Seharusnya ada jalan lain di sini yang bisa mengantarkanku ke jalan alternatif lain.
Raefal terus berlari sambil memperhatikan ponselnya yang kini layarnya menampilkan GPS.
Ia berharap bisa datang tepat waktu untuk bisa sampai di kafe tempatnya akan melakukan rapat penting dengan salah satu kliennya.
Raefal. Paling benci dengan ketidaksempurnaan. Apalagi dalam urusan pekerjaan.
Baginya, apa yang ia kerjakan harus berjalan sesuai rencana yang telah ia buat.
Ia mempercepat langkah kakinya saat melirik jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul sembilan lebih empat menit.
Dirinya hampir benar-benar terlambat. Dalam beberapa menit lagi, ia harus benar-benar sudah sampai di kafe tempatnya melakukan janji temu dengan kliennya.
Aku harus datang tepat waktu! pikirnya.
Raefal berjalan secepat mungkin sambil menggenggam ponselnya, mengikuti setiap arah yang dilihatnya di GPS nya.
Raefal yang terlalu fokus pada ponselnya membuat ia tak sadar dengan sekeliling.
Ketika tengah melangkah, ia secara tak sengaja menabrak seorang wanita yang berjalan dari arah yang berlawanan dengannya.
Brukk!
Tubuhnya mendarat tepat di atas wanita itu. Beruntung kedua tangan kokohnya berhasil menahan badannya agar tak benar-benar menindih tubuh mungilnya.
"Argh…" Wanita itu meringis kesakitan.
"Astaga!" Raefal tersentak kaget begitu menyadari sosok yang ditabraknya.
Erina. Membuka kedua matanya, beradu tatap dengan sosok yang baru saja menabraknya hingga jatuh dan membentur jalan dengan cukup kasar.
Begitu kedua matanya terbuka, hal pertama yang dilihatnya adalah sosok pria tampan yang kini menatapnya dengan wajah kaget.
Pria itu memiliki iris mata yang begitu indah, yang tatapannya begitu menawan.
Untuk sesaat, Erina terdiam menatap kedua irisnya. Ia tak bisa berkata-kata, bahkan sampai lupa akan rasa sakit yang dirasakannya.
"Kau tidak apa-apa?" Raefal menjauh dari atasnya. Berucap dengan cemas, hingga membuat Erina tersadar dari lamunannya.
"A… argh…" Erina meringis. Tubuhnya kembali terasa sakit.
"Aku tidak melihatmu tadi. Aku sedang buru-buru. Apakah kau terluka?"
Erina bangun perlahan, dan terduduk di trotoar. "Aku baik-baik saja. Tidak perlu merasa bersalah," sahut Erina santai.
"Aku benci ini, tapi lebih baik kau periksa keadaanmu ke dokter. Aku tidak bisa mengantarmu, tapi sebagai gantinya biar aku yang tangani semua biaya rumah sakitmu." Raefal mengeluarkan kartu namanya dan menyodorkan benda itu pada Erina.
Erina diam menggenggam kartu namanya.
"Hubungi aku untuk membahas rincian biaya rumah sakitnya." Raefal bangkit dan berlari meninggalkannya.
Pria itu berlalu begitu saja setelah memberikan kartu nama yang kini digenggamnya.
Erina masih dengan posisinya. Otaknya masih berusaha memproses setiap kejadian yang baru saja dialaminya.
Kedua matanya menatap lekat sosok Raefal yang kini berlari semakin menjauh dari posisinya berada.
Apa itu tadi? Dia baru saja menabrakku hingga jatuh, dan dia bahkan tidak mengucapkan kata "maaf" sama sekali? Sungguh? Aku tidak salah 'kan? Erina terdiam tanpa kata.
Perlahan, bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman.
Matanya beralih menatap secarik kertas yang kini di genggamnya. Kertas yang tidak lain adalah kartu nama yang diberikan Raefal padanya.
"Raefal Virendra." Erina membaca nama yang tertera di sana.
"Pria yang tampan," gumamnya sambil memperhatikan foto Raefal di kartu namanya.
"Walaupun sedikit menyebalkan karena dia menabrakku sampai jatuh dan pergi begitu saja…"
"…Entah kenapa, aku rasa dia menarik."
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments