Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu membangunkan Bagas yang sudah cukup lama tertidur.
Bagas membuka mata nya, kemudian bangkit dan berjalan menuju pintu. Nampak Asih di luar sana saat ia membuka kan pintu kamar.
Tapi kali ini Asih tidak sendirian, seorang gadis berdiri di samping nya.
Asih melempar senyum pada Bagas namun gadis di samping nya hanya menatap tajam ke arah Bagas.
" Nak Bagas, gimana nyenyak tidur nya? " tanya Asih.
" Ah,,iya tadi aku ketiduran. Nyenyak Bu, sepertinya aku sedikit lelah tadi, " jawab Bagas.
" Syukurlah. Oh iya nak, kenalkan ini Nilam anak Ibu. "
Rupanya gadis itu bernama Nilam, anak dari Asih. Mereka pun berkenalan dan saling berjabat tangan.
" Sekarang lebih baik kita makan malam dulu. Ibu udah masak banyak buat kalian, " ajak Asih masih dengan senyum ramah.
" Aduh jadi ngerepotin terus, " kata Bagas basa-basi.
" Tidak sama sekali. Malah Ibu senang kamu ada di sini. Kamu kan anak dari Bahari, teman ibu, " Asih memelankan ucapan nya di akhir kalimat, tampak pikiran nya membumbung jauh seakan melamunkan sesuatu.
Mereka pun menuju ruang makan untuk makan malam bersama. Nilam anak Asih tak banyak bicara, ia cenderung pendiam tapi sedikit terlihat misterius menurut Bagas. Tak seperti Asih yang sering kali bercerita di sela-sela makan malam mereka.
" Ibu punya anak laki-laki juga ya? " tanya Bagas.
" Tidak, " jawab Asih.
" Aku kira baju yang ku pakai sekarang punya anak ibu, " cetus Bagas.
" Baju-baju itu memang sengaja aku siapkan,, "
Bagas mengernyitkan dahi, menunggu kalimat Asih yang terhenti.
" Untuk keponakan Ibu di kota. Katanya dia mau tinggal dan liburan di sini, tapi sayang gak jadi soalnya dia masih sibuk kerja. "
Bagas menghela napas panjang setelah beberapa saat tertahan akibat ucapan Asih tadi. Dia pikir baju-baju itu khusus di sediakan Asih untuk nya. Bagas salah, ternyata baju-baju itu untuk keponakan Asih, termasuk yang ia kenakan saat ini.
" Kamu pasti terpukul dengan kepergian orang tua mu. Ibu turut berduka atas kepergian mereka. "
" Iya bu makasih. Aku dan Kirana adik ku memang sangat terpukul. Bahkan kami tak tau harus tinggal di mana, " ucap Bagas.
" Kirana? Jadi kamu punya adik perempuan? " tanya Asih dengan mata berbinar.
" Iya nama nya Kirana. "
" Lalu sekarang dimana dia? "
" Kirana tinggal di rumah Mang Nur, orang yang kerja di rumah kami dulu. "
Asih nampak berpikir sejenak.
" Gimana kalau kalian tinggal saja di sini? Itu pun jika kalian mau. Nilam pasti akan senang karena ada teman nya jika ada Kirana. " Asih mengelus bahu Nilam, gadis itu masih tanpa ekspresi. Wajah nya datar dan misterius.
" Maaf nak Bagas, Nilam ini memang pendiam dan jarang sekali bicara apalagi sama orang baru, " jelas Asih seolah mengetahui apa yang sedang Bagas pikirkan dengan sikap putri nya.
" Iya gak apa-apa, Bu. "
" Jadi gimana? Apa nak Bagas mau tinggal bersama kami? "
" Sebelumnya makasih Bu, atas tawaran nya. Tapi Bagas harus tanya Kirana dulu, kalau Bagas pribadi sih dengan senang hati menerima tawaran Ibu. Itu pun jika tidak merepotkan. "
" Syukurlah kalau begitu nanti kita sama-sama ajak Kirana kesini. Gimana? Ibu gak ngerasa di repotkan malah Ibu senang rumah ini ramai dan tak sepi lagi, " ujar nya.
" Baik bu nanti kita coba temui Kirana dan mengajak nya untuk tinggal di sini, " kata Bagas.
Benar juga apa yang di bilang Asih. Rumah sebesar ini pasti sangat sepi jika hanya di tinggali oleh Asih dan Nilam saja. Mungkin dengan ada nya Bagas dan Kirana mereka jadi ada teman nya dan rumah ini pasti lebih hidup karena di huni cukup banyak orang.
Usai makan malam, Bagas dan Asih sempat mengobrol dulu di ruang televisi. Asih tampak antusias saat menceritakan Pak Bahari semasa kecil dulu. Nampak nya memori Asih tentang keseruan masa kecil mereka masih melekat jelas dalam ingatan. Bisa Bagas lihat kedekatan keduanya seperti apa. Bisa di bilang seperti dirinya dengan Aryo, Yanuar, dan Arumi. Mereka bersahabat sudah seperti saudara. Banyak kenangan yang tak dapat Asih lupakan tentang Pak Bahari, teman masa kecil nya.
Malam kian larut, Asih pun mempersilahkan Bagas untuk beristirahat di kamar. Asih pun sama, ia katanya lelah dan ingin beristirahat.
Mereka pun masuk ke kamar masing-masing. Kamar Asih berada di lantai atas, sedang Bagas di lantai dasar.
Sementara itu di tempat lain, Kirana tengah bermimpi dalam tidurnya.
Dalam mimpi, ia melihat Bu Ratna ibunya. Bu Ratna tampak bersedih, air mata jatuh berlinang membasahi wajah nya yang pucat.
" Ibu,, " seru Kirana, ia mendekat ke arah dimana Bu Ratna berdiri. Namun setiap kali Kirana melangkah maju, Bu Ratna makin jauh dan sulit di gapai. Padahal Kirana sangat ingin sekali memeluk tubuh sang Ibu. Terlukis kesedihan dan kekhawatiran dari raut wajah wanita itu. Seakan akan ada yang ingin ia sampaikan pada Kirana namun tak sepatah kata pun keluar dari mulut nya.
" Ibu jangan pergi, jangan tinggalkan Kirana ! " pekik nya saat Bu Ratna mulai lenyap perlahan dari pandangan nya.
Namun Ibunya itu kian menghilang bagaikan asap yang bercampur dengan kabut tebal, tenggelam dalam kegelapan.
" IBUUUU !!! "
" Neng bangun neng. " Bi Sari menggoncangkan tubuh Kirana yang saat ini tengah mengigau.
Seketika Kirana pun bangun dan langsung terduduk. Napas nya terengah-engah. Bi Sari bergegas mengambilkan segelas air putih untuk Kirana. Untung saja sebelum tidur, Bi Sari sudah menyiapkan air putih di atas nakas.
Kirana pun meneguk air tersebut hingga tandas. Peluh nampak membasahi keningnya.
" Neng Kirana mimpi ibu ya sampai mengigau seperti itu? " tanya Bi Sari cemas.
Kirana hanya menjawab dengan sebuah anggukan. Ia masih mengatur napas nya yang masih tak beraturan.
" Yang sabar ya neng. Bibi tau Neng pasti merindukan Bu Ratna. Ikhlaskan beliau, agar beliau bisa tenang. Beliau akan sedih melihat Neng Kirana terus seperti ini. " Bi Sari mengelus pundak Kirana.
" Iya bi, Kirana akan berusaha ikhlas meski sangat sulit. Kirana mimpi ibu, beliau tampak bersedih. Tapi Kirana tak melihat Ayah dalam mimpi Kirana, " ucap nya setelah sedikit tenang.
" Neng Kirana harus kuat. Bu Ratna pasti tak akan sedih lagi jika Neng Kirana tak larut dalam duka. Bibi tau pasti sangat sulit apalagi di tinggalkan oleh orang tua. Bibi pernah merasakan hal yang sama. Sekarang lebih baik Neng Kirana banyak berdoa untuk ketenangan mereka setiap kali Neng Kirana ingat, segera doakan mereka. "
" Iya bi, makasih selalu menguatkan dan mengingatkan Kirana. Kirana gak tau bagaimana jika tak ada Bibi sama Mamang, sedang Kak Bagas saja keluarga satu-satu nya yang Kirana punya malah pergi entah kemana, " ucap Kirana.
" Bibi yakin Den Bagas akan baik-baik saja, Neng gak usah khawatir. Besok Mang Nur, Den Aryo dan Den Yanuar akan mencari Den Bagas, " ucap Bi Sari.
" Sekarang lebih baik Neng tidur lagi. Badan Neng sedikit demam, bibi khawatir Neng tambah sakit. "
Kirana pun menurut, ia segera berbaring dan mulai memejamkan mata. Sebelum nya ia pun sempat berdoa terlebih dahulu untuk kedua orang tua nya, juga untuk Bagas. Kirana harap, Bagas baik-baik saja di mana pun berada.
***
Matahari mulai menampakan cahaya. Cuaca pagi ini terasa segar setelah kemarin di guyur hujan, kini langit tampak cerah dan berwarna biru cemerlang.
Ustad Sahir hendak pamit pulang ke pesantren bersama para santri dan santriwati. Beliau mengizinkan Kirana untuk tetap berada di desa Jatiasih selama yang Kirana ingin kan. Ustad Sahir tau jika Kirana pasti masih ingin berada di tempat ini, tapi beliau pun menunggu Kirana jika suatu waktu Kirana ingin kembali ke pesantren miliknya. Pintu pesantren terbuka lebar untuk Kirana. Apalagi saat ini Kirana sudah yatim piatu, dan tak punya tempat tinggal. Ustad Sahir menyarankan agar Kirana tinggal bersama nya di pesantren.
" Kalau kamu ingin kembali ke pesantren, hubungi saja Ustad. Nanti Ustad jemput, " ucap nya.
" Makasih Ustad. Nanti Kirana pasti akan beri kabar. Saat ini Kirana masih ingin tinggal di sini, bersama Mang Nur dan Bi Sari. "
" Ingat jangan terus larut dalam kesedihan. Terima takdir Allah atas apa yang sudah Allah gariskan. Jangan pernah tak rela menerima takdir, karena itu hanya akan mempersulit kehidupanmu. Berdoa, bersabar dan berpasrah atas apapun skenario Tuhan. ''
" Baik Ustad, Kirana akan selalu mengingat nasihat Ustad. "
" Kalau gitu Ustad dan teman-teman mu pamit dulu. Jaga kesehatan mu, dan ingat kami semua menunggu mu kembali di pesantren, "
Ustad Sahir dan santrinya pun pergi meninggalkan desa Jatiasih. Selang beberapa menit, Bagas datang bersama dua orang perempuan yang sangat asing bagi Kirana. Satu perempuan berumur mengenakan kebaya hijau dengan kain jarik sebagai bawahan nya, rambutnya bersanggul dan tersemat satu konde berwarna emas pada sanggul tersebut. Sedang yang satu nya lagi seorang gadis belia sekitar usia 17-18 tahun, berambut panjang hitam legam tergerai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Rini Antika
betul itu, meskipun tidak semudah mengucapkan..😢
2022-11-11
3
Rini Antika
sepertinya Pak Bahari Mantannya Bu Asih deh
2022-11-11
3
Sang
teman atau mantan ?
2022-10-16
4