Dua Mata Satu Kacamata
Pemikiran sederhana yang terbersit di benaku tentang Jakarta adalah "kebebasan". Aku sangat ingin bebas. Bebas memilih dan menentukan apa yang aku mau, melakukan segala hal yang aku inginkan, mengukir cerita yang akan kuceritakan kelak.
Aku dan Jakarta hanya berjarak 151 km, aku dilahirkan di Bandung oleh Ibuku, Ayahku menamaiku Bara langit. Entah apa maksud Ayahku meberikan nama itu padaku,tapi itulah identitas yang akan kubawa kemanapun aku pergi, sepanjang aku masih bernafas, menginjakan kaki bumi dan di bawah langit yang kuharap selalu cerah, walau sesekali aku juga butuh hujan, karena katanya pelangi itu akan selalu datang setelah hujan pergi, aku suka hujan tapi benci gelap.
Pada hari yang sudah gelap dan hampir pagi , aku berpamitan kepada kedua orang tuaku, untuk beranjak dari kota yang membesarkanku dan melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa di salah satu universitas ibu kota, keputusanku banyak di tentang oleh keluarga besar dari Ibuku,
"Buat apa kuliah ke Jakarta cuma kuliah di Universitas swasta, kampus negeri yang bagus-bagus juga banyak disini,” ucap kakak laki-laki dari Ibuku.
Kupikir itu hanya nyinyir, tapi memang Bandung bisa disebut kota pendidikan, karena banyak pelajar yang singgah ke kotaku untuk meraih mimpinya, tapi aku pun juga punya mimpi, memang berat meninggalkan kota yang aku cintai dengan banyak kenangan indah, lebih jauh meninggalkan Ibu dan Ayahku, serta adik-adiku, aku pasti rindu mereka, tapi jarak Bandung dan Jakarta tak begitu jauh, aku bisa pulang setiap minggu jika aku rindu pada Ibu atau Ayahku juga adik-adiku.
Aku tidak pintar dan juga tidak bodoh tapi aku tergolong anak IPA semasa SMA, aku tidak suka menjadi anak IPA tapi tak bisa memilih IPS, karena kuyakin pasti banyak yang komen, jika aku masuk IPS, lebih lagi aku tidak suka menghafal.
Berat rasanya pundaku untuk menjalani hari senin, selasa, rabu, kamis dan jum'at.
Iya, itulah nama-nama hari yang memberatkan pundaku, semua yang kupelajari adalah ilmu-ilmu pasti sementara dalam kehidupan tidak ada kepastian, semua terasa abu-abu seperti seragam sekolah yang pernah kukenakan dahulu.
Adinda putri mahesa adalah nama yang selalu aku kenang sampe hari ini. Dia adalah pacar semasa SMA ku, dia tidak terlalu cantik tapi dia pintar, pintar menyenangkan hatiku, dia juga pandai merayuku. Tutur katanya yang lembut selalu menyejukan, aku yakin dia terlahir untuk bersamaku. Tapi kenyataan seringkali tak seindah harapan."Putus" sebelum ujian nasional adalah nasib sial.
Selepas perpisahan sekolah aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengan nya, dia beranjak ke kota tujuan nya untuk meraih mimpi, aku pun begitu.
Waktu terus berjalan dan aku tiba di kota tujuanku, "Jakarta.” Katanya kota ini keras tapi kulihat menteng begitu damai karena saat tiba matahari masih malu-malu untuk menampakan diri. Udara nya memang tidak sejuk, tapi cukup untuk bisa kuhirup sebagai tanda aku masih hidup. dan masih jadi anak Ibu dan Ayahku.
Beberapa saat berlalu, lalu lintas sudah semakin ramai dan munculah suara- suara yang paling aku benci.
"Tiiiittt...tooooootttt..tiiittt.tiiiitttt...tiiiitttt"
(bunyi klakson kendaraan)
Aku tidak pernah suka mendengarnya. Aku belum mandi tapi kumasuki kampusku yang kala itu hanya ada petugas kebersihan dan bapak-bapak yang memakai seragam hitam-hitam sambil baris berbaris, kiri, kanan, kiri, kanan, kanan,kiri, kanan,kanan, kiri, kiri. Aku tak tau maksudnya apa? hanya mereka yang mengerti, kudengarkan saja sambil kupakai earphone dan kuputar lagu-lagu dari Mr. Big.
Tak terasa sudah banyak yang mulai datang, ternyata mereka pedagang, pedagang loh ya bukan bandar. Kupesan kopi hitam tanpa gula sambil kunyalakan tembakau yang katanya dapat menyebabkan kanker "kantong kering,” kupikir begitu, tapi tetap dibeli dan di hisap, mungkin juga sudah jadi kebutuhan pokok bagi sebagian yang lain.
Konon kata perokok berat lebih baik merokok daripada makan. Pemikiran yang keliru menurutku, karena merokok itu lebih enak kalau sudah makan dan sambil minum kopi, jadi lebih berasa aja wangi dan rasanya.
Kuhabiskan berbatang-batang tanpa sepatah katapun, karena belum ada yang kukenal, mau menyapa takut disangka sok asik, apalagi sampai di dibilang orang berisik.
Pergilah aku ke bagian administrasi untuk memberikan berkas-berkas yang belum kulengkapi dan kulampirkan,
“Minggu depan sudah masuk masa orientasi ya Mas,” kata salah satu petugas administrasi yang aku datangi
“Baik" kujawab.
Setelahnya aku berjalan-jalan untuk mencari kost-kostan, tapi kupilih yang persis di depan kampus.
Kamarnya banyak namun harganya tak sama,
yang jaga itu orang jawa, mereka suami istri dan ngobrolnya bahasa jawa, mereka pikir aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena aku berasal dari Bandung. Tapi diam-diam aku menghayutkan, dan menerjemahkan bahasa mereka.
“Oalah Masnya ngerti bahasa Jawa juga?" ucap ibu yang jaga kostan,
"Aku ngerti bahasa jawa tapi gak lancar kalau ngomong pake bahasa Jawa" jawabku.
Kemudian kupilih kamar di lantai satu karena aku malas naik anak tangga apalagi naik bapak tangga dan ibu tangga, Karena belum kupikirkan untuk berumah tangga. yang pernah kumainkan hanya ular tangga, belum sampai kepada ular milik tetangga. Apalagi kumpulan dari ular-ular yang sangat berbisa.
Hari ini Senin pukul lima tepat dua jam kedepan pintu neraka terbuka, maksudku gerbang kampus yang di jaga kakak-kakak berbalut almamater, bisa dibilang (bang yor dan mpok yor), pertama-tama jangan sampai ada yang kedua-dua, karena hari ini, dimulai masa orientasi maba, sampai lupa aku namanya.
“Mopd atau apa ya?” tanyaku pada diri sendiri,
Tapi tidak penting karena aku tidak akan jatuh cinta padanya. Sebelumnya aku sudah dibagi kedalam kelompok, ada enam orang termasuk aku. Mereka adalah Sita, Pubai, Siti, Stanley, dan Boni.
Bisa dibilang mereka teman pertamaku di kampus. Sialnya aku sengaja terlambat.
Akupun dipanggil oleh cewek cantik berambut pendek, aku belum tahu namanya karena belum sempat kenalan. Dia senior, tapi kurasa kita seperti seumuran.
“Kenapa terlambat?” tanya seorang senior menghardiku,
“Banjir ka” kujawab spontan,
“Banjir di mana?” sambungnya,
“Banjir di tempat tidur Kak" kujawab dengan muka polos.
Mungkin dia ingin tertawa dan juga marah tapi dia jaga image sebagai Mpok yor.
Aku disuruhnya berkeliling lapangan bersama teman-teman seperjuangan yang juga terlambat. Setelah berkeringat aku disuruh mencari kelompoku, segeralah aku bergabung dengan mereka, kemudian kami dibawa kedalam ruangan-ruangan kelas untuk diberi materi-materi dan juga diajari rasa hormat kepada bang yor dan mpok yor.
Tibalah kesempatan untuk bertanya,
“Kak kamu siapa namanya?” tanyaku pada cewek yang tadi pagi menghukumku,
Kemudian aku di suruh menyanyikan lagu balon ku ada lima dengan akhiran e.
“Kalau lo bisa, gw kasih tau nama gw” jawab seniorku itu,
Aku merasa tertantang, syukurnya aku berhasil menyanyikannya. Lalu kutagih janjinya.
“Jadi siapa nama lo kak?” tanyaku,
“Nama gw Disa” jawabnya sambil malu-malu dan muka memerah,
“Salam kenal" kujawab,
“Iya salam kenal junior manis” jawab Kak Disa sang senior cantik.
Seketika penasaranku hilang, belum kulanjutkan dan belum kuniatkan untuk mendekatinya karena saat ini aku hanya kagum belum sampai pada perasaan jatuh cinta. Semua kegiatan masa orientasi bagi ku terasa membosankan, walaupun ada kesan tapi tidak dalam. Tiga hari berlalu dengan kegiatan yang hampir sama tapi tidak terlalu mirip.
Perkuliahan pun dimulai setelahnya, hari Kamis pukul delapan lewat tiga puluh menit adalah jam pertama untuk mata kuliah pertama. Tapi kulihat-kulihat banyak Bang yor dan Mpok yor. “Jangan-jangan mereka salah masuk kelas" pikirku.
Namun nyatanya mereka mengulang dan konon katanya dosen yang mengajar killer.
"Seperti di film horor dong?” gumamku.
Setelah jam tepat menginjak waktu perkuliahan dan dosen mulai memperkenalkan dirinya, kuperhatikan dia tidak killer.
"Culun begitu apanya yang killer?” pikirku,
Namun ini baru pertemuan pertama jadi belum bisa aku simpulkan.
Setelah beberapa pertemuan ternyata dia dosen yang disiplin, pantas banyak orang-orang malas yang tak dia luluskan. Jadi kabar kalau dia killer itu hanya mitos, dan hasutan bang yor dan mpok yor agar sang junior juga ikut mengiyakan, dan menjadi tradisi yang turun-menurun seterusnya, pada generasi yang lain, sayangnya aku tidak bodoh untuk mudah percaya dan terbawa suasana.
Aku baru kenal enam orang di kelasku, mereka adalah teman kelompok ku sewaktu masa orientasi Mahasiswa baru, aku duduk di samping sita, karena dia cantik. Pubai dan Siti pun cantik tapi belum keliatan. karena belum wangi pada saat itu. Diantara yang lain aku lebih sering ngobrol dan makan bersama Boni dan Siti.
Menghabiskan waktu dikampus bersama, membagi tugas kelompok. padahal yang sering mengerjakan tugas hanya Siti, Siti itu pintar dan cantik tapi tidak dandan. jadi belum banyak orang yang sadar. Aku sadar tapi kupikir dia cukup jadi temanku.
Dalam sebuah ruang kelas aku bertemu Niken, dia keturunan bali tapi lahir dan besar di Surabaya, dia cantik tapi medok dan ternyata dia satu kostan denganku, kami pun mulai akrab dan bertukar pin BBM sampai sering menghabiskan waktu bersama, apalagi dia anaknya BM (banyak mau), nyaris tiap hari ponselku penuh pesan dari dia, paling sering kalau malam hari dia menghubungiku hanya untuk ditemani makan mie instan telur setengah mateng kejunya yang banyak dan kornet yang kering.
“Bar lo lagi apa?” tanya Niken dalam chat BBM,
“Lagi nungguin lo ngajak makan, lo laper kan pasti" kujawab begitu biar dia senang dalam chat BBM,
“Ih lo tau aja si apa yang gw pikirin" ujar Niken dalam chat BBM,
“Gw sebenernya sedih sih kalau lo jam segini chat gw cuma buat kode ngajak makan hehe" jawabku dalam chat BBM,
“Sedih kenapa sih lo? kok gitu sih? masa diajak makan cewek cantik sedih, yang lain pada ngantri ngajakin gw makan bareng, tapi gw gak pernah mau,” jawab Niken dalam chat BBM,
“Gila sih lo percaya diri banget Ken, emang yang bilang lo cantik siapa?” jawabku dalam chat BBM,
“lo jahat banget sih sama gw, mau gw tunjukin chat-chatnya?” jawab Niken dalam chat BBM,
“Hehehe baper banget sih lo ken, iya lo cantik, baik hati, penyayang, tidak sombong dan lain-lain" kubalas begitu pesan Niken dalam chat BBM,
“Tuh jadi gombal kan lo, jadi mau nemenin gw makan apa ngga?” jawab Niken dalam chat BBM,
“Iya sayang ayo, gw tunggu dibawah ya, kan kamar lo yang diatas” kujawab mesra pesan Niken dalam chat BBM,
“Buaya begini nih, manggil sayang ke semua cewek, yaudah tunggu gw turun” jawaban Niken dalam chat BBM,
“Iya gw tunggu, gausah dandan ya gak ada yang liatin juga" kujawab dalam chat BBM,
Sepuluh menit kemudian Niken baru turun dan kami pun pergi.
Warmindo adalah tujuan kami, warung ini menjamur di Jakarta selain warteg dan nasi padang, hampir setiap malam Niken selalu mengajak makan mie instan di warung yang sama padahal siang nya juga kita nongkrong disitu, kayak gak ada bosen nya atau memang kuat mistiknya, hanya pikiran-pikiran yang menjalar saja.
Niken selalu bercerita tentang cowok padahal aku juga cowok, siaga lagi, "siap antar jaga".
Tapi yang diomongin orang lain terus. Entah dia yang tidak peka atau aku yang gak punya perasaan apa-apa. Warmindo itu buka dua puluh empat jam yang jaga orang-orang sunda, nyaris satu daerah denganku. Jadi kalau gak punya duit bisa ngutang, katanya, tapi aku belum pernah, setelah jalan dua menit kami sampai juga Niken langsung memesan makanan dan minuman favoritnya, aku pun begitu.
“Bar menurut lo dia ganteng gak?” ujar Niken sambil menunjukan foto cowok dalam ponselnya,
“Wah gila sih ganteng banget, mirip artis tapi yang gak terkenal hehehe" kujawab saja begitu,
“Emang salah sih kalau nanya sama lo Bar, pasti ngaco mulu jawabnya” kata Niken sambil memasang muka kesal,
“Gw kan jawab sesuai isi kepala dan sesuai dengan isi hati terdalam gw ken” kujawab demikian sambil tersenyum,
“Terserah mulut lo aja yang kadang manis kadang pahit” Niken menjawab sambil memalingkan mukanya ke sebelah kiri.
Akhinya setelah menunggu lima belas menit, pesanan kami pun diantar dan kami berdua fokus pada makanan dan minuman yang kami pesan, Niken itu makannya lama seperti putri raja, kadang aku suka malas menunggu dia makan.
Makan mie instan aja bisa dua puluh menit sendiri, padahal bisa kuhabiskan dalam beberapa menit saja, aku selesai makan lebih dulu, lalu kunyalakan rokok-ku sambil menunggu Niken makan, aku sangat yakin rokok-ku habis duluan di banding makanan Niken.
Niken itu gak cocok kalau jadi TNI, pasti kena hukum terus.
Setelah beberapa saat Niken selesai makan kuajak dia pulang,
“Ken pulang yuk!” kataku,
“Yaelah Bar baru juga jam berapa, emang mau ngapain sih pulang?” jawab Niken,
“Gw kangen sama guling gw Ken” kujawab sambil menatap Niken,
“Najong banget deh lo Bar, bentar lagi ya! gw masih engap jalannya, kan baru kelar makan" jawab Niken merayu,
“Yaudah lima menit lagi ya, gw rada ngantuk juga sih ini Ken" ujarku,
“Ih *****" ujar Niken,
“Hah? Apa Ken telor? Kan tadi udah makan telor" kataku,
“Ih bolot, tar lo bego beneran deh baru kerasa!” kata Niken.
Beberapa saat kemudian kami pulang ke kostan dan ke kamar masing - masing karena belum muhrim dan takut di grebek - grebek.
Aku langsung ke kamar mandi untuk gosok gigi dan mengambil posisi tidur setelahnya tak lupa berdoa. Tiba-tiba udara semakin dingin ternayata sudah pagi, aku segera mandi, dan sudah siap untuk menerima ocehan-ocehan dari para dosen, tapi sebelum itu ku ketok dahulu kamar Niken, karena ku tahu dia pasti belum bangun.
Tok..tok...tok (bunyi pintu),
“Keeen, Keeeen, Niken...” kataku didepan pintu kamarnya,
“Apasih lo Bar berisik banget, gak tau apa kalau gw ngantuk!” jawab Niken di dalam kamarnya,
“Kuliah kali Ken, lo mau bolos?” kataku,
“Emang sekarang jam berapa? Perasaan gw baru tidur bentar deh!” kata Niken di dalam kamarnya,
“Buka mata dulu deh, terus lo liat jam!” ucapku,
“Sial kenapa gak bangunin dari tadi sih Bar, telat ini mah” ujar Niken sambil membuka pintu kamarnya,
“Emang gw bapak lo!” kujawab sambil masuk kamarnya,
“Gak mau tahu Bar, pokoknya lo tungguin gw!” kata Niken memohon,
“Iya gw pasti tungguin, tapi lo bikinin dulu gw kopi ya!” jawabku,
“Nanti aja di kampus gw beliin ya Bar” jawabnya,
“Yah kalau beli di kampus mah gw juga bisa Ken, biasanya juga lo yang gw beliin" kataku,
“Yaudah gw mandi dulu ya, pokoknya lo tungguin" ujarnya sambil masuk ke kamar mandi,
“Ken gw ikut dong!” kataku sambil senyum,
“Enak aja, enak di lo rugi di gw! Lo pikir gw apaan deh” ujar Niken ketus.
“Pagi-pagi udah ketus aja lo Ken, ya maaf gw kan cuma iseng tapi siapa tau diajak masuk" kataku.
Sambil nunggu si gembul kita sebatang dulu, walau ga ada kopi air putih cukup untuk dimaklumi, tiga puluh menit berlalu dan belum selesai mandi, nyatanya kita memang sudah terlambat masuk di jam pertama, tapi kita tetap masuk, karena kita anak rajin, iya rajin terlambat dan juga pandai mengeles.
Kucari bangku yang kosong ternyata paling depan, yasudah fokus belajar dulu. Siapa tau dapat nilai A. Sambil mataku fokus mencari dimana Sita. Aku suka tapi tak mau kukatakan, mungkin belum saatnya atau memang hanya rasa yang biasa-biasa saja.
Kelas sudah hampir selelsai,
“Bar” Ucap Siti memanggilku,
“Apaan?” kujawab,
“Selesai kelas gw ke tempat lo ya, mau rebahan gw masih ngantuk" kata Siti,
“Boleh, nanti lo bawa kunci gw aja, gw di kampus dulu ya" jawabku,
“Yah ga asik banget masa lo nya di kampus!” jawab Siti,
“Yaudah tapi tar beli kopi dulu ya, ajak boni juga ya!” kataku,
“Iya udah gw ajak, gak diajak juga dia mah pasti ngikut, hehe” jawab Siti sambil tersenyum,
“Yaudah tar langsung jalan kalau dah kelar” jawabku.
Memang tidak enak jadi orang yang sungkan untuk menolak permintaan, setiap temen atau orang yang aku kenal minta sesuatu pasti kuturuti selagi aku bisa. Padahal aku juga punya prioritas, dan sebenernya aku juga gak bisa nyenengin setiap orang, terlanjur menjadi palsu untuk mebuat orang lain merasa bahagia.
Aku merasa lelah menjadi dua orang. menjadi dua kepribadian dalam satu tubuh yang sama. Aku sebenarnya lebih nyaman sendiri (Introvert) dalam kondisi tertentu, tapi aku juga bisa menjadi sangat banyak bicara ketika bertemu dengan teman-teman yang kuanggap nyaman,walaupun baru bertemu.
Aku merasa menjadi seorang Social Butterfly (Extrovert), yang bisa ngomong apa aja ke siapa aja, tanpa mikirin apa-apa. Aku suka membaca dan juga suka belajar hal-hal baru, aku membaca beberapa buku Psikologi sampai kutemukan buku yang membahas tentang (Ambivert). Aku termasuk salah satu diantanya, seperti makhluk amphibi yang bisa hidup di daratan dan juga di air. Menjadi sangat aneh rasanya, tapi disitu lah aku kenal betul siapa diriku dan bagaimana kondisi mentalku (Self Awareness).
Aku terbiasa berpikir sesuatu yang pasti dan ilmu pasti kemudian aku harus melayang-layang mempelajari filsafat yang narasi-narasi nya bisa dianggap benar, tergantung dari persepsi siapa dan bagaimana cara pandangnya, bisa jadi semua pernyataan itu benar tergantung dari sudut pandang.
Komunikasi adalah sebuah praktek yang dulu sulit sekali aku lakukan, kemudian aku ada di dalamnya, menjadi bagian perkembangannya, mempelajari disiplin ilmunya, dan semoga jadi ahli pada akhirnya, tak terasa sudah tujuh minggu Aku kuliah, sudah mau uts.
Pada satu pagi boni datang dengan gaya khasnya. Jaket gunung celana cutbrai dan sepatu converse,
“Bar sini!” ujar Boni memanggilku,
“Males ah nyamperin Jamet (Jawa Metal)" jawabku,
“Sialan lo, kalau ngomong asal bunyi aja” kata Boni,
“Apasi? tar gw kesitu” kujawab sambil mendekat,
“Naik gunung yok ***!” kata Boni,
“Lah emang gunung siapa yang mau lo naikin? Emang ada yang mau? Hahahaha” jawabku sambil tertawa,
“Serius gw ini ***, lo ngeres mulu pikiran nya" jawab Boni,
“Lah serius bukan nya nama band ya?” jawabku,
“Susah ngomong sama orang kaya lo!” jawab Boni, “iya beb kemana?” kujawab,
“Najis banget! Ke Rinjani sama temen kantor gw" jawab Boni,
“Wah lo makan apasi bisa halu kaya gitu Bon?” tanyaku,
“Gw kagak halu, gw serius ini!” jawab Boni,
“Mau uts ada-ada aja lo” jawabku,
“Gampang lah nyusul nanti" jawab Boni,
“Mulut lo renyah banget, ngegampangin!” jawabku,
“Lo ikut apa nggak? Dah gitu aja" kata Boni,
“Pastinya gw ikut lah kan gw cowok tersesat hahahaha” kujawab sambil tertawa,
“Nah gitu dong! Jadi kan gw ada temen klo misalkan gw ngulang mata kuliah hahaha" Boni menjawab sambil tertawa,
“Yaudah lo atur aja deh seberengseknya lo!” kataku,
“Siap dah, nanti gw pesenin tiket sekalian” jawab Boni,
“Ya tiket gw lo pesenin tar data gw,gw kasih lo" jawabku,
“Oke bro!” kata Boni,
“Iya, gw balik duluan, ada perlu soalnya gw Bon" kataku sambil segera berjalan.
Setelah berbincang dengan Boni, aku pulang ke kostan, ini waktunya untuk aku menghabiskan waktu sendiri, ya ini lah aku, seringkali betah sendirian hanya membaca buku atau mempelajari hal-hal baru, terkadang aku merasa aneh sendiri, tapi aku tau kapan waktuku ada di keramaian atau ada dalam kesendirian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Selviana
Mampir juga di novel aku yang berjudul (Memiliki Anak Tapi belum menikah)
2023-01-11
1