Terdengar suara Yanuar, Bagas, Aryo dan Mang Nur sedang berbincang di luar sana. Tampak nya Bagas masih tak rela dengan peristiwa yang merenggut nyawa kedua orang tua nya. Bisa Kirana dengar dari cara dia berbicara pada Mang Nur. Bahkan Bagas terus meminta penjelasan pada Mang Nur, apa penyebab dari kebakaran itu?
Padahal berulang kali Mang Nur bilang jika ia sendiri pun tidak tau dan tak berada di lokasi kejadian. Setelah di evakuasi warga, tak ada tanda-tanda yang menunjukan penyebab kebakaran. Hanya saja mereka berkesimpulan, kemungkinan besar dari korsleting arus listrik. Entah lah yang pasti Bagas masih tak terima alasan apapun, karena jika memang penyebabnya di karenakan korsleting listrik mungkin kedua orang tua nya akan segera keluar rumah sebelum percikan api kian membesar. Terlebih musibah tersebut terjadi di pagi hari, dimana kedua orang tua nya sudah beraktifitas.
Memang sedikit janggal jika di telisik oleh logika, tapi bagaimana pun tak ada yang bisa menghentikan jika sudah kehendak Tuhan. Apalagi sebatas akal manusia tentu tak akan dapat menjangkau kuasa illahi.
Kirana yang semula terbaring pun kini duduk di atas ranjang kapuk. Menekuk lutut dan membenamkan wajah di antara dada dan lutut nya. Seraya terus mendengarkan pembicaraan mereka di luar sana. Hampir lima tahun ia berada di pesantren, dan ini kali pertama untuk diri nya menginjakan lagi kaki di desa Jatiasih. Namun kembali desa ini mengukir peristiwa memilukan sekali pun setelah lama ia tinggal pergi dan kembali dengan membawa berita buruk.
Seolah desa Jatiasih ini sebuah desa kutukan bagi diri nya, dimana deretan kejadian buruk terjadi. Dan fakta-fakta mencengangkan terkuak di sini.
Lima tahun lalu, ia memutuskan tinggal di pesantren. Selain untuk belajar ilmu agama, ia juga ingin menyembuhkan trauma mendalam yang terjadi selama ia tinggal di desa Jatiasih. Sebab itu ia tak pernah kembali ke desa ini sebelum trauma itu hilang. Karena alasan tersebut selama ia tinggal di pesantren, orang tua nya yang berkunjung ke sana.
Tapi kini, sebuah kejadian mengenaskan menimpa kedua orang tua nya hingga menimbulkan trauma baru untuk nya.
" Non. " Bi Sari membuka pintu kamar, berjalan mendekat ke arah Kirana yang kini mendongakkan wajah saat lamunan nya buyar.
Secangkir teh hangat dalam genggaman Bi Sari, terlihat asap tipis mengepul dari cangkir tersebut.
" Minum dulu. " Bi Sari duduk di bibir ranjang, menyodorkan secangkir teh pada Kirana.
" Makasih bi, " ucap Kirana dengan suara parau. Kirana meraih cangkir tersebut dan menyeruput air teh hangat sedikit demi sedikit.
Air itu terasa menghangatkan tenggorokan dan perutnya. Cuaca dingin yang di sebabkan guyuran hujan membuat tubuh Kirana terasa membeku. Namun serasa lebih baik setelah akhirnya ia meneguk sedikit demi sedikit teh hangat yang di berikan Bi Sari.
Di dalam kamar, Kirana sudah membuka cadar nya. Bi Sari menatap wajah Kirana yang sayu. Terpancar aura yang berbeda dari diri gadis itu setelah lama Bi Sari tak bertemu dengan nya. Kirana makin cantik setelah mahkota nya terbalut oleh hijab, serta pakaian syar'i yang melekat indah di tubuh nya. Membuat Kirana terlihat jauh berbeda dari sebelum nya. Sayang nya di balik wajah cantik itu tersirat kesedihan dan luka yang mendalam, bisa Bi Sari lihat dari garis wajah nya.
" Neng yang ikhlas ya. Agar orang tua neng tenang di alam sana. Neng juga tak perlu khawatir, ada bibi dan mamang yang akan menjaga Neng Kirana. Anggap saja kami sebagai orang tua, karena kami juga sudah menganggap Neng Kirana sama Den Bagas seperti anak kandung kami sendiri. " Bi Sari mengusap pipi Kirana. Tatapan hangat dan perlakuan lembut wanita itu makin membuat Kirana rindu pada Ibu nya.
" Iya bi, makasih. Maaf jika nanti saya dan Kak Bagas akan merepotkan Bibi sama Mang Nur. Apalagi sekarang kami tak punya tempat tinggal, " lirih Kirana.
" Sssttt, jangan bicara begitu. Dengan senang hati bibi membantu neng Kirana. Sungguh tak merepotkan, hanya saja keadaan kami seperti ini. Semoga Neng maklum. " Mata Bi Sari mengedar ke langit-langit dan sekeliling kamar sempit , seakan menunjukan keadaan rumah nya yang kecil dan tak semewah milik orang tua Kirana.
" Tidak apa-apa bi. " Kirana mengulas senyum tipis.
" Di izinkan tinggal di sini saja sudah alhamdulillah, " lanjut nya.
" Kalau begitu lebih baik Neng istirahat. Pasti Neng capek setelah menempuh perjalanan jauh dari pesantren ke sini, " kata Bi Sari.
Kirana menjawab dengan sebuah anggukkan.
" Bibi tinggal dulu ya, mau siapin makanan buat nanti makan malam. Neng istirahat saja di sini, tapi jangan sampai ketiduran. Soalnya udah mau surup, pamali tidur di waktu seperti ini. " Bi Sari pun berdiri dari duduk, ia segera melenggang pergi meninggalkan Kirana di kamar.
Kirana menyandarkan tubuh nya di ranjang, sambil menunggu adzan maghrib berkumandang ia memilih untuk beristirahat sejenak. Bi Sari benar, tubuh Kirana memang lelah setelah menempuh jarak yang jauh dari pesantren ke desa Jatiasih.
Tak hanya tubuh saja yang terasa lelah, bahkan pikiran nya pun cukup terkuras.
Sayup terdengar adzan maghrib berkumandang, di tengah obrolan Bagas yang kian memanas di luar sana. Entah kenapa hati Bagas begitu keras. Ia masih saja tak bisa rela dan menerima kenyataan. Apalagi ia sadar jika saat ini tak punya apa-apa lagi, harta benda pun habis terlalap api. Hanya tinggal mobil yang Bagas miliki, selain itu semua habis tak bersisa.
Di tengah suara guyuran hujan dan kumandang adzan. Terdengar Bagas berteriak dan pergi keluar rumah, menembus derasnya air hujan. Yanuar dan Aryo sudah berusaha mencegah agar Bagas tak pergi, tapi Mang Nur menahan keduanya untuk membiarkan Bagas pergi. Bagas butuh waktu sendiri. Itu kata Mang Nur.
Mengetahui Kakak nya pergi, Kirana bergegas meraih cadar di atas nakas dan memakainya. Kemudian ia keluar mencoba untuk menghentikan Bagas yang kian berulah di saat genting seperti ini.
" Kak Bagas tunggu !! " teriak Kirana.
" Neng, udah biarkan Den Bagas pergi. Mungkin dia butuh waktu merenung sendiri dan menerima kenyataan ini. " Mang Nur menghalangi jalan Kirana yang hampir saja sampai ke teras rumah.
" Iya Kirana. Nanti juga dia pasti kembali kok, " kata Aryo.
Kirana pun mendengar nasihat Mang Nur, ia duduk di kursi kayu di ruang tamu . Hati nya seakan tak ingin membiarkan Bagas pergi di waktu seperti ini. Sulit sekali mengartikan perasaan yang seakan tau sesuatu namun ia sendiri tak bisa menjelaskan nya. Jauh di lubuk hati Kirana terus saja menunjukan sebuah firasat buruk.
" Aku salut sama kamu, kamu lebih tegar dan ikhlas menghadapi semua ini. Jauh sekali dengan Bagas kakak mu yang masih kekanak-kanakan dan tak bisa mengontrol emosi. Padahal dia laki-laki dan kamu perempuan, tapi kamu lebih kuat darinya, " ucap Yanuar memuji Kirana.
Kirana yang mendengar itu hanya menoleh ke arah Yanuar sekilas, kemudian membuang muka.
" Jangan berlebihan memuji seseorang. Aku tak sekuat yang kakak kira, aku juga manusia, bisa rapuh sama hal nya dengan kak Bagas. Mungkin dia hanya butuh waktu saja menerima kenyataan ini, betul kata Mang Nur. " Kirana berdiri dan menuju ruang belakang, ia hendak mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat maghrib. Ia harap setelah beribadah nanti hati nya bisa jauh lebih tenang dari sekarang.
Mendengar penuturan Kirana, Yanuar makin jatuh hati saja pada gadis itu. Entah kenapa perasaan nya pada Kirana. tak pernah berubah dari dulu bahkan hingga detik ini. Apalagi sekarang Kirana tampak jauh lebih dewasa baik dari segi penampilan ataupun sikap. Kecantikan Kirana makin terpancar luar dalam setelah gadis itu mengenakan hijab dan berbalut busana muslim yang menutupi semua aurat. Wanita seperti Kirana sungguh sangat pantas untuk di jadikan istri. Selain luar nya yang mencerminkan pribadi muslim yang baik, sudah pasti ilmu agama nya pun mumpuni apalagi sudah cukup lama Kirana mengenyam pendidikan agama di pesantren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
rudy hartono
Bagas perlu di ruqyah itu biar tdk keras hati
2022-11-22
3
Rini Antika
Semangat terus Kak, aku nyicil baca lg, udah masukin Favorit jg..💪💪
2022-11-07
3
Rini Antika
Kasihan Kirana, yg Sabar ya..😢
2022-11-07
2