Part *5

Anggun duduk dengan menyandarkan tubuhnya di atas bantalan sofa yang empuk. Ada rasa bersalah yang sangat kuat sekarang yang sedang dia rasakan.

Berulang kali dia mencoba untuk menghubungi seseorang lewat gawai yang dia punya. Namun, tangan itu terasa sangat berat ketika nomor orang itu sudah dia dapatkan.

"Ya Tuhan ... apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak ingin melihat mama merasa sedih. Alasan apa yang akan aku berikan pada mama?"

"Kak Dion yang keterlaluan, aku yang sibuk memikirkan alasan. Sungguh sangat menyebalkan semuanya ini," ucap Anggun sambil mengigit kukunya karena bingung.

"Non Anggun sedang bingung mikirin apa lagi sih? Kayaknya bingung banget sekarang, non?"

"Aku sedang memikirkan alasan yang paling tepat untuk aku katakan pada mama, Bik. Aku kasihan pada mama yang sangat merindukan kak Dion. Tapi sepertinya, orang yang dia rindukan ini sama sekali tidak punya perasaan yang sama."

"Harus apa aku, bik? Haruskah aku mengatakan yang sebenarnya pada mama? Tapi ... jika itu aku katakan, maka mama akan semakin terluka karena sikap kak Dion."

"Katakan saja kalau tuan Dion sedang sibuk, non Anggun. Bilang aja kalau dia gak bisa datang sekarang, tapi pasti akan datang lain waktu. Katakan saja kalau nanti beberapa hari lagi, non Anggun akan datang bersama tuan Dion ke sana."

"Ya Tuhan, Bik. Aku tidak ingin memberikan mama harapan palsu. Jika aku bisa lolos hari ini, maka aku akan bikin mama berharap yang banyak beberapa hari lagi. Itu sama saja dengan aku yang membuat mama semakin tersiksa."

"Non Anggun tenang saja. Beberapa hari ke depan kita pasti punya cara untuk membawa tuan Dion pulang. Percayakan semuanya pada bibi, non. Bibi pasti bisa membantu non Anggun menyelesaikan masalah yang sedang non hadapi."

"Ah ... semoga saja, bik. Aku sungguh sangat tidak kuat untuk menghadapi semua masalah ini sendirian. Rasanya, aku ingin sekali menjauh selama beberapa musim agar hati ini bisa tenang walau hanya sedikit saja."

"Pergi dan menjauh bukan solusi untuk menyelesaikan masalah, non Anggun. Itu hanya semakin memperburuk masalah saja. Karena menjauh, tidak akan pernah bisa membuat non Anggun jadi tenang. Masalah pasti akan selalu datang selagi kita masih bernapas."

"Ya. Bibi benar sih. Ah, ya sudah. Aku mau ke kamar sekarang. Aku ingin istirahat lebih awal malam ini. Karena besok pagi, aku harus ke kantor dan ada rapat dengan orang-orang penting."

"Baiklah, non. Jika ada apa-apa, panggil bibi saja. Bibi akan selalu ada buat non Anggun. Jangan sungkan ya."

"Iya, bik. Gak akan sungkan kok," ucap Anggun sambil bangun dari duduknya.

Anggun beranjak masuk ke dalam kamar. Ini masih sore sebenarnya. Tapi, dia sengaja ingin berdiam diri di kamar karena beban pikirannya yang begitu berat. Kepalanya jadi pusing karena terlalu banyak menangis.

Ketika Anggun duduk di atas ranjang, dia masih bisa mencium aroma tubuh Dion yang tertinggal di sana. Sejujurnya, Anggun sangat merindukan kehangatan, kemesraan, juga keromantisan saat berduaan dengan sang suami.

Umur pernikahan yang masih sangat muda itu seharusnya masih melekat seperti permen karet. Nempel dan selalu berdua ke mana-mana. Tapi sayang, kenyataannya sungguh jauh berbeda.

Kehangatan sebagai pasangan suami istri hanya dia rasakan selama satu bulan saja. Selanjutnya, mereka sudah mulai pisah ranjang saat bulan kedua. Karena mama kandung Dion yang sangat menginginkan anaknya tinggal di rumah mereka setiap hari. Karena itulah hubungan keduanya menjauh.

Anggun menarik napas panjang karena tidak ingin mengingat hal itu lagi. Rasanya, semakin dia ingatkan, semakin sakit pula rasa dalam hatinya saat ini.

Anggun memilih berbaring di atas kasur tersebut. Semakin kuat aroma tubuh Dion bisa dia cium. Anggun memejamkan mata untuk menikmati aroma harus tubuh suaminya.

"Aku rindu padamu yang dulu, kak. Kamu yang hanya jadi milikku saja. Tanpa harus berbagi kamu dengan siapapun. Termasuk mama kandungmu yang terlalu egois itu."

Anggun berucap sambil membelai kasur dengan lembut. Saat dia membelai kasur itu, tanpa dia sadari tangannya masuk ke bawah bantal yang Dion gunakan tadi.

Anggun seperti menemukan sesuatu di bawah bantal tempatnya berbaring. Segera dia membangunkan dirinya. Mengangkat bantal tersebut untuk melihat apa yang sudah tangannya rasakan.

Mata Anggun mendadak melebar. Dia menemukan sebuah kalung di sana. Kalung dengan liontin bunga lima kelopak. Setiap kelopak bunga tersebut dihiasi dengan berlian berwarna hijau. Entah itu berlian, atau baru rubi, ataupun permata sejenis lainnya. Yang jelas, setiap kelopak bunga tersebut berwarna hijau terang.

"Ini ... indah sekali." Anggun berucap lirih sambil tangannya mengangkat kalung tersebut di depan wajahnya.

"Punya siapa kalung ini? Apakah ini punya kak Dion?"

"Jika iya, mau dia berikan pada siapa kalung ini ya? Pada aku, atau pada perempuan lain?"

"Tapi jika dia ingin memberikan padaku, kenapa dia tidak memberikan langsung saja? Kenapa harus aku sendiri yang menemukan kalung ini di sini."

"Apa mungkin dia ingin memberikan kalung ini pada perempuan lain? Atau ... mungkin pada perempuan yang dia sebut sepupu itu?"

"Tuhan ... jika iya, aku tidak sanggup lagi bersama dengannya sebagai istri. Karena aku tidak ingin di madu apapun dan bagaimanapun alasannya."

Anggun berucap kata-kata itu sambil menggenggam erat kalung tersebut. Dengan tataan lurus ke depan, dia menerawang jauh memikirkan apa yang baru saja dia ucapkan.

Tapi, detik berikutnya, dia kembali mengangkat kalung itu untuk dia lihat.

"Ya Tuhan ... tapi kenapa aku merasa kalau kalung ini untuk aku ya? Kalung dengan liontin bunga hijau. Hijau itukan warna kesukaan aku. Kak Dion tahu betul warna apa yang paling aku suka."

"Agh ... sadar Anggun! Sadarlah! Mana mungkin Dion suamimu bisa membelikan kamu liontin seperti ini. Kamu tidak sedang ulang tahun. Tidak sedang memperingati hari spesial apapun. Dan yang paling penting, kamu tidak jadi orang yang spesial lagi buat dia. Jadi, mana mungkin dia mau membelikan kamu hadiah. Apalagi hadiahnya seperti ini. Barang berharga yang entah berapa harganya."

Anggun bangun dari duduknya. Lalu, menuju lemari untuk menyimpan kalung itu. Dia berniat akan menanyakan prihal kalung itu nanti setelah punya waktu menghubungi Dion.

***

Dion kini tiba di rumah orang tuanya. Sara selaku mama sudah menunggu kepulangan anaknya sejak tadi.

Dengan tatapan tajam menusuk, Sara terus melihat pintu yang akan Dion lewati ketika dia masuk ke dalam rumah. Sara tahu kalau anaknya akan masuk beberapa saat lagi, maka dari itu dia terus memasang wajah marahnya untuk menyambut kepulangan Dion.

Terpopuler

Comments

elvie

elvie

sara kok jadi egois bgtu y???
semoga kau ga menyesal ya....

2022-10-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!