Vansh mengerjap beberapa kali. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
Maksudnya, bagaimana mungkin seorang wanita menginginkan putus hanya karena hal konyol yang bahkan tidak masuk akal.
"Aku benar-benar tidak mengerti denganmu. Aku sudah sering sekali menyempatkan diri untuk menelponmu dan memperhatikanmu. Kurang spesial dimana perlakuanku padamu?"
"Ya, itulah yang membosankan darimu. Selain itu, kau juga terkadang terlalu posesif padaku. Aku tidak suka itu. Maka dari itu, aku ingin kita putus."
"Aku tidak mau. Aku sungguh mencintaimu, Na!"
"Maaf, tapi aku sudah tidak mencintaimu lagi. Lebih baik kau mencari wanita lain yang lebih pantas untuk mendapatkanmu. Bukan wanita sepertiku."
"Aku hanya mencintaimu. Berikan aku satu kesempatan lagi untuk berubah menjadi seperti apa yang kau inginkan." Vansh bergerak hendak meraih tangannya. Tapi Erina lebih dulu beranjak bangun dan mengambil tasnya.
"Keputusanku sudah bulat," katanya mempertegas sekali lagi.
"Tapi…"
"Aku harap ini terakhir kalinya kita bertemu, dan aku harap kau mendapatkan wanita yang lebih baik dariku. Selamat tinggal." Erina beranjak meninggalkan tempat itu.
Vansh tak tinggal diam. Ia segera bangun untuk mengejarnya.
"Erina, tunggu. Aku mohon, jangan tinggalkan aku!" teriak Vansh sambil melangkah mengejarnya.
Erina berjalan cepat menuju keluar. Berharap bisa lepas dari kejaran Vansh. Dan dia berhasil.
Vansh tertinggal jauh ketika salah satu pelayan mendadak datang dan menahannya untuk membayar.
...*...
Pria itu resah. Keringat mengucur deras di keningnya ketika ia menyadari mimik wajah pria di belakangnya semakin terlihat kusut.
Ayolah jalan! batin pria itu sambil mengetuk-ngetuk stir mobilnya dengan gelisah.
Ia kembali melirik sosoknya lewat kaca spion tengah yang ada di bagian depan mobilnya.
Aura pria di belakang sana semakin lama semakin terlihat pekat.
Glup!
Ia menelan ludah. Pria yang jadi bosnya itu bisa di pastikan benar-benar marah karena kemacetan yang kini harus dihadapinya.
Tring!
Dering ponsel, menyita perhatian pria itu. Atensinya mendadak beralih pada benda pipih yang berada di balik jas yang ia kenakan.
Raefal Virendra. Melirik layar yang kini menyala. Menampakkan layar panggilan dengan nama seseorang tertera di sana.
"Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Aku harus tiba secepatnya!" ujar Raefal dengan nada tak senang.
"Aku benar-benar minta maaf, tuan. Tapi jalannya sungguh macet," balas John, lelaki yang sejak tadi menyetir untuknya.
"Sudah aku bilang sejak awal, kau harusnya tidak mengambil jalan ini!"
"Tapi…"
"Aku tidak punya waktu! Kau urus saja mobilnya, aku akan berangkat lebih dulu dengan mencari jalan lain!" Raefal beranjak sambil membuka pintu mobilnya.
"T… tuan!" John ikut keluar, hendak mengejarnya. Namun ia menghentikan langkah begitu melihat Raefal yang sudah mengambil seribu langkah menuju arah lain yang sekiranya dapat ia jadikan sebagai jalan pintas.
John menghela napas panjang.
Mati aku. Kenapa tidak sejak awal aku ikuti saja ucapannya? Padahal aku baru beberapa hari bekerja dengannya. Tapi aku sudah mengacaukan semuanya. Bisa gawat kalau aku sampai di pecat dari pekerjaan kali ini juga. John membatin.
Resahnya makin menjadi ketika dia melihat dengan jelas ekspresi dari tuannya tadi.
Ah, sudahlah. Mungkin aku memang harus menerima segala yang terjadi nanti. Lebih baik aku ikuti ucapannya kali ini, pikir John.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Elang Putih
😍😍😍😍😍😍
2022-10-13
1