...CINTA JOHANNA...
...Penulis : David Khanz...
...Bagian 2...
...------- o0o -------...
"Sedikit demi sedikit saja belajar baca huruf Arab, Han," ujar Reychan beberapa waktu sebelumnya. "Kamu bisa mulai dari buku Iqra. Nanti ada tingkatannya tersendiri. Dari yang gampang sampe yang agak sulit."
"Hhmmm, siapa yang mau ngajarin? Kamu?" tanya Hanna balik seraya memerhatikan rangkaian huruf-huruf aneh pada sebuah buku yang ditunjukkan lelaki tersebut ke hadapannya.
"Kalo kamu mau, kenapa enggak?" balas Reychan diiringi senyuman menggelitik, lantas disambut Hanna dengan hal senada. "Tapi …."
'Ya, Allah … Rey!' pekik Hanna tiba-tiba di dalam hati. Lantas memejamkan mata beberapa sesaat, usai menuntaskan rakaat terakhir salat malamnya. Benak perempuan muda itu mendadak teringat pada sosok lelaki yang satu itu. Reychan. Masih sebaya dan bahkan dari dia pula awal kehidupan Hanna mulai berubah. Termasuk tentang skenario lika-liku kisahnya bermula.
"Enggak, Hanna. Jangan," sergah Reychan kala itu, sewaktu Hanna mengungkapkan niatnya. "Kalo kamu mau berubah hanya karena aku, lebih baik jangan. Enggak usah." Timpal Hanna dengan raut bertanya-tanya, "Kenapa, Rey? Bukannya itu satu-satunya cara supaya keluarga kamu bisa nerima aku?"
Sejenak Reychan terdiam. Sepertinya berat untuk berkata-kata. Itu terbias sekilas dari dengkus napas serta pergerakan jakunnya yang naik-turun, mereguk sedikit basahan liur guna membasahi tenggorokan. "Enggak, Hanna," balas kemudian lelaki tersebut tercekat, "ada hal yang lebih penting dari sekedar itu."
Alis Hanna spontan terangkat. "Tentang apalagi, Rey?" tanyanya bingung. Seketika benaknya pun diliputi bermacam pertanyaan lain. "Memang di antara kita harus ada yang ngalah, 'kan? Dan yang aku pahami, tentu saja itu bukanlah kamu."
Reychan menarik napas panjang.
"Ayolah, Rey," desak Hanna kembali. "Kenapa sih, kami mesti ragu-ragu, 'gitu? Ngomong, dong! Tentang apalagi, hhmm?"
Pertanyaan itu belum sepenuhnya terjawab jujur. Reychan selalu berusaha mengelak atau bahkan terkadang berucap samar. Seakan-akan berat sekali untuk mengungkapkan perihal sebenarnya. Sampai akhirnya, Hanna pun berinisiatif untuk mewujudkan impian mereka berdua beberapa pekan setelah perbincangan tersebut.
"Aku sudah bersahadat, Rey," ucap perempuan tersebut di jelang pengujung siang.
"Syahadat? Hanna?" timpal Reychan bertanya-tanya disertai keterkejutan luar biasa. "B-bagaimana mungkin kamu … aahhh, ini pasti hanya lelucon kamu saja, 'kan?" Dia sama sekali tidak memercayai ucapan Hanna, kekasihnya.
Kekasih? Ya, mereka berdua memang sepasang kekasih. Sebuah hubungan yang terajut sejak pertemuan Reychan dan Hanna di acara Ospek dulu. Sesama mahasiswa baru di kampus senada.
Perempuan berusia 21 tahun itu malah tersenyum kecil, kemudian lanjut menjawab. "Enggak, Rey. Ini beneran. Aku memang sudah bersahadat, kok. Sesuai sama keinginan kita, 'kan? Jadi …."
"Tapi …." Ucapan Reychan terhenti. Dia menggaruk kepala walau tidak merasa gatal. Berusaha untuk memercayai, tapi otak kecilnya tetap saja menolak.
"Sekarang kita sudah seiman ….," tutur Hanna berlanjut. "Itu artinya, sudah gak ada lagi hal yang menjadi biang permasalahan di antara kita. Aku harap …."
Tukas Reychan seketika tanpa bersedia mendengarkan penuturan Hanna seutuhnya, "Kenapa kamu gak ngomong dulu sama aku sih, Hanna? Kok, bisa-bisanya kamu ngelakuin itu tanpa konfirmasi dari aku?" Lenguh panjang menyertai respons lelaki tersebut usai menurunkan tangannya dari garukan di kepala. Belum ada reaksi semringah sebagaimana diharapkan oleh sosok gadis yang masih duduk terpaku di samping dia, terkecuali sisa efek kaget sejak awal tadi. Menyebalkan, pikir Hanna.
"Kenapa? Kamu gak seneng, Rey?"
Reychan menoleh. Ditatapnya bias mata perempuan tersebut. "T-tentu saja aku s-senang, Hanna," jawab lelaki muda tersebut tergagap-gagap. "He-he, maaf … aku cuman sedikit shock saja." Buru-buru dia meraih jemari kekasihnya, lantas lanjut berkata, "Aku masih gak nyangka aja, Hanna, kamu … sudah sejauh ini ngelangkah. Padahal, aku sama sekali gak pernah minta atau ngajak kamu buat …."
"Karena aku sayang banget sama kamu, Rey," tukas Hanna seraya menyandarkan kepalanya di pundak Reychan. "Aku gak peduli sama aku sendiri. Yang terpenting, aku gak mau kehilangan kamu. Aku benar-benar mencintaimu."
Mendengar ucapan kekasihnya barusan, diam-diam lelaki itu memejamkan mata disertai tarikan napas panjang secara perlahan-lahan. Lantas mengusap-usap kepala Hanna selembut mungkin. Namun di dalam hati, dia membatin, 'Kamu gak tahu saja, Han, apa yang sebenarnya sedang aku pikirin akhir-akhir ini. Kalopun harus berkata jujur, aku khawatir banget hal itu bisa melukai hatimu. Sekarang … satu lagi permasalahan, justru makin bertambah. Aku … aku …."
...------- o0o -------...
"Astaghfirullahal'adziim!" seru Hanna seraya mengusap muka secara spontan. 'Ya, Allah … sudah tiba waktu Subuh!' lanjutnya membatin begitu lantunan suara azan yang terlantun di luar sana, menyeruak mengaburkan alam lamunan. Hafal sekali akan pemilik suara indah yang berasal dari pengeras suara di Musala terdekat tersebut adalah Ilham. 'Subhanallah … aku telah menghabiskan sisa waktu yang diberikan oleh Allah di sepertiga akhir malam hari ini, hanya dengan melamun? Astaghfirullah … maafin hamba-Mu ini, Tuhan.'
Dengkus napas perempuan itu seketika tersembur hangat, berbaur bersama semilir sejuk hawa pagi yang menerobos masuk melalui celah ventilasi jendela kamar.
Sesaat tadi, usai menunaikan ibadah sunah malamnya yang diiringi untaian bait doa, benak Hanna tiba-tiba berkelana mengingati akan masa-masa di beberapa waktu terlewati lalu. Tentu saja, mengenai sepenggal kisah indah serta mimpi-mimpi sepasang insan muda yang tengah terlena balutan asmara. Sosok laki-laki itu bernama Reychan.
Ya, Reychan.
Pertama kali Hanna mengenalnya dulu sewaktu sama-sama masuk bangku kuliah. Semula gadis tersebut tidak begitu memerhatikan, apalagi peduli. Namun seiring waktu berjalan, entah pikiran darimana dia mulai tertarik untuk mengenal Reychan lebih dekat. Bukan karena sosok dia yang begitu familiar di lingkungan kampus dan punya daya pikat wajah memesona, akan tetapi tersebab ….
"Kamu muslim?" tanya Hanna suatu ketika, secara tidak sengaja bertemu dengan Reychan usai menunaikan ibadah salat Jumat. Laki-laki itu mengiakan. Tidak panjang lebar menjawab pertanyaan. "Kamu baru tahu, ya?" tanyanya kemudian. "Kaget?"
Hanna menggeleng pelan, lantas menjawab datar, "Enggak juga, sih. Biasa saja, tuh." Buru-buru kembali ke aktivitasnya semula, yakni melihat-lihat deretan barang-barang di toko yang sedang dia kunjungi.
"Oh …." Bibir Reychan membulat. "Terus, kenapa barusan nanya?"
Merasa memiliki kewajiban untuk menjawab, lanjut Hanna berkata. "Hhmmm, baru aku lihat saja kamu habis keluar dari mesjid itu." Gadis tersebut memutar kepala dan memandang ke arah bangunan besar di seberang toko, tidak seberapa jauh dari tempat tersebut.
"Heran?" tanya Reychan kembali, sedikit terdengar seperti tengah menggoda gadis bermata sipit itu.
Mendengar pertanyaan lelaki itu, spontan Hanna balik menoleh. Menatapinya sejenak dengan pandangan aneh. "Loh, kenapa mesti heran? Aku bilang juga tadi, biasa saja, kok. Emang ada yang aneh sama pertanyaanku itu?"
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments