2 Rasa Bersalah

Keesokan harinya, dari pagi hingga sore hari, ada banyak orang yang datang ke Bumi Indah untuk melayad Tuan Halim dan Nyonya Amarita sebelum besok dikebumikan.

"Nona, kami turut berduka atas kepergian Tuan Halim dan Nyonya. Semoga kalian kuat dan tabah, ya!"

"Semoga Tuan dan Nyonya ditempatkan di tempat terbaik di sisi Tuhan!"

"Semoga amal ibadahnya diterima."

"Semoga kalian kuat menghadapi cobaan ini!"

"Emh, ya! Terima kasih!" Ameena hanya mengangguk. Ia tidak terlalu memerhatikan siapa saja orang yang datang dan berbicara dengannya.

Ameena menahan rasa sedih dan sakit di dalam hatinya, tidak membiarkan air matanya menetes lagi. Sudah cukup dirinya menangis semalaman bersama sang adik hingga matanya merah dan bengkak. Sekarang, ia akan berusaha tegar menerima kenyataan ini agar ayah dan ibunya tenang di alam sana.

"Kak, duduklah dulu! Dari tadi Kakak berdiri terus. Nanti kakinya pegal, loh!" ajak sang adik sambil menarik tangan Ameena. Dia mengajak kakaknya untuk duduk di bangku yang ada di samping.

Ya, yang paling menderita dalam musibah ini adalah Ameena. Kepergian ayah dan ibunya dalam kecelakaan yang terjadi tepat di hari ulang tahunnya itu membuat dia terpukul dan sangat sakit.

Jika bukan karena Mama dan Papa ingin segera tiba di acara ulang tahunku, mungkin kecelakaan itu tidak akan terjadi. Jika aku tidak menerima hadiah pesta ulang tahun itu, mungkin Mama dan Papa tidak perlu terburu-buru pulang ke Kota B. Ini semua salahku! Ini salahku!'

Ameena terus mengalahkan dirinya sendiri. Merasa bahwa dirinyalah penyebab ayah dan ibunya meninggal.

Sekarang, aku harus bagaimana?

Seluruh alam semestanya terasa redup dan hampa, tidak ada lagi cahaya terang di dalam hidupnya. Ameena merasakan sepi dan kedinginan walau di sekelilingnya ada banyak orang.

***

"Terima kasih, Tuan, Nyonya! Kalian sudah datang dan memberi doa untuk kakak kami! Jika Kak Halim ada salah kata dan perbuatan, mohon dimaafkan," ucap Sadam pada setiap pelayad yang datang. Ia menjadi penyambut tamu dan berjaga di depan pintu masuk.

"Silahkan! Silahkan masuk!" Sadam mempersilahkan beberapa orang yang baru datang untuk masuk ke dalam.

Tiba-tiba, dari depan sana ada seseorang turun dari dalam mobil, lalu berjalan ke arahnya.

Sadam berbisik pelan sambil melihat dua orang yang datang, "Bukankah itu Tuan Kellan dan putranya dari Podra Grup—perusahaan yang memenangkan proyek King Fax tahun lalu?"

"Iya! Itu benar, dia!"

Sadam segera menyambut Tuan Kellan dan putranya dengan ramah, seolah dirinyalah rekan bisnis mereka.

"Selamat malam, Tuan! Terima kasih sudah datang! Saya, selaku adik dari Kak Halim, ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Anda. Maaf jika semasa hidup Kak Halim pernah lancang dan berbuat salah pada Anda! Mohon dimaafkan!"

"Ah, tidak ... tidak! Mengapa harus meminta maaf segala! Kami adalah rekan bisnis, sekaligus teman dari SMA. Tidak mungkin kami saling menyimpan dendam. Jika ada kesalahan pun, sebelum meminta maaf, kami sudah saling membebaskan!" balas Tuan Kellan dengan perasaan canggung.

Pasalnya, baru tiba saja, dirinya sudah menerima permintaan maaf yang berlebihan dari adik Tuan Halim. Itu rasanya tidak terlalu menyenangkan bagi Tuan Kellan.

Tidak ingin membicarakan tentang hal itu lagi, Tuan Kellan segera mengalihkan pembicaraan.

"O ... iya! Nanti, siapa yang akan melanjutkan perusahaan Halim? Perusahaan kami masih ada rencana kerjasama yang belum sempat disepakati. Saya harap, perusahaan kita tetap melanjutkan kerjasama tersebut."

"Oh, tentu saja! Tentu saja kita akan tetap melanjutkan kerjasama tersebut. Anda jangan khawatir, Tuan! Kedepannya, saya selaku adik tertua akan memimpin perusahaan menggantikan Kak Halim!" balas Sadam dengan segera. Ia tertawa pelan penuh rasa percaya diri saat mengatakannya.

"Baguslah kalau begitu!" balas Tuan Kellan. Ia segera berpamitan untuk melihat Tuan Halim dan istrinya.

Namun, baru tiga langkah berjalan, tiba-tiba Tuan Kellan bertanya pada Sadam tentang pesta ulang tahun putrinya.

"Bukankah malam itu Halim mengadakan pesta ulang tahun untuk putrinya? Kami pun diundang dalam acara tersebut. Bagaimana bisa, dia pergi ke luar kota lalu mengalami kecelakaan?"

"Ya, itu benar!" Sadam membenarkan. "Tiga hari yang lalu, Kak Halim pergi ke kota C bersama Kak Amarita untuk mengurus pekerjaan. Kak Amarita sudah menyiapkan pesta ulang taun untuk Ameena sebelum mereka berangkat ke Kota C. Mungkin karena anak itu terus memaksa ayah dan ibunya untuk segera tiba di acara pesta ulang tahunnya, terjadilah kecelakaan di tol Kota C karena terburu-buru. Yah, jadilah seperti ini!"

Ucapannya terdengar mengalahkan, membuat Tuan Kellan terhasut dan tidak menyukai anak sulung Tuan Halim.

"Anak zaman sekarang memang seperti itu. Banyak menuntut orang tua agar menuruti semua keinginannya! Syukur-syukur kalau orang tuannya mampu, jika tidak ... malah berakhir bencana seperti ini!"

"Sstt, Ayah!" bisik putranya dari samping. Dia tidak menyukai ucapan ayahnya yang menyudutkan Ameena.

"Hem, ya, itu benar! Ameena terlalu menuntut orang tuanya segera datang, padahal Kak Halim sedang berada di luar kota untuk bekerja. Hasilnya pun untuk mereka juga!" balas Sadam, membenarkan pendapat Tuan Kellan. Ia juga menyesal atas sikap keponakannya tersebut.

"Baiklah! Kami masuk dulu! Lain kali kita berbincang lagi!" Tuan Kellan mengakhiri perbincangan mereka karena putranya terus menarik tangannya untuk segera pergi.

Ia dan putranya pun segera masuk ke dalam ruangan.

Di dalam ruangan yang sangat luas dengan dekorasi cantik berwarna putih, semua orang sedang duduk dan memanjatkan doa yang dipimpin oleh pemuka agama di sana.

Tuan Kellan dan putranya tidak segera mendekati peti mati Tuan Halim dan istri. Mereka duduk terlebih dulu sambil menunggu sesi berdoa selesai.

Sambil duduk, Tuan Kellan bertanya pada putranya tentang acara ulang tahun malam itu. "Andrew, apakah kado dari kita sudah kau berikan pada anak Tuan Halim?"

"Tidak!" Andrew menggelengkan kepala. Mulut berbicara, namun bola matanya menyapu ke setiap sudut ruangan mencari seseorang. "Belum sempat kado kita diberikan, acara ulang tahun itu sudah kacau!"

"Hah? Kacau? Kacau kenapa?" tanya Tuan Kellan tidak mengerti. "Apa karena putri sulung Tuan Halim berbuat onar di acara pesta ulang tahunnya sendiri?"

"Bukan ... bukan!"

Tidak ingin ayahnya salah paham, Andrew segera menjelaskan, "Itu karena ... berita kecelakaan Tuan Halim sudah menyebar sebelum pesta itu selesai!"

"Karena hal itulah, pembawa acara segera membubarkan para tamu undangan," tambah Andrew lagi dengan pandangan mengarah ke depan.

Ketika akan berbicara lagi, tiba-tiba pandangan matanya terfokus pada sesuatu. Andrew menatap sosok wanita cantik yang sedang duduk di depan sana sambil menunduk. Matanya terlihat sipit dan juga bengkak, namun masih terlihat cantik dan mempesona.

Malam itu, ketika Andrew menghadiri acara pesta ulang tahun atas perintah ayahnya, dari kejauhan, ia melihat wanita cantik di depan sana yang merupakan ratu di acara tersebut. Wanita itu sangat cantik dan anggun dengan balutan gaun seksi yang mewah. Bahkan, Andrew pun melihat ketika sang ratu ulang tahun itu dengan sengaja menendang meja hingga bolu tinggi dan besar itu terguling ke bawah, detik berikutnya wanita itu pingsan. Itulah alasan Andrew menghampiri Ameena dan menolongnya.

"Ada apa?" Tuan Kellan melihat gelagat aneh putranya. Ia pun melihat ke arah yang dilihat putranya.

"Eh, tidak apa-apa, Yah!" Andrew segera mengalihkan. Ia tersenyum pada ayahnya lalu kembali duduk dengan tegap.

"Oh! Aku kira ada apa!"

"Hehe! Tidak, Yah!"

Malam itu, setelah Ameena sadar dan keluar dari kamarnya, Andrew melihat Ameena dan adiknya masuk ke dalam lift dan turun ke bawah. Kedua wanita itu pergi ke jalan untuk menghentikan taksi dengan tangisan yang tidak pernah berhenti. Namun, dengan penampilan mereka yang berantakan seperti itu, tidak ada satu taksi pun yang mau membawa mereka. Akhirnya, karena tidak tega melihat Ameena dan Arseela—yang baru kehilangan kedua orang tuanya—Andrew pun menawarkan diri untuk mengantar Ameena dan Arseela pergi ke rumah duka ini.

Namun sepertinya Ameena tidak menyadari akan hal itu.

***

Dua bulan telah berlalu. Ameena masih murung dan mengurung diri di dalam kamar tanpa mau beraktifitas. Perasaannya masih sangat hancur karena kematian ayah dan ibunya yang terjadi tepat di hari ulang tahunnya. Ia selalu dihantui oleh rasa bersalah atas meninggalnya mereka.

Hingga pada suatu hari, di rumah mewah peninggalan orang tuanya, tiba-tiba datang seorang pria berusia 33 tahun bertamu ke rumahnya. Orang itu bersikeras ingin bertemu dengan Ameena walau asisten rumah tangga di rumah itu sudah menjelaskan tentang ketidakbersediaan majikannya untuk bertemu dengan siapapun.

"Ada hal penting yang harus saya sampaikan pada Nona Ameena tentang perusahaan Halim Grup!" ucap Erwin, yang dulu bekerja sebagai sekretaris pribadi Tuan Halim.

Namun sekarang, setelah perusahaan Halim Grup dipegang oleh Sadam selaku direktur, dan sang adik—Lusi—sebagai sekretaris, Erwin diturunkan menjadi staf biasa oleh mereka.

"Saya mohon, izinkan saya bertemu dan berbicara dengan Nona Ameena!"

"Maaf, Tuan! Saya tidak bisa membiarkan Anda mengganggu nona kami! Beliau berpesan untuk tidak diganggu oleh siapapun! Termasuk oleh Anda, Tuan Erwin!" balas asisten rumah tangga—Bibi Linda. Dia bersikeras melarang Erwin untuk mengganggu majikannya.

"Saya mohon, tolong beritahu Nona, bahwa saya datang untuk menemuinya! Ini tentang hidup dan mati perusahaan Halim Grup!" Erwin tidak pantang menyerah.

Demi perusahaan Halim Grup, Erwin memelas pada sang asisten rumah tangga untuk bertemu putri sulung sang pemilik perusahaan.

"Ayolah! Panggil segera Nona Ameena, ya!"

Mendengar keributan yang terjadi di ruang keluarga, akhirnya Ameena luar dari kamar dan melihat.

"Ada apa?" tanya Ameena sambil menunduk, melihat Erwin dan Linda yang ada di lantai bawah. Tangan kecilnya memegang pagar kaca di lantai dua dengan tatapan malas.

Melihat Ameena berdiri di lantai dua, tentu saja Erwin sangat senang. Ini kesempatan dirinya untuk berbicara dengan Ameena tentang kekacauan di perusahaan milik ayahnya.

"Nona! Perusahaan kita terlibat dalam kerjasama bodong! Sekarang, perusahaan Podra menuntut kita untuk bertanggung jawab atas kerugian yang mereka alami!"

"Hah? Kerjasama bodong? Apa maksudmu?"

Mantan sekretaris ayahnya ini sekarang pintar bergurau.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!