Nyi Laksmi

Matahari semakin condong ke arah barat. Kirana dan Bagas sudah tiba di desa Jatiasih, namun sayang nya mereka tak sempat melihat jenazah kedua orang tua untuk yang terakhir kali nya. Karena jenazah Pak Bahari dan Bu Ratna telah di kebumikan siang hari. Sementara Bagas maupun Kirana datang di saat menjelang sore. Para warga tak bisa menunggu kedatangan mereka untuk melakukan proses pemakaman, karena tak baik jika jenazah di biarkan lebih lama lagi dan harus segera di kebumikan. Apalagi kondisi jenazah sudah tak utuh, sekujur tubuh kedua korban mengelupas dan gosong akibat terbakar kobaran api.

Kirana dan Bagas hanya mampu bersimpuh di hadapan gundukan tanah merah basah bertabur bunga yang masih segar.

" Ibu,, Ayah,,jangan tinggalkan Kirana," lirih nya.

" Kirana yang sabar ya. Semua sudah takdir Allah, kita harus menerima dengan ikhlas. Jangan beratkan kepergian mereka dengan air mata mu. " Ustad Sahir mencoba mengingatkan jika siapapun manusia di dunia ini pasti akan menerima azal nya. Sejati nya di dunia ini tak ada yang abadi, semua akan kembali pada pemiliknya. Yakni pada Tuhan Sang Pemilik hidup dan mati.

Sekuat hati Kirana mencoba berusaha tegar, mengikhlaskan kepergian kedua orang tua yang teramat ia cintai. Meski dadanya terasa sesak dan sakit atas kepulangan mereka ke Rahmatullah.

" Lebih baik kita berdoa untuk kedua orang tua mu. Agar amal ibadah mereka di terima di sisi Allah, di lapangkan alam kubur nya, di ampuni dosa-dosa nya, " lanjut Ustad Sahir.

" Betul kata Pak Ustad, Neng. Kita tidak boleh larut dalam kesedihan. Di sini bibi , Mang Nur, kami semua sangat terpukul dengan musibah yang menimpa orang tua neng Kirana. " Bi Sari mendekat dan merangkul tubuh Kirana, menyandarkan kepala gadis itu ke bahu nya.

Kirana merasa nyaman berada dalam pelukan Bi Sari, rasanya ia teringat pada sosok ibu nya. Mulai saat ini ia tak akan lagi bisa merasakan pelukan hangat Bu Ratna, ibu kandung nya.

Ustad Sahir mulai memimpin doa, semua orang yang berada di pemakaman turut mengangkat kedua telapak tangan. Mereka berdoa di depan dua kuburan baru, yakni tempat peristirahatan terakhir Pak Bahari dan Bu Ratna.

Semua tampak khusuk dan memejamkan mata, termasuk Kirana. Hati gadis itu terus berperang melawan perasaan tak rela di tinggal pergi oleh orang tua nya. Ia mungkin bisa sabar, tapi ikhlas itu sangat lah sulit.

Kirana terus meminta kelapangan hati dan ketegaran pada Allah, selain dari doa yang ia panjatkan untuk kedua orang tua nya yang telah tiada. Kirana juga memanjatkan doa untuk ketenangan serta keikhlasan hati nya.

Saat mata terpejam, hanya kegelapan yang terlihat. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja sebuah bayangan melintas di benak nya. Satu sosok yang tak asing muncul begitu saja dalam kekosongan pikiran dan kekalutan hati.

Sosok Nyi Laksmi dengan balutan kebaya merah dan kain jarik sebagai bawahan nya, tampak menyeringai. Manik mata wanita tua itu berkilat memancarkan api kemarahan yang tak kunjung padam. Garis hitam di area cekungan mata keriput menambah sosok tersebut tampak menyeramkan. Sorot mata nya seolah mengisyaratkan jika permainan akan segera di mulai.

Ada firasat buruk berkecamuk memenuhi hati dan pikiran Kirana saat melihat bayangan sosok tersebut. Mulut nya seolah terkunci rapat, tubuh Kirana pun bergetar dan lemas. Ia yang semula berjongkok dan berdoa pun seketika lunglai dan ambruk. Untung saja Bi Sari yang berada tepat di samping nya segera membuka mata dan menahan tubuh Kirana yang hampir saja tersungkur ke tanah.

" Astagfirullahaladzim, " ujar Bi Sari panik.

Langit yang semula di hiasi lembayung senja berwarna kuning kemerahan tiba-tiba saja tertutup awan gelap dengan kilatan cahaya petir di iringi suara guntur dari kejauhan.

Ustad Sahir selesai memimpin doa, ia mendongakan wajah nya menatap cakrawala kelabu. Begitupun dengan Bagas, Yanuar, Fathir dan yang lain nya.

" Lebih baik kita segera pulang, sepertinya hujan akan turun. " Ustad Sahir berdiri mengajak semua yang ada di sana untuk pulang.

" Bantu bawa Kirana ke dalam mobil, " lanjut Ustad Sahir pada Santriwatinya. Dengan di bantu Bi Sari mereka pun segera membopong Kirana ke dalam mobil milik Bagas.

" Aku dan Kirana pulang ke mana Ustad? Rumah kami habis terbakar tak bersisa. " Bagas yang sedari tadi hanya terdiam mulai angkat bicara. Dalam diam nya itu bukan hanya kesedihan tetapi juga amarah dan ketidaksiapan atas kepergian kedua orang tua mereka.

" Den Bagas sama Non Kirana tinggal di rumah mamang, " kata Mang Nur.

Bagas mengernyitkan dahi hingga muncul kerutan di sekitar keningnya. Di rumah Mang Nur? Rumah kecil, kumuh dan jelek. Bagaimana bisa Bagas tinggal di rumah semacam itu?

Perlahan gerimis pun mulai turun. Bagas tak mengiyakan atau menolak ajak kan Mang Nur untuk tinggal di rumah nya. Tapi apa boleh buat, curah hujan mulai rapat dan deras. Tak ada pilihan lain selain mengikuti Mang Nur dan Bi Sari. Sementara Ustad Sahir dan para santri juga santriwati nya memilih berteduh di rumah Fathir. Karena tak mungkin jika semua ikut tinggal di rumah Mang Nur. Mengingat rumah Mang Nur maupun Fathir sama-sama berukuran kecil, hingga mereka harus membagi tempat untuk berteduh setidak nya sampai hujan reda. Belum lagi Bagas pun membawa serta Aryo dan Yanuar ke rumah Mang Nur.

Jarak dari pemakaman umum ke tempat mereka tak begitu jauh. Hingga mereka bisa cepat sampai sebelum hujan kian mengguyur deras. Seakan bumi dan langit pun turut berduka atas kepergian Pak Bahari dan Bu Ratna.

Suara guntur menggelegar, kilatan cahaya tampak membelah langit yang kian menghitam.

Bi Sari segera menuju dapur sesampai nya mereka di rumah. Ia hendak membuatkan teh hangat untuk Kirana, Bagas dan yang lain.

Kirana sudah siuman sejak ia berada dalam mobil, kini ia di baringkan di kamar Bi Sari. Tubuh nya masih lemas tak bertenaga, dalam hati nya tersemat tanda tanya besar atas apa yang ia lihat dalam bayangan di benak nya. Ada rasa cemas dan takut jika ternyata sosok Nyi Laksmi benar-benar kembali. Tapi apa lagi yang leluhurnya itu inginkan? Dan apakah kejadian yang menimpa orang tua Kirana ada sangkut paut dengan kembali nya Nyi Laksmi?

Kirana harap pikiran buruk nya itu tidak benar, perasaan nya terus menyangkal sebuah firasat yang tak mengenakan. Ia juga enggan mengatakan apa yang ia alami barusan pada Bagas maupun Mang Nur dan Bi Sari. Semua ia anggap hanya bayangan biasa yang kemungkinan muncul karena cukup lama tak menginjakan kaki di desa Jatiasih semenjak ia tinggal di pesantren Ustad Sahir.

Bisa saja pikiran buruk itu muncul saat ia tiba di desa ini, desa yang memang meninggalkan kenangan pahit yang ia alami semasa jiwa nya di ganggu makhluk astral. Mungkin saja ia trauma hingga sosok leluhurnya kembali menghantui pikiran nya. Kirana berusaha berpikiran seperti itu, menepis keyakinan yang terus membisik jika Nyi Laksmi telah kembali.

Terpopuler

Comments

🤗🤗

🤗🤗

nyicil say.

2022-12-04

2

Rini Antika

Rini Antika

Semangat terus Kak..💪💪

2022-10-20

3

Ali B.U

Ali B.U

next.,!!

2022-10-12

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!