Happy Reading 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
"Kel, ayo makan siang". Echy menyangkutkan tas nya dibahunya.
"Sebentar Chy". Kelly mematikan komputer nya.
Mereka berdua berjalan menuju kantin. Tatapan memuja parah lelaki pada Echy terlihat jelas.
Siapa yang tidak akan terpesona dengan gadis cantik itu. Dia tidak hanya cantik tapi juga pintar dan berprestasi. Gaya bicara begitu tegas. Namun kala dia bercanda semua orang dibuat tertawa.
"Kau pesan apa Chy?". Tanya Kelly membuka buku menu.
"Seperti biasa". Sahutnya tanpa melihat kearah Kelly. Dia sedang asyik bertukar pesan dengan adiknya Rein hanya sekedar untuk mengingatkan makan siang
"Kau lupa padaku?". Ketus Sean duduk disamping Echy wajahnya tampak kesal.
"Tidak. Hanya tidak ingat". Sahut Echy terkekeh melihat wajah Sean "Simpan kesalmu. Makan lah Tuan Boss, setelah makan bayar sendiri yaa". Celetuk Echy.
Sean mencebik kesal. Dia dari tadi menelpon Echy agar menunggunya. Tapi wanita itu malah mengabaikan telponnya.
Sedangkan Kelly canggung. Dia memang sudah biasa melihat keakraban Sean dan Echy tapi tetap saja dia merasa begitu canggung. Apalagi Sean seorang CEO dan pemimpin perusahaan pasti harus dihormati. Sementara Echy tidak peduli, dia dan Sean sahabat mau dikantor atau diluar kantor.
Mereka bertiga makan. Echy dan Sean terus saja mengobrol sambil makan. Kelly hanya menanggapi dengan senyum.
Banyak yang menatap keduanya iri. Mereka terlihat cocok sebagai sepasang kekasih. Hanya disayangkan, Sean sudah memiliki tunangan dan sebentar lagi akan menikah.
.
.
.
.
Echy menatap kosong kertas ditangannya. Berkali-kali gadis itu menghela nafas panjang. Kenapa harus dia? Harusnya dia yang merasakan hal ini?
Gadis itu memasukkan kertas putih itu kedalam tasnya, lalu mellengang pergi dari sana. Dia berjalan dengan langkah gontai. Kakinya terasa begitu berat. Namun kakinya tak mau berhenti.
"Ini serius Nona. Nona harus segera melakukan kemoterapi. Jika tidak ini berbahaya bagi keselamatan anda. Saya sarankan bulan depan anda harus mulai mengambil jadwal kemoterapi bersama saya".
Ucapan dokter tadi masih terus terngiang dikepala Echy. Meski berusaha menepis bayangan itu namub tetap saja dia tak bisa menghilangkan suara yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres padanya.
Sampai di Apartement nya Echy langsung masuk. Lampu apartement sudah menyala, artinya Rein sudah pulang.
"Kakak sudah pulang?". Rein menyambut Kakaknya dari tadi dia menunggu gadis itu "Kenapa lama Kak, aku khawatir Kakak pulang malam-malam seperti ini". Ucap Rein
Echy duduk disofa ruang tamu mereka. Dia tersenyum hangat melihat wajah adiknya yang khawatir.
"Kakak baik-baik saja Rein". Senyumnya
"Bagaimana hasil pemeriksaan rumah sakit Kak?".
Echy menghela nafas berat. Dia membuka tas kecilnya lalu mengambil kertas putih itu dan memberikannya pada Rein.
Rein membuka kertas itu. Matanya berkaca-kaca saat membaca tulisan yang tertera pada kertas putih itu.
"Kak".
"Kakak baik-baik saja Rein. Tidak perlu khawatir dan panik seperti itu. Kakak ini wanita kuat seperti katamu". Echy menggenggam tangan adiknya. Berusaha menyalurkan kekuatan pada Rein.
"Kak".
Rein memeluk Echy. Tidak. Tidak. Kakaknya tidak boleh pergi. Apapun yang terjadi Kakaknya harus tetap berada disampingnya. Rein hanya memiliki Echy. Mereka hanya berdua saja
"Rein". Echy membalas pelukkan Rein. Tak bisa dipungkiri bahwa dia juga takut.
Echy melepaskan pelukkan Rein. Dia tersenyum hangat menatap adiknya yang menangis. Tangannya mengusap wajah pria itu. Adik kesayangannya.
"Kakak baik-baik saja. Rein tidak boleh bersedih. Kakak akan kuat jika Rein kuat". Ucapnya. Rein malah semakin menangis
"Ck, kau ini susah sekali dibujuknya". Ketus Echy.
Rein menyeka air mata "Hiks Kak bisa tidak serius sedikit. Aku sedang ingin menangis".
Echy justru tertawa tapi air matanya mengalir. Secepatnya gadis itu menyeka air matanya.
"Sudah jangan menangis lagi". Ujar Echy "Apa kau sudah menyiapkan makanan untuk Kakak?". Tanya Echy mengalihkan pembicaraan mereka
"Sudah Kak. Ayo".
Rein menggandeng tangan Echy menuju meja makan. Tadi dia memang sudah menyiapkan makanan kesukaan Kakak nya itu.
Rein tahu jika Kakak nya ini memang hobby makan. Hobby makan itu sebenarnya pelampiasan semua perasaan sedihnya.
Mereka berdua makan dengan lahap. Rein senang melihat Kakaknya makan. Rein berjanji akan menjaga Echy. Dia tidak akan membuat Kakak nya itu bersedih lagi.
Lima tahun sudah mereka hanya hidup berdua. Meski hidup pas-pasan tapi Rein bersyukur masih bersama Kakaknya.
"Kak, makan pelan-pelan". Tegur Rein menyedorkan gelas berisi air
"Kakak lapar sekali Rein. Ternyata menangis itu butuh tenaga yaaa".
Rein terkekeh. Tidak ada satu hal pun yang disembunyikan diantara keduanya. Naik Echy atau pun Rein. Keduanya saling terbuka dan menghadapi masalah mereka bersama-sama.
"Ahhhh kenyangnya". Echy mengelus perutnya sambil bersandar karena kekenyangan.
"Kakak kurangin makanan pedas, asam, dan dingin ya. Mulai sekarang Rein yang akan kontrol makanan Kakak". Ujar Rein membersihkan piring kotor mereka berdua.
"Ck, mentang-mentang kau dokter sesuka hati mengatur Kakak". Protes Echy.
Rein tersenyum "Ini demi kebaikkan Kakak". Ujar Rein.
"Cih, mana bisa Kakak jauh-jauh dari makanan itu. Itu makanan kesukaan Kakak semua". Ucapnya
"Kakak harus belajar menjauhi makanan itu. Itu berbahaya bagi kesehatan Kakak. Apalagi Kakak mengkonsumsi obat. Harus berhati-hati memilih makanan". Jelas Rein sabar.
"Ya ya baiklah Tuan Dokter Tampan". Goda Rein mencolek hidung adiknya.
"Jangan mulai Kak, aku sedang membersihkan piring". Ketus Rein melangkah ke dapur.
Echy terkekeh. Dia berjalan menuju kamarnya. Echy menutup pintu kamarnya lalu bersandar dipintu sambil terduduk dan menangis.
Didepan Rein dia berusaha kuat. Tapi nyatanya dia perempuan lemah. Tak berdaya. Tak memiliki gairah. Hidupnya serasa hampa dan tak berguna.
.
.
.
.
Seorang pria tampan menatap keluar jendela ruangannya. Jendela transparan yang menampilkan kota London, Inggris.
Tatapan pria itu dingin sekali. Tak ada raut ramah diwajah nya. Mungkin seumur hidup dia tidak pernah tertawa dan tersenyum. Wajahnya saja seperti tembok. Tidak ada yang bisa menebak apa yang dipikirkan pria itu.
"Tuan".
"Bagaimana?". Tanyanya tanpa basa-basi. Sia tidak suka mengeluarkan kata-kata jika tidak penting.
"Saya sudah mempersiapkan keberangkatan kita ke Indonesia Tuan". Sahut sang asisten
"Bagus". Ucapnya "Bagaimana dengan gadis ku?". Tanyanya
"Nona baik-baik saja Tuan. Dia bekerja di Amstrong Group". Sahut sang asisten
"Baik". Ujarnya "Pastikan tidak ada yang menganggunya. Ketat penjagaan dan jangan sampai dia tahu jika selama ini aku mengawasinya".
"Baik Tuan. Saya permisi".
Pria itu kembali menatap keluar jendela. Tangannya dia masukkan kedalam dua saku celana kanan dan kirinya.
"Aku kembali sayang. Ku harap kau masih mau memaafkan dan menerima ku kembali. Aku akan memperjuangkan cintaku lagi".
Bersambung......
Makasih yang udah ikutin.
Sebenarnya author mau buat judul Emergency Couple, tapi kurang pas sama alur ceritanya...
Semoga aja judul sama isi ceritanya sama🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Komang Diani
khasian echy,, semoga penyakit nya tidak parah ya thorr
2023-05-13
0
Arie Chrisdiana
jgn2 pria itu yg dulu minggat saat pernikahan dg echi
2023-03-21
0
Nindira
Next up ya thor
2022-10-21
0