habis pikir kenapa Silvia mau repot-repot mengurusinya padahal dia pun masih perlu bantuan.
"Tenang saja aku bisa masak sambil duduk kok. Itu aku taruh kompor gas di tempat agak rendah supaya memudahkanku untuk memasak jadinya..." terang Silvia sambil menunjukkan tempat masak yang sudah ia rubah kemarin bersama Bi Sari kepada Devan. Jujur saja, Silvia lebih suka masakan tangannya sendiri di banding harus beli makanan di luar atau masakan pembantu.
"Lagi pula aku sudah terbiasa melakukan ini..." tambahnya lagi.
Ya, dari usia remaja Silvia memang sudah pandai memasak setelah kepergian almarhumah Ibunya. Silvia saat itu, selalu ingin menghibur almarhum Ayahnya agar tak berlarut dalam kesedihan karena di tinggal pergi Ibunya lebih dulu dengan belajar memasak seperti yang pernah mendiang ibunya ajari. Dulu Ibu Silvia meninggal karna terjatuh dan mengalami pendarahan otak. Maka tak heran jika mendiang Ayah Silvia begitu sangat kehilangan, sehingga Silvia di usia 20 tahun mendiang Ayah Silvia masih tetap betah menduda.
Devan mengangguk pelan dan kembali menatap Silvia yang kembali meneruskan sarapannya.
"Boleh aku minta sedikit saja." pinta Devan sedikit ragu, namun tak ia pungkiri perutnya memang sudah sangat lapar dan meminta haknya untuk segera di isi.
Silvia tersenyum lalu mengangguk. "Oke, tunggu sebentar aku ambilkan ya..."
Silvia mengambil piring bersih yang sudah di siapkan di meja makan dengan serbet di atasnya lalu menyiduk nasi goreng yang masih mengepul panas di wadah mangkuk beling dan mengambil satu telur mata sapi juga sosis goreng. "Mau bawang gorengnya?" tanya Silvia lagi khawatir Devan tidak menyukai satu olahan bahan rempah itu yang terkenal masyarakat mampu membuat mulut dan badan kita jadi bau.
"Em boleh sedikit saja..." Devan tersenyum kecil, jujur sebenarnya sudah lama sekali ia tak lagi menyicip masakan rumahan setelah ia menjalin hubungan dengan Cathrine, wanita yang sangat ia cintai. Demi menjaga tubuh dan penampilan di depan Cathrine dia pun rela untuk menjauhi makanan-makanan bahkan kebiasaan yang sebenarnya ia sukai.
Setelah selesai menyiapkan sepiring nasi goreng dan memberikannya pada Devan, lalu Silvia menuangkan teh hangat di teko ke gelas Devan.
"Bagaimana enak kan?" Silvia melirik Devan sambil tersenyum senang karna Devan tampak sangat lahap memakannya, seolah lelaki itu tak makan seharian.
"Enak! Ya enak sekali..." ucapnya mengangguk, tanpa sadar dia memang memuji masakan Silvia.
Silvia kembali tersenyum puas dalam hatinya. Satu hal sudah dia dapatkan dari tips untuk menarik hati seorang suami. Pertama adalah soal perut, seorang istri memang harus pandai-pandai memanjakan suami dengan makanan terenak versi istri. Dan dimana jika suamimu akan memuji makanan istrinya, maka itulah awal kebahagiaan dari rumah tangga mereka. Tentunya ini akan menjadi misi Silvia sendiri, agar Devan perlahan melupakan dan meninggalkan Cathrine di dalam hidupnya.
Bersambung...
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Sandisalbiah
misi dimulai... walau target agak sulit di taklukan juga rival yg nyatanya lebih licik dan sadis tp Silvia gak boleh patah arang...
2024-08-07
0
linanti yani
semangat terus sil
2023-02-03
1
🍀fatima🍀
semangat silvia,
2022-12-27
1