Part *4

Selesai berucap, Dion langsung meninggalkan meja makan. Meninggalkan Anggun yang masih menahan amarah yang sepertinya sangat tidak mempercayai apa yang baru saja terjadi.

Setelah Dion menghilang dari pandangan. Anggun langsung terjatuh, terduduk di kursi tempat dia duduk sebelumnya. Air mata yang sejak tadi dia bendung, kini sudah tidak bisa dia bendung lagi. Air mata itu sudah tumpah ruah membahasi pipi putihnya yang mulus.

'Kenapa? Kenapa dia masih ingin tetap mempertahankan aku, ya Tuhan? Mempertahankan pernikahan yang sudah rusak seperti kaca yang pecah berserakan di mana-mana.'

'Hu hu hu ... aku sudah sangat tidak kuat dengan semua ini. Semua yang dia lakukan padaku. Dia hanya mengikat aku dengan status sebagai istri secara umum saja. Tapi secara batin, aku tidak memiliki dia lagi sebagai suami. Apakah itu adil untuk aku? Tolong aku, Tuhan ... aku sungguh tidak sanggup seperti ini lagi.'

Anggun terus menangis dengan cara menyembunyikan wajahnya di bawah lengan. Bi Ina yang sedari tadi mendengar semua pembicaraan kedua majikan itu, tidak kuat untuk tetap menjadi penonton dipojokan.

Wanita paruh baya itu langsung menghampiri Anggun. Dengan wajah iba, bi Ina langsung mengelus punggung Anggun dengan lembut.

"Bertahan lah, non Anggun. Karena jika non Anggun menyerah, maka ada orang yang akan bahagia dan tertawa dengan kekalahan yang non Anggun terima dengan cara mengalah."

"Apa maksud, bibi? Aku sungguh tidak mengerti, bi." Anggun berucap sambil menahan isak tangisnya.

"Non, ingatlah apa yang mama kandung tuan Dion inginkan. Mereka ingin non dan tuan Dion berpisah. Jika non menyerah, maka mereka yang akan jadi pemenang. Mereka menang tanpa ada perlawanan sama sekali. Apakah non Anggun ingin merelakan apa yang non punya begitu saja?"

Anggun langsung bangun untuk melihat bi Ina. Dia tatap wajah tua yang sepertinya sudah mulai keriput karena termakan oleh usia itu dengan tatapan yang sungguh masih menyimpan rasa tidak percaya.

"Aku sungguh tidak kuat lagi, bik. Aku tidak bisa berjuang sendirian. Karena sendiri, aku yakin tidak akan pernah menang melawan mereka."

"Siapa bilang sendiri tidak akan pernah menang, non? Sendiri itu bukan berati harus mengalah, bukan? Non hanya perlu berjuang. Dengan berjuang, non akan tahu seperti apa kekuatan yang non miliki, dan seperti apa pula kekuatan yang lawan non punya."

Kata-kata yang bi Ina ucapkan barusan seperti cahaya di tengah kegelapan. Seperti tangan yang sedang menjulur saat Anggun hampir saja tenggelam karena tidak punya pegangan.

Anggun berusaha meyakinkan dirinya kalau dia harus berjuang lagi. Bertahan dengan kesabaran, juga kesetiaan yang mungkin akan menguras semua perasaan sayang yang masih tersisa untuk Dion sang suami.

'Ya, bi Ina memang benar dengan semua yang dia katakan. Aku harus berjuang lagi karena aku tidak ingin jadi orang yang dilamar seperti ratu, dan dijatuhkan seperti debu. Aku tidak ingin hal itu terjadi padaku. Aku harus jadi pemenang. Harus!'

Sementara itu di sisi lain. Seorang perempuan sedang berjalan cepat memasuki rumah megah dengan wajah yang masam. Perempuan itu terlihat cukup cantik dengan wajah yang dipolesi make-up dan pakaian mewah yang terlihat cukup elegan.

"Tante! Tante Sara! Tante!"

"Di mana sih tante Sara?"

"Nyonya di taman, nona."

"Uh, ngomong kek dari tadi. Aku kan gak perlu manggil-manggil tante dengan suara keras," ucap perempuan itu dengan nada ketus.

Pelayan yang baru saja menjawab hanya bisa diam tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Sedangkan perempuan tersebut, langsung berjalan menuju taman tempat di mana orang yang ingin dia temui berada.

Sampai di taman, perempuan itu langsung saja berteriak kembali. "Tante Sara."

Teriakan dengan suara yang manja itu langsung membuat perempuan paruh baya yang sedang duduk di kursi taman menoleh seketika. Perempuan paruh baya tersebut langsung menghentikan kegiatannya yang sedang mengutak-atik gawai nya.

"Sisil. Kamu kenapa sih?"

"Kak Dion, tante." Perempuan yang bernama Sisil itu langsung menghambur ke dalam pelukan paruh baya yang bernama Sara. Yang tak lain adalah mama kandung Dion.

"Dion? Kenapa lagi dengan anak itu? Dia bikin masalah apa lagi, coba? Apa dia bentak kamu lagi, Sil?"

"Nggak, tante. Bukan itu masalahnya."

"Lalu? Dia bikin masalah apa lagi, hm?"

"Kak Dion gak ada di kantor, tante. Aku tanya sama semua karyawannya, gak ada yang tahu dia ke mana. Kata karyawannya, dia gak masuk sejak tadi pagi. Mana ponselnya gak bisa aku hubungi sama sekali lagi."

"Apa! Dion gak masuk kantor hari ini? Dia pergi kok tadi pagi."

"Tante ... aku tahu dia pergi. Aku udah menghubungi ke sini sebelum datang ketemu tante. Tante ... apa jangan-jangan dia pergi ke rumah perempuan itu ya?"

"Dasar kurang ajar! Berani-beraninya dia pergi tanpa minta izin aku dulu. Anak itu sudah mulai berulah sekarang ya."

"Tante .... "

"Kamu tenang saja, Sil. Tante akan cari tahu apa dia pergi ke sana atau tidak. Jika iya, maka tante akan memarahinya nanti. Kamu tidak perlu cemas ya."

"Aku ingin tidak cemas, tante. Tapi ... jika dia memang datang ke rumah perempuan itu tanpa memberitahukan pada tante, itu artinya, kak Dion sudah tidak menganggap tante lagi, bukan? Jika begitu, bagaimana aku bisa masuk ke dalam kehidupan kak Dion dan menjadi istrinya, tante?"

"Kamu tenang saja. Kasi tante waktu agar tante bisa menjadikan kamu sebagai istri Dion. Tante gak akan pernah setuju dengan pernikahan antara dia dan perempuan itu. Bagi tante, dia sama sekali tidak punya istri. Hanya kamu ... hanya kamu yang akan diakui oleh keluarga kami sebagai menantu kelak."

"Tapi tante, aku sudah berikan tante waktu selama enam bulan lebih untuk memisahkan kak Dion dengan perempuan itu. Tapi apa yang aku dapatkan? Kak Dion masih tetap bersama dengan perempuan miskin itu kan? Malahan sekarang, dia sudah berani melawan tante sebagai mama kandungnya. Jangan-jangan nanti, dia juga akan kembali ke mama angkatnya itu, tante."

"Tidak akan! Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia adalah anak kandungku. Aku tidak akan membiarkan mama angkatnya kembali mengambil dia dari aku. Aku yang berhak atas dia. Hanya aku saja. Karena aku adalah mama kandungnya Dion."

Sisil tersenyum manis. Dia bahagia karena telah berhasil membakar rasa cemburu dalam hati Sara. Perempuan yang egois itu telah berhasil dia kendalikan sesuka hati hanya dengan beberapa kata-kata saja.

Sisil yakin, misinya untuk menikah dengan Dion pasti tidak akan sulit. Karena Sara selaku orang tua Dion, sudah berada di pihaknya sejak lama.

Terpopuler

Comments

Risma Farna

Risma Farna

Lah kw sdh nggak punya hak... kmn kw wktu Dion masih kecil... Dion jga nggak bisa tegas ma mamanya

2023-06-03

0

Prasetia Putri

Prasetia Putri

ngaku ibu tapi ngga pernah ngurusin anak egois

2022-10-20

1

elvie

elvie

hadehhhhh, emak-emak model begini nih yg meresahkan menantu.....
klo emang ga suka jgn gtu cara'a, yg nikah dan menjalani RT tuh ank lw sendiri bukan orang lain. harusnya sebagai ortu tuh ngertiin perasaan ank, bukannya kasih jalan yg ga bener Dengan suruh cerai dan nikahin perempuan lain....
emang Anggun punya kesalahan fatal yg Kya n sampe suruh Dion nikah lagi ma perempuan lain???
mending klo yg mau di jodohkan bener lgi. masuk rumah ja ga pake salam malah lngsung triak2, ga punya sopan santun, dan seenaknya.
itu yg bibit bebet bobot menantu idaman????🤔🤔🤔🤔🤔


bikin kepala sakit iya, 😁😁😁

2022-10-13

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!