DD - 4

"Mau kemana, Nyonya?"

Adistya pun menarik nafas kesal, lagi-lagi dia ketahuan saat ingin kabur. Terhitung sudah lima belas kali dia mencoba dalam dua minggu ini, tapi selalu gagal dan berakhir kecewa.

"Aku mau cari udara," kilah Adistya.

"Cari udara bukan seperti ini caranya, Nyonya. Kalau di lihat sepertinya akan mencoba kabur lagi," kata Joni.

'Ish, nyebelin banget sih mereka!' batin Adistya.

Terpaksa Adistya turun dari atas tembok, padahal kurang sedikit lagi dia bisa keluar, tapi mereka berhasil menemukannya lagi.

"Mari masuk, Nyonya. Tuan Darren akan datang siang ini, kalau beliau tau anda mencoba kabur lagi, nyawa kami jadi taruhannya. Jadi saya mohon, tolong kasihani kami," jelas Joni membuat Adistya merasa bersalah sekaligus kesal.

"Iya, iya aku tau! Ayo masuk!"

Adistya pun mendahului Joni masuk ke dalam rumah. Disana juga sudah ada beberapa pelayan yang sudah siap membantu Adistya mandi, juga mempersiapkan baju serta aksesoris untuknya.

"Harus ya ikut aku ke dalam?" kesalnya.

"Iya, Nyonya," balas mereka serempak.

"Ck!"

Mereka bertiga pun masuk kedalam kamar mandi. Bahkan para pelayan juga sangat memanjakan Adistya, mulai dari menggosok punggung dan juga memijat ringan kepalanya. Terasa sangat nyaman, tapi apa gunanya semua jika dia dikurung seperti burung.

"Sudah!" Adistya langsung bangun dari dalam bathup. Mereka juga dengan sigap mengambil air untuk membilas badan Adistya dan setelah itu membawanya keluar.

"Jam berapa Darren pulang?" tangannya sambil dirias oleh pelayan.

"Tuan sudah menunggu di bawah, Nyonya."

Mendengar itu, Adistya langsung menghentikan kegiatan mereka. Dia tak mau terlihat wow di hadapan Darren, bisa bahaya dan kejadian lima hari lalu pasti akan terulang kembali.

"Pergilah, aku mau menemuinya!" titah Adistya.

"Tapi —"

"Aku bilang pergi!"

Melihat kemarahan Adistya, mereka langsung ngacir keluar. Sedangkan Adistya, segera menarik nafas panjang. Sungguh berat sekali hidupnya ini, di tak terbiasa mendapat perlakuan istimewa, jadi Adistya merasa itu sangat tak pantas.

"Huft ... lupakan dulu, sekarang terpenting temui Darren dan memohon untuk dibebaskan!"

Adistya berjalan keluar dan turun dari atas, sesampainya di ruang makan dia melihat Darren sibuk melihat laptop yang ada di depannya. "Ehem!" deham Adistya.

"Oh, kamu sudah datang. Duduklah di sampingku, ayo kita makan siang." Darren berdiri dari duduknya dan menarik kursi untuk diduduki Adistya.

"Darren, sampai kapan kamu mengurungku disini?"

Seketika senyum Darren meluntur, dia tak suka dengan pembahasan kali ini. "Aku bela-belain nunda meeting demi bisa makan siang bersama, tapi kamu malah ingin meninggalkanku," ucapnya.

"Darren, ini salah!" seru Adistya.

"Apa yang salah? Kita suami-istri dan sepantasnya satu rumah, ayolah Sayang. Aku sudah meminta maaf berkali-kali, apa kamu masih marah?"

Adistya menggeleng cepat, "kamu salah orang, Darren! Aku bukan istrimu, berapa kali harus ku jelaskan? Tolong bebaskan aku," ucapnya sangat memohon tapi lelaki di depannya ini tak mau mengatakan apapun sehingga Adistya merasa kecewa.

"Nyawa ayahku dalam bahaya, Darren. Bibi pasti marah besar karena aku menghilang, yang jadi sasaran pasti ayah. Ku mohon lepaskan aku." Adistya bersujud di kaki Darren, dia terus menangis.

"Aku akan pikirkan," balas Darren langsung pergi meninggalkan Adistya sendiri menangis di ruang tamu. Tak ada acara makan siang, mereka berdua masuk ke dalam kamar masing-masing sampai malam pun telah tiba.

Darren merasa dia sudah sangat keterlaluan, sehingga membuatnya tak tega dan menghampiri Adistya di kamarnya. Namun, ketika pintu terbuka Darren tak melihat cahaya sedikitpun. Hanya ada kegelapan, juga suara isak tangis seorang wanita.

"Sayang ...." Panggil Darren sambil menyalakan lampu.

"Hiks ...."

Darren mendekat ke arah ranjang untuk melihat Adistya yang masih menangis di dalam selimut tebal. Dia duduk di samping Adistya dan membelai puncak kepala wanita di hadapannya itu.

"Apa kamu sungguh ingin pergi?" tanya Darren penuh penyesalan.

"Menurutmu!?" Adistya langsung membuka selimutnya dan menatap sengit Darren. Matanya sangat bengkak dan hidungnya memerah seperti tomat.

"Baiklah, baiklah, aku izinkan kamu pulang." Putus Darren.

"Apa kamu serius?" Adistya langsung terduduk dan menatap binar pada Darren.

"Iya, aku serius. Tapi ada syaratnya, semua nggak gratis," kata Darren.

"Ck, sama saja bohong!" Celetuknya.

"Nggak dong, kita jadi sama-sama untung. Gimana, setuju atau nggak? Kalau —"

"Syaratnya apa dulu!" Potong Adistya tak mau memperlambat kepulangannya.

"Gampang kok, satu kamu harus memanggilku suami dan kedua besok kamu harus ikut denganku bertemu seseorang. Apa kamu setuju?"

Adistya masih diam, dia belum berani menjawabnya. Bagi Adistya memanggil Darren dengan sebutan suami itu sangat menjijikkan, tapi di pikir-pikir ulang dia tak punya pilihan lain jika ingin keluar.

"Bagaimana? Aku nggak punya waktu banyak, ku hitung sampai tiga. Jika masih diam, maka kamu tetap terkurung disini," ucapnya penuh tatapan curang.

Darren mulai menghitung mundur dan membuat Adistya kebingungan, dia takut salah langkah yang berakhir bumerang bagi dirinya sendiri.

"Satu ..., dua ..., ti ...."

"Oke, aku setuju!"

***

Adistya keluar dari mobil dengan semangat, dia ingin segera sampai rumah dan melihat keadaan ayahnya. Adistya takut, terjadi sesuatu pada ayahnya mengingat tempramental bibinya seperti apa.

"Nyonya, tunggu sebentar," panggil Joni.

"Apa? Aku harus masuk, ayahku pasti disiksa bibi!" serunya amat kesal karena Joni menahannya.

"Biar saya temani," ucap Joni.

"Nggak perlu, nanti bibi mikir aneh-aneh! Tunggu saja di gang depan, nanti aku menghampirimu!" ucapnya sambil menepis tangan Joni.

Setelah itu Adistya berlari memasuki sebuah gang, langkah kakinya sengaja dia percepat agar cepat sampai rumah. Namun, ketika Adistya sudah sampai telinganya tak sengaja menangkap suara rintihan lelaki yang amat dia kenal.

"Ayah!"

Brakk!

Adistya dobrak pintu rumah itu. Pemandangan pertama yang dia lihat ayahnya sedang dipukuli, hati Adistya sangat sakit dan tercabik-cabik. Sungguh kejam sekali Ratna menyiksa ayahnya, sampai tak sadarkan diri.

"Kamu apakan ayahku! Dasar iblis, nggak punya hati. Kamu bukan manusia, aku membencimu!" teriak Adistya sangat histeris.

Dia mendekati ayahnya, dia peluk lelaki tua di depannya. Bahkan tangisan Adistya langsung pecah, melihat darah keluar dari mulut Ardi.

"Ayah, aku sudah pulang Ayah. Bangun, Ayah," ucap Adistya terus memanggil-manggil ayahnya.

Tapi, tak lama setelah itu Ratna menjambak rambut Adistya dan menyeretnya begitu kasar sampai pelukkan nya terlepas. "Lepas, aku membencimu!" teriaknya lagi.

"Diam atau aku akan membunuh lelaki sialan itu tepat di hadapanmu!" Ancam Ratna membuat Adistya terdiam, dia tak mau terjadi sesuatu, cukup sudah penderitaan yang selalu menerpa ayahnya.

"Gara-gara kamu, Baron marah besar dan menghancurkan bisnisku. Jika kamu ingin ayahmu selamat, maka menurutlah. Nyawanya ada di tanganmu, jika menolak tau kan konsekuensinya!"

"Jangan, jangan lakukan apapun pada ayahku. Dia orang tuaku satu-satunya, aku mohon lepaskan dia," mohon Adistya.

"Kalau begitu cepat masuk ke dalam, riaslah dirimu secantik mungkin. Setelah itu layani Baron, maka akan ku bebaskan Ayahmu."

...****************...

Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian 😇

Terpopuler

Comments

naya linta

naya linta

ya allah kak aq jdi kemana2 pikiranku😁

2024-12-25

0

Wardina Abas

Wardina Abas

Siratna trlaluvsadia swbagai bibi adistya.

2023-08-10

0

Elisa Nursanti Nursanti

Elisa Nursanti Nursanti

bibi iblis 😡😡😡😡😡😡😡

2022-12-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!