ASIH

Langit semakin gelap memasuki waktu petang di iringi rintik hujan yang tak jua mereda. Jalanan desa Jatiasih tampak lengang apalagi saat mobil yang di kemudikan Bagas mulai melewati tempat sepi. Hanya kebun, semak dan hutan di pinggir jalan yang ia lalui.

Pikiran nya kalut, hati nya penuh kekecewaan, Bagas tak tau kemana ia harus pergi saat ini. Yang pasti ia ingin sekali menghempaskan perasaan yang begitu menyiksa diri nya saat ini.

Hingga Bagas tak menyadari jika diri nya kini berada tepat di depan reruntuhan bekas bangunan rumah nya dulu.

Ia pun menepi, menatap ke arah tersebut dengan tatapan kosong. Tercipta bayangan masa lalu di benak nya. Di mana saat dirinya baru saja datang ke desa Jatiasih bersama Kirana dan kedua orang tua nya. Kini semua hanya tinggal kenangan.

Perlahan Bagas keluar dari mobil, tak perduli deras air hujan akan membasahi tubuh nya. Dada nya begitu sesak dan sakit melihat keadaan rumah peninggalan nenek moyang nya hancur terbakar meninggalkan arang.

Lama larut dalam lamunan, sampai ia tak menyadari seseorang mendekat ke arah nya.

" Jang ! " suara seorang perempuan terdengar jelas di telinga membuyarkan lamunan nya. Bagas menoleh, tampak seorang perempuan paruh baya menghampiri nya.

" Sedang apa kamu di sini, Jang? " tanya perempuan itu.

" Bukan urusan mu, " ketus Bagas yang kemudian membuang pandangan ke arah bekas rumah nya.

Perempuan itu tersenyum simpul, ia menatap lekat-lekat wajah Bagas.

" Ujang ini anak nya Pak Bahari? " tanya nya lagi.

" Iya, "

" Pantas saja mirip, " cetus nya membuat Bagas kembali menoleh.

Perempuan itu menyunggingkan senyum.

" Nama saya Asih, saya kenal dengan Ayah mu Bahari. "

" Semua orang di desa ini pasti mengenal Ayah ku. "

" Ya saya tau. Tapi saya ini salah satu orang yang kenal dekat dengan beliau. "

Bagas menautkan kedua alis tebalnya, memicingkan mata. Jika memang perempuan bernama Asih ini teman dekat Ayah nya, pasti ia akan mengenali nya. Rasa nya Pak Bahari tak pernah menyebut perempuan bernama Asih di sepanjang yang ia ingat.

" Benarkah? Tapi kenapa aku baru tau? "

" Karena kami berteman sejak kecil, semasa Ayah mu sekolah dulu. Selepas dewasa kami sama-sama pindah ke kota. Sejak saat itu saya jarang bertemu lagi, " jelas perempuan yang mengaku bernama Asih.

Bagas hanya manggut-manggut, entah kenapa tiba-tiba saja perasaan yang semula menyiksa batin nya perlahan hilang saat bertemu dengan sosok Asih. Apa mungkin karena sosok tersebut mengingatkan nya pada Bu Ratna ibu kandung Bagas? Meski dari segi penampilan sangat jauh berbeda tapi cara dia menatap seakan membuat hati Bagas sedikit tenang.

" Lebih baik sekarang Ujang ikut dengan saya. Rumah saya dekat dari sini, " ajak Asih.

Bagas terdiam sejenak, melihat penampilan Asih sepertinya perempuan ini bukan perempuan sembarangan. Dia terlihat seperti orang berada, pastinya rumah nya pun akan lebih nyaman jika di bandingkan rumah Mang Nur. Bagas pikir tak ada salah nya menerima ajakan Asih apalagi saat ini ia juga tak tau harus berteduh dan tinggal dimana. Asih juga teman dari Ayahnya, jadi tak masalah jika dia numpang sementara waktu di rumah perempuan itu.

Bagas pun mengangguk tanda setuju. Kemudian Bagas membukakan pintu mobil, mempersilahkan Asih masuk. Bagas segera melajukan mobil setelah berada di depan kemudi. Ia mengikuti arah jalan yang di tunjukan oleh Asih.

Tak lama mereka pun sampai di depan sebuah rumah yang cukup besar, namun terlihat tua dan kuno. Mungkin masih model rumah jaman dulu. Bagas dan Asih turun dari mobil.

Hujan sudah reda, hanya tinggal gerimis tipis. Bagas sedikit kedinginan karena tubuh nya basah kuyup, di tambah lagi cuaca saat ini begitu dingin. Hembusan angin membuat darahnya seakan beku.

" Ayo jang masuk, nanti kamu masuk angin kalau terus berada di luar. " Asih membuka pintu yang sepertinya tak terkunci.

Bagas pun mengikuti langkah nya dari belakang. Netra nya menyapu sekeliling ruang utama, keadaan yang hampir sama persis dengan rumah nya dulu. Beberapa barang antik menghiasi rumah tersebut.

" Ini rumah peninggalan orang tua saya dulu. "

Bagas mengangguk pelan.

" Sebaiknya kamu ganti pakaian. Badan mu basah kuyup bisa-bisa kamu sakit, Jang ! "

" Maaf Bu, eh tante. Kalau bisa panggil nama saya saja. Bagas. "

" Bagas ya,, ? Ya udah Bagas ikut Ibu ke belakang, kebetulan ada satu kamar kosong di sini. " Asih berjalan menuju ruangan lain, Bagas hanya mengekor. Dalam benak Bagas berpikir, Asih lebih ingin di panggil Ibu daripada tante. Bisa ia dengar barusan dia menyebut dirinya sendiri dengan kata ' Ibu ' . Mungkin panggilan itu lebih nyaman bagi nya, seperti Bagas sendiri yang tak mau di panggil dengan sebutan ujang, serasa tak enak di dengar menurutnya.

Akhirnya mereka tiba di depan sebuah kamar. Asih membuka pintu tersebut dan mempersilahkan Bagas masuk.

Asih membuka lemari kuno di dalam nya terdapat beberapa helai pakaian pria. Ia pun mengambil salah satu pakaian dari lemari tersebut dan memberikan nya pada Bagas.

" Pakai ini, pasti pas di badan mu. "

Bagas pun meraih kaos oblong dan satu celana jeans yang di pilihkan Asih.

" Makasih bu, " ucap Bagas.

" Iya sama-sama. Ibu tinggal dulu. Kamu boleh istirahat di sini, " kata Asih yang kemudian meninggalkan Bagas sendirian di kamar.

Bagas segera menuju kamar kecil yang masih berada di kamar tersebut, ia mengganti pakaian nya yang basah dengan baju ganti dari Asih tadi. Benar yang Asih bilang, baju itu pas melekat di tubuh Bagas.

Usai berganti pakaian Bagas pun duduk di bibir ranjang, mata nya mengedar ke seluruh sisi kamar yang ia tempati. Keadaan yang tak jauh berbeda dengan rumah peninggalan nenek moyang nya dulu. Sama-sama berdesain kuno dan perabotan antik.

Bagas baru sadar, ia tak menemukan siapapun di rumah ini selain Asih. Apa perempuan itu memang tinggal sendiri di sini? Lalu baju yang ia kenakan ini milik siapa? Kelihatan nya baru dan bukan baju bekas.

" Ah ngapain juga aku mikirin hal semacam itu? Yang penting sekarang aku punya tempat tinggal sementara, meski aku sendiri belum tau nanti harus kemana lagi, " gumam Bagas.

Bagas pikir Asih orang baik. Asih juga tak segan mengajak nya untuk tinggal di rumah ini. Bagas harap Asih bisa jadi orang tua angkat untuk nya. Terdengar bodoh, tapi sekarang ini Bagas sudah tak punya siapa-siapa lagi dan tak punya apa-apa lagi. Mungkin kuliah S2 nya pun akan terbengkalai karena terkendala biaya. Mengingat semua itu membuat kepala Bagas pusing. Hidupnya yang serba ada kini tiba-tiba saja berubah drastis. Uang tabungan yang ia miliki pun tak akan cukup untuk memenuhi biaya hidupnya dalam jangka waktu yang lama. Paling hanya bisa untuk beberapa bulan ke depan saja.

Lama melamun membuat mata Bagas terasa berat. Ia pun membaringkan tubuh di atas ranjang, dan mulai memejamkan mata. Rasa kantuk hinggap tak tertahankan, akhirnya ia pun terlelap.

Terpopuler

Comments

Rini Antika

Rini Antika

Semangat terus Kak..💪💪

2022-11-10

2

Rini Antika

Rini Antika

kok gitu? jgn sombong Gas

2022-11-10

2

Ali B.U

Ali B.U

lanjut kak

2022-10-13

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!