"Dia memang pengadu," kata Laica disela-sela kegiatan mengunyah apel yang kini berada dalam genggamannya.
"Jadi, kenapa kau bisa masuk rumah sakit? Apakah yang Levine ucapkan itu benar?" tanya Sierra.
"Aku memang mengalami kecelakaan. Tapi hanya kecelakaan kecil," kata Erina.
"Bagaimana bisa?"
"Aku sedang berjalan setelah pulang berbicara dengan Vansh. Tapi saat di perjalanan, secara tiba-tiba seorang pria menabrakku hingga jatuh. Aku jatuh cukup kasar hingga aku cukup kesulitan untuk berdiri. Aku langsung memutuskan untuk memeriksa diri ke rumah sakit. Hanya untuk memastikan tidak ada yang fatal."
"Oh, begitu rupanya."
"Bagaimana kata dokter?" tanya Marciel.
"Dokter bilang kondisiku tidak terlalu parah dan aku boleh pulang."
"Syukurlah, aku lega mendengarnya."
"Awas saja kalau aku bertemu dengan si Levine! Benar-benar menyebalkan, aku sudah bilang untuk tidak memberitahu kalian agar kalian tidak cemas. Tapi ternyata dia seperti ember bocor." Erina mengepalkan tangannya erat.
"Aku juga akan memberikan dia pelajaran karena sudah mempermainkan kita!" Laica menyahut di sana.
...*...
"Huft~" Raefal menghela napas lega. Akhirnya ia bisa datang tepat waktu dan menyelesaikan rapatnya sesuai dengan apa yang ia bayangkan.
"Maaf tuan, aku baru tiba," ujar John dengan wajah pucat. Keningnya dipenuhi oleh keringat yang mengucur cukup deras.
Dari penampilannya, Raefal dapat menyimpulkan kalau John berlari secepat yang ia bisa supaya tiba di tempatnya sekarang berada.
"Tidak apa-apa, lagipula aku sudah selesai," jawabnya dengan nada datar. Raefal bangun dari posisinya dengan beberapa berkas yang kini digenggamnya.
"B… bagaimana dengan hasilnya, tuan?" Ini memang diluar dari tugasnya, namun ia benar-benar harus tahu bagaimana hasil rapat tadi. Karena bisa saja hasil itu menentukan nasib pekerjaan barunya.
"Semuanya berjalan lancar. Jadi untuk sekarang kau aman. Aku tidak akan memecatmu."
"Sungguh, tuan?" John berbinar mendengarnya. Senyuman terbit begitu saja ketika ia mendengar apa yang baru saja diucapkan Raefal barusan.
"Aku tidak ingin mengulang kalimatku. Sekarang ayo kembali ke kantor." Raefal beranjak dari tempatnya.
Aku tidak di pecat? Sungguh? John membatin. Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.
Syukurlah, pekerjaanku aman, pikirnya sambil menghela napas pelan.
"Apa yang kau lakukan? Cepat kita kembali ke kantor. Jangan hanya berdiri di sana dan membuang-buang waktuku!" tukas Raefal. Menyadarkannya dari lamunan.
"Baik, tuan." John berlari mengikuti Raefal dari arah belakang.
...*...
Brukk!
Erina mendaratkan tubuhnya di atas ranjang di dalam kamarnya. Kepalanya menengadah, menatap langit-langit kamarnya yang kini berdominasi cat putih.
Pikirannya sejak tadi terus di penuhi oleh sosok Raefal dan bagaimana cara mereka bertemu. Entah mengapa, sejak kejadian tadi, Erina terus saja terbayang wajahnya.
Sepertinya ada yang tidak beres dengan otakku. Sejak tadi aku tidak bisa berhenti memikirkan tentang dia.
Kenapa aku terus kepikiran tentang dia?
Kenapa aku terus terbayang wajahnya, dan kenapa suaranya terus terngiang dalam benakku?
Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya. Erina merogoh kartu nama dalam kantong celana jeans yang ia kenakan.
Matanya sekali lagi memperhatikan foto Raefal di kartu nama yang dia dapatkan.
"Raefal Virendra," gumamnya. Membaca nama yang tertera di sana untuk yang ke sekian puluh kalinya hari ini.
"Kenapa kau terus bermain diotakku? Apakah aku mencintaimu?"
"Haha, konyol. Tidak mungkin semudah itu!"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments