NovelToon NovelToon

Dua Mata Satu Kacamata

1. Mimpi Seorang Ambivert

Pemikiran sederhana yang terbersit di benaku tentang Jakarta adalah "kebebasan". Aku sangat ingin bebas. Bebas memilih dan menentukan apa yang aku mau, melakukan segala hal yang aku inginkan, mengukir cerita yang akan kuceritakan kelak.

Aku dan Jakarta hanya berjarak 151 km, aku dilahirkan di Bandung oleh Ibuku, Ayahku menamaiku Bara langit. Entah apa maksud Ayahku meberikan nama itu padaku,tapi itulah identitas yang akan kubawa kemanapun aku pergi, sepanjang aku masih bernafas, menginjakan kaki bumi dan di bawah langit yang kuharap selalu cerah, walau sesekali aku juga butuh hujan, karena katanya pelangi itu akan selalu datang setelah hujan pergi, aku suka hujan tapi benci gelap.

Pada hari yang sudah gelap dan hampir pagi , aku berpamitan kepada kedua orang tuaku, untuk beranjak dari kota yang membesarkanku dan melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa di salah satu universitas ibu kota, keputusanku banyak di tentang oleh keluarga besar dari Ibuku,

"Buat apa kuliah ke Jakarta cuma kuliah di Universitas swasta, kampus negeri yang bagus-bagus juga banyak disini,” ucap kakak laki-laki dari Ibuku.

Kupikir itu hanya nyinyir, tapi memang Bandung bisa disebut kota pendidikan, karena banyak pelajar yang singgah ke kotaku untuk meraih mimpinya, tapi aku pun juga punya mimpi, memang berat meninggalkan kota yang aku cintai dengan banyak kenangan indah, lebih jauh meninggalkan Ibu dan Ayahku, serta adik-adiku, aku pasti rindu mereka, tapi jarak Bandung dan Jakarta tak begitu jauh, aku bisa pulang setiap minggu jika aku rindu pada Ibu atau Ayahku juga adik-adiku.

Aku tidak pintar dan juga tidak bodoh tapi aku tergolong anak IPA semasa SMA, aku tidak suka menjadi anak IPA tapi tak bisa memilih IPS, karena kuyakin pasti banyak yang komen, jika aku masuk IPS, lebih lagi aku tidak suka menghafal.

Berat rasanya pundaku untuk menjalani hari senin, selasa, rabu, kamis dan jum'at.

Iya, itulah nama-nama hari yang memberatkan pundaku, semua yang kupelajari adalah ilmu-ilmu pasti sementara dalam kehidupan tidak ada kepastian, semua terasa abu-abu seperti seragam sekolah yang pernah kukenakan dahulu.

Adinda putri mahesa adalah nama yang selalu aku kenang sampe hari ini. Dia adalah pacar semasa SMA ku, dia tidak terlalu cantik tapi dia pintar, pintar menyenangkan hatiku, dia juga pandai merayuku. Tutur katanya yang lembut selalu menyejukan, aku yakin dia terlahir untuk bersamaku. Tapi kenyataan seringkali tak seindah harapan."Putus" sebelum ujian nasional adalah nasib sial.

Selepas perpisahan sekolah aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengan nya, dia beranjak ke kota tujuan nya untuk meraih mimpi, aku pun begitu.

Waktu terus berjalan dan aku tiba di kota tujuanku, "Jakarta.” Katanya kota ini keras tapi kulihat menteng begitu damai karena saat tiba matahari masih malu-malu untuk menampakan diri. Udara nya memang tidak sejuk, tapi cukup untuk bisa kuhirup sebagai tanda aku masih hidup. dan masih jadi anak Ibu dan Ayahku.

Beberapa saat berlalu, lalu lintas sudah semakin ramai dan munculah suara- suara yang paling aku benci.

"Tiiiittt...tooooootttt..tiiittt.tiiiitttt...tiiiitttt"

(bunyi klakson kendaraan)

Aku tidak pernah suka mendengarnya. Aku belum mandi tapi kumasuki kampusku yang kala itu hanya ada petugas kebersihan dan bapak-bapak yang memakai seragam hitam-hitam sambil baris berbaris, kiri, kanan, kiri, kanan, kanan,kiri, kanan,kanan, kiri, kiri. Aku tak tau maksudnya apa? hanya mereka yang mengerti, kudengarkan saja sambil kupakai earphone dan kuputar lagu-lagu dari Mr. Big.

Tak terasa sudah banyak yang mulai datang, ternyata mereka pedagang, pedagang loh ya bukan bandar. Kupesan kopi hitam tanpa gula sambil kunyalakan tembakau yang katanya dapat menyebabkan kanker "kantong kering,” kupikir begitu, tapi tetap dibeli dan di hisap, mungkin juga sudah jadi kebutuhan pokok bagi sebagian yang lain.

Konon kata perokok berat lebih baik merokok daripada makan. Pemikiran yang keliru menurutku, karena merokok itu lebih enak kalau sudah makan dan sambil minum kopi, jadi lebih berasa aja wangi dan rasanya.

Kuhabiskan berbatang-batang tanpa sepatah katapun, karena belum ada yang kukenal, mau menyapa takut disangka sok asik, apalagi sampai di dibilang orang berisik.

Pergilah aku ke bagian administrasi untuk memberikan berkas-berkas yang belum kulengkapi dan kulampirkan,

“Minggu depan sudah masuk masa orientasi ya Mas,” kata salah satu petugas administrasi yang aku datangi

“Baik" kujawab.

Setelahnya aku berjalan-jalan untuk mencari kost-kostan, tapi kupilih yang persis di depan kampus.

Kamarnya banyak namun harganya tak sama,

yang jaga itu orang jawa, mereka suami istri dan ngobrolnya bahasa jawa, mereka pikir aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena aku berasal dari Bandung. Tapi diam-diam aku menghayutkan, dan menerjemahkan bahasa mereka.

“Oalah Masnya ngerti bahasa Jawa  juga?" ucap ibu yang jaga kostan,

"Aku ngerti bahasa jawa tapi gak lancar kalau ngomong pake bahasa Jawa" jawabku.

Kemudian kupilih kamar di lantai satu karena aku malas naik anak tangga apalagi naik bapak tangga dan ibu tangga, Karena belum kupikirkan untuk berumah tangga. yang pernah kumainkan hanya ular tangga, belum sampai kepada ular milik tetangga. Apalagi kumpulan dari ular-ular yang sangat berbisa.

Hari ini Senin pukul lima tepat dua jam kedepan pintu neraka terbuka, maksudku gerbang kampus yang di jaga kakak-kakak berbalut almamater, bisa dibilang (bang yor dan mpok yor), pertama-tama jangan sampai ada yang kedua-dua, karena hari ini, dimulai masa orientasi maba, sampai lupa aku namanya.

“Mopd atau apa ya?” tanyaku pada diri sendiri,

Tapi tidak penting karena aku tidak akan jatuh cinta padanya. Sebelumnya aku sudah dibagi kedalam kelompok, ada enam orang termasuk aku. Mereka adalah Sita, Pubai, Siti, Stanley, dan Boni.

Bisa dibilang mereka teman pertamaku di kampus. Sialnya aku sengaja terlambat.

Akupun dipanggil oleh cewek cantik berambut pendek, aku belum tahu namanya karena belum sempat kenalan. Dia senior, tapi kurasa kita seperti seumuran.

“Kenapa terlambat?” tanya seorang senior menghardiku,

“Banjir ka” kujawab spontan,

“Banjir di mana?” sambungnya,

“Banjir di tempat tidur Kak" kujawab dengan muka polos.

Mungkin dia ingin tertawa dan juga marah tapi dia jaga image sebagai Mpok yor.

Aku disuruhnya berkeliling lapangan bersama teman-teman seperjuangan yang juga terlambat. Setelah berkeringat aku disuruh mencari kelompoku, segeralah aku bergabung dengan mereka, kemudian kami dibawa kedalam ruangan-ruangan kelas untuk diberi materi-materi dan juga diajari rasa hormat kepada bang yor dan mpok yor.

Tibalah kesempatan untuk bertanya,

“Kak kamu siapa namanya?” tanyaku pada cewek yang tadi pagi menghukumku,

Kemudian aku di suruh menyanyikan lagu balon ku ada lima dengan akhiran e.

“Kalau lo bisa, gw kasih tau nama gw” jawab seniorku itu,

Aku merasa tertantang, syukurnya aku berhasil menyanyikannya. Lalu kutagih janjinya.

“Jadi siapa nama lo kak?” tanyaku,

“Nama gw Disa” jawabnya sambil malu-malu dan muka memerah,

“Salam kenal" kujawab,

“Iya salam kenal junior manis” jawab Kak Disa sang senior cantik.

Seketika penasaranku hilang, belum kulanjutkan dan belum kuniatkan untuk mendekatinya karena saat ini aku hanya kagum belum sampai pada perasaan jatuh cinta. Semua kegiatan masa orientasi bagi ku terasa membosankan, walaupun ada kesan tapi tidak dalam. Tiga hari berlalu dengan kegiatan yang hampir sama tapi tidak terlalu mirip.

Perkuliahan pun dimulai setelahnya, hari Kamis pukul delapan lewat tiga puluh menit adalah jam pertama untuk mata kuliah pertama. Tapi kulihat-kulihat banyak Bang yor dan Mpok yor. “Jangan-jangan mereka salah masuk kelas" pikirku.

Namun nyatanya mereka mengulang dan konon katanya dosen yang mengajar killer.

"Seperti di film horor dong?” gumamku.

Setelah jam tepat menginjak waktu perkuliahan dan dosen mulai memperkenalkan dirinya, kuperhatikan dia tidak killer.

"Culun begitu apanya yang killer?” pikirku,

Namun ini baru pertemuan pertama jadi belum bisa aku simpulkan.

Setelah beberapa pertemuan ternyata dia dosen yang disiplin, pantas banyak orang-orang malas yang tak dia luluskan. Jadi kabar kalau dia killer itu hanya mitos, dan hasutan bang yor dan mpok yor agar sang junior juga ikut mengiyakan, dan menjadi tradisi yang turun-menurun seterusnya, pada generasi yang lain, sayangnya aku tidak bodoh untuk mudah percaya dan terbawa suasana.

Aku baru kenal enam orang di kelasku, mereka adalah teman kelompok ku sewaktu masa orientasi Mahasiswa baru, aku duduk di samping sita, karena dia cantik. Pubai dan Siti pun cantik tapi belum keliatan. karena belum wangi pada saat itu. Diantara yang lain aku lebih sering ngobrol dan makan  bersama Boni dan Siti.

Menghabiskan waktu dikampus bersama, membagi tugas kelompok. padahal yang sering mengerjakan tugas hanya Siti, Siti itu pintar dan cantik tapi tidak dandan. jadi belum banyak orang yang sadar. Aku sadar tapi kupikir dia cukup jadi temanku.

Dalam sebuah ruang kelas aku bertemu Niken, dia keturunan bali tapi lahir dan besar di Surabaya, dia cantik tapi medok dan ternyata dia satu kostan denganku, kami pun mulai akrab dan bertukar pin BBM sampai sering menghabiskan waktu bersama, apalagi dia anaknya BM (banyak mau), nyaris tiap hari  ponselku penuh pesan dari dia, paling sering kalau malam hari dia menghubungiku hanya untuk ditemani makan mie instan telur setengah mateng kejunya yang banyak dan kornet yang kering.

“Bar lo lagi apa?” tanya Niken dalam chat BBM,

“Lagi nungguin lo ngajak makan, lo laper kan pasti" kujawab begitu biar dia senang dalam chat BBM,

“Ih lo tau aja si apa yang gw pikirin" ujar Niken dalam chat BBM,

“Gw sebenernya sedih sih kalau lo jam segini chat gw cuma buat kode ngajak makan hehe" jawabku dalam chat BBM,

“Sedih kenapa sih lo? kok gitu sih? masa diajak makan cewek cantik sedih, yang lain pada ngantri ngajakin gw makan bareng, tapi gw gak pernah mau,” jawab Niken dalam chat BBM,

“Gila sih lo percaya diri banget Ken, emang yang bilang lo cantik siapa?” jawabku dalam chat BBM,

“lo jahat banget sih sama gw, mau gw tunjukin chat-chatnya?” jawab Niken dalam chat BBM,

“Hehehe baper banget sih lo ken, iya lo cantik, baik hati, penyayang, tidak sombong dan lain-lain" kubalas begitu pesan Niken dalam chat BBM,

“Tuh jadi gombal kan lo, jadi mau nemenin gw makan apa ngga?” jawab Niken dalam chat BBM,

“Iya sayang ayo, gw tunggu dibawah ya, kan kamar lo yang diatas” kujawab mesra pesan Niken dalam chat BBM,

“Buaya begini nih, manggil sayang ke semua cewek, yaudah tunggu gw turun” jawaban Niken dalam chat BBM,

“Iya gw tunggu, gausah dandan ya gak ada yang liatin juga" kujawab dalam chat BBM,

Sepuluh menit kemudian Niken baru turun dan kami pun pergi.

Warmindo adalah tujuan kami, warung ini menjamur di Jakarta selain warteg dan nasi padang, hampir setiap malam Niken selalu mengajak makan mie instan di warung yang sama padahal siang nya juga kita nongkrong disitu, kayak gak ada bosen nya atau memang kuat mistiknya, hanya pikiran-pikiran yang menjalar saja.

Niken selalu bercerita tentang cowok padahal aku juga cowok, siaga lagi, "siap antar jaga".

Tapi yang diomongin orang lain terus. Entah dia yang tidak peka atau aku yang gak punya perasaan apa-apa. Warmindo itu buka dua puluh empat jam yang jaga orang-orang sunda, nyaris satu daerah denganku. Jadi kalau gak punya duit bisa ngutang, katanya, tapi aku belum pernah, setelah jalan dua menit kami sampai juga Niken langsung memesan makanan dan minuman favoritnya, aku pun begitu.

“Bar menurut lo dia ganteng gak?” ujar Niken sambil menunjukan foto cowok dalam ponselnya,

“Wah gila sih ganteng banget, mirip artis tapi yang gak terkenal hehehe" kujawab saja begitu,

“Emang salah sih kalau nanya sama lo Bar, pasti ngaco mulu jawabnya” kata Niken sambil memasang muka kesal,

“Gw kan jawab sesuai isi kepala dan sesuai dengan isi hati terdalam gw ken” kujawab demikian sambil tersenyum,

“Terserah mulut lo aja yang kadang manis kadang pahit” Niken menjawab sambil memalingkan mukanya ke sebelah kiri.

Akhinya setelah menunggu lima belas menit, pesanan kami pun diantar dan kami berdua fokus pada makanan dan minuman yang kami pesan, Niken itu makannya lama seperti putri raja, kadang aku suka malas menunggu dia makan.

Makan mie instan aja bisa dua puluh menit sendiri, padahal bisa kuhabiskan dalam beberapa menit saja, aku selesai makan lebih dulu, lalu kunyalakan rokok-ku sambil menunggu Niken makan, aku sangat yakin rokok-ku habis duluan di banding makanan Niken.

Niken itu gak cocok kalau jadi TNI, pasti kena hukum terus.

Setelah beberapa saat Niken selesai makan kuajak dia pulang,

“Ken pulang yuk!” kataku,

“Yaelah Bar baru juga jam berapa, emang mau ngapain sih pulang?” jawab Niken,

“Gw kangen sama guling gw Ken” kujawab sambil menatap Niken,

“Najong banget deh lo Bar, bentar lagi ya! gw masih engap jalannya, kan baru kelar makan" jawab Niken merayu,

“Yaudah lima menit lagi ya, gw rada ngantuk juga sih ini Ken" ujarku,

“Ih *****" ujar Niken,

“Hah? Apa Ken telor? Kan tadi udah makan telor" kataku,

“Ih bolot, tar lo bego beneran deh baru kerasa!” kata Niken.

Beberapa saat kemudian kami pulang ke kostan dan ke kamar masing - masing karena belum muhrim dan takut di grebek - grebek.

Aku langsung ke kamar mandi untuk gosok gigi dan mengambil posisi tidur setelahnya tak lupa berdoa. Tiba-tiba udara semakin dingin ternayata sudah pagi, aku segera mandi, dan sudah siap untuk menerima ocehan-ocehan dari para dosen, tapi sebelum itu ku ketok dahulu kamar Niken, karena ku tahu dia pasti belum bangun.

Tok..tok...tok (bunyi pintu),

“Keeen, Keeeen, Niken...” kataku didepan pintu kamarnya,

“Apasih lo Bar berisik banget, gak tau apa kalau gw ngantuk!” jawab Niken di dalam kamarnya,

“Kuliah kali Ken, lo mau bolos?” kataku,

“Emang sekarang jam berapa? Perasaan gw baru tidur bentar deh!” kata Niken di dalam kamarnya,

“Buka mata dulu deh, terus lo liat jam!” ucapku,

“Sial kenapa gak bangunin dari tadi sih Bar, telat ini mah” ujar Niken sambil membuka pintu kamarnya,

“Emang gw bapak lo!” kujawab sambil masuk kamarnya,

“Gak mau tahu Bar, pokoknya lo tungguin gw!” kata Niken memohon,

“Iya gw pasti tungguin, tapi lo bikinin dulu gw kopi ya!” jawabku,

“Nanti aja di kampus gw beliin ya Bar” jawabnya,

“Yah kalau beli di kampus mah gw juga bisa Ken, biasanya juga lo yang gw beliin" kataku,

“Yaudah gw mandi dulu ya, pokoknya lo tungguin" ujarnya sambil masuk ke kamar mandi,

“Ken gw ikut dong!” kataku sambil senyum,

“Enak aja, enak di lo rugi di gw! Lo pikir gw apaan deh” ujar Niken ketus.

“Pagi-pagi udah ketus aja lo Ken, ya maaf gw kan cuma iseng tapi siapa tau diajak masuk" kataku.

Sambil nunggu si gembul kita sebatang dulu, walau ga ada kopi air putih cukup untuk dimaklumi, tiga puluh menit berlalu dan belum selesai mandi, nyatanya kita memang sudah terlambat masuk di jam pertama, tapi kita tetap masuk, karena kita anak rajin, iya rajin terlambat dan juga pandai mengeles.

Kucari bangku yang kosong ternyata paling depan, yasudah fokus belajar dulu. Siapa tau dapat nilai A. Sambil mataku fokus mencari dimana Sita. Aku suka tapi tak mau kukatakan, mungkin belum saatnya atau memang hanya rasa yang biasa-biasa saja.

Kelas sudah hampir selelsai,

“Bar” Ucap Siti memanggilku,

“Apaan?” kujawab,

“Selesai kelas gw ke tempat lo ya, mau rebahan gw masih ngantuk" kata Siti,

“Boleh, nanti lo bawa kunci gw aja, gw di kampus dulu ya" jawabku,

“Yah ga asik banget masa lo nya di kampus!” jawab Siti,

“Yaudah tapi tar beli kopi dulu ya, ajak boni juga ya!” kataku,

“Iya udah gw ajak, gak diajak juga dia mah pasti ngikut, hehe” jawab Siti sambil tersenyum,

“Yaudah tar langsung jalan kalau dah kelar” jawabku.

Memang tidak enak jadi orang yang sungkan untuk menolak permintaan, setiap temen atau orang yang aku kenal minta sesuatu pasti kuturuti selagi aku bisa. Padahal aku juga punya prioritas, dan sebenernya aku juga gak bisa nyenengin setiap orang, terlanjur menjadi palsu untuk mebuat orang lain merasa bahagia.

Aku merasa lelah menjadi dua orang. menjadi dua kepribadian dalam satu tubuh yang sama. Aku sebenarnya lebih nyaman sendiri (Introvert) dalam kondisi tertentu, tapi aku juga bisa menjadi sangat banyak bicara ketika bertemu dengan teman-teman yang kuanggap nyaman,walaupun baru bertemu.

Aku merasa menjadi seorang Social Butterfly (Extrovert), yang bisa ngomong apa aja ke siapa aja, tanpa mikirin apa-apa. Aku suka membaca dan juga suka belajar hal-hal baru, aku membaca beberapa buku Psikologi sampai kutemukan buku yang membahas tentang (Ambivert). Aku termasuk salah satu diantanya, seperti makhluk amphibi yang bisa hidup di daratan dan juga di air. Menjadi sangat aneh rasanya, tapi disitu lah aku kenal betul siapa diriku dan bagaimana kondisi mentalku (Self Awareness).

Aku terbiasa berpikir sesuatu yang pasti dan ilmu pasti kemudian aku harus melayang-layang mempelajari filsafat yang narasi-narasi nya bisa dianggap benar, tergantung dari persepsi siapa dan bagaimana cara pandangnya, bisa jadi semua pernyataan itu benar tergantung dari sudut pandang.

Komunikasi adalah sebuah praktek yang dulu sulit sekali aku lakukan, kemudian aku ada di dalamnya, menjadi bagian perkembangannya, mempelajari disiplin ilmunya, dan semoga jadi ahli pada akhirnya, tak terasa sudah tujuh minggu Aku kuliah, sudah mau uts.

Pada satu pagi boni datang dengan gaya khasnya. Jaket gunung celana cutbrai dan sepatu converse,

“Bar sini!” ujar Boni memanggilku,

“Males ah nyamperin Jamet (Jawa Metal)" jawabku,

“Sialan lo, kalau ngomong asal bunyi aja” kata Boni,

“Apasi? tar gw kesitu” kujawab sambil mendekat,

“Naik gunung yok ***!” kata Boni,

“Lah emang gunung siapa yang mau lo naikin? Emang ada yang mau? Hahahaha” jawabku sambil tertawa,

“Serius gw ini ***, lo ngeres mulu pikiran nya" jawab Boni,

“Lah serius bukan nya nama band ya?” jawabku,

“Susah ngomong sama orang kaya lo!” jawab Boni, “iya beb kemana?” kujawab,

“Najis banget! Ke Rinjani sama temen kantor gw" jawab Boni,

“Wah lo makan apasi bisa halu kaya gitu Bon?” tanyaku,

“Gw kagak halu, gw serius ini!” jawab Boni,

“Mau uts ada-ada aja lo” jawabku,

“Gampang lah nyusul nanti" jawab Boni,

“Mulut lo renyah banget, ngegampangin!” jawabku,

“Lo ikut apa nggak? Dah gitu aja" kata Boni,

“Pastinya gw ikut lah kan gw cowok tersesat hahahaha” kujawab sambil tertawa,

“Nah gitu dong! Jadi kan gw ada temen klo misalkan gw ngulang mata kuliah hahaha" Boni menjawab sambil tertawa,

“Yaudah lo atur aja deh seberengseknya lo!” kataku,

“Siap dah, nanti gw pesenin tiket sekalian” jawab Boni,

“Ya tiket gw lo pesenin tar data gw,gw kasih lo" jawabku,

“Oke bro!” kata Boni,

“Iya, gw balik duluan, ada perlu soalnya gw Bon" kataku sambil segera berjalan.

Setelah berbincang dengan Boni, aku pulang ke kostan, ini waktunya untuk aku menghabiskan waktu sendiri, ya ini lah aku, seringkali betah sendirian hanya membaca buku atau mempelajari hal-hal baru, terkadang aku merasa aneh sendiri, tapi aku tau kapan waktuku ada di keramaian atau ada dalam kesendirian.

 

 

 

2. Mendadak Jadi Pendaki

Obrolan singkat antara aku dan boni ternyata mengantarkanku kesini, ke kota yang belum pernah aku kunjungi. (Lombok), sedikit asing di telingaku tak seperti Bali yang beberapa kali pernah aku kunjungi. Aku dan Boni benar-benar ke Rinjani, rasanya seperti mimpi tapi memang benar terjadi. Kami bertujuh dari Jakarta.

Beberapa dari mereka adalah teman satu pekerjaan dengan Boni. Boni adalah orang tua yang menolak tua. Padahal dia sudah lulus D3 tapi kuliah lagi dari awal dengan jurusan yang berbeda, malam bekerja dan siang kuliah, seperti robot yang tak butuh tidur dan istirahat,

“Bon lo kenapa sih kuliah lagi? Kan lo udah sempat lulus D3" tanyaku pada Boni,

“Biar gak di bego-begoin orang lah!” jawab Boni,

“Berarti selama ini lo di bego-begoin orang dong? Hahahaha, kataku sambil tertawa puas.

“Kagak juga sih, cuma di begoin ayang doang" jawab Boni,

“Yaelah bucin banget, inget umur kali, hahaha" kujawab sambil tertawa,

“Umur boleh tua tapi semangat masih lebih kuat dari orang yang lebih muda" jawab Boni,

Tibalah waktu aku dan Boni berangkat, Bandara Sokarno Hatta adalah awal pertemuanku dengan Om Joe, Om Edi, Om Rembo, Om Dika dan Mak Ida.

Mereka adalah teman-teman baruku yang akan sama-sama mendaki Rinjani, mereka om-om dan tante yang kurang kerjaan, bisa jadi masa muda kurang dinikmati atau memang pendaki sejati yang tak kenal usia dan tak kenal lelah untuk mencari keindahan.

Kami semua berbincang-bincang sambil mendalami karakter masing-masing, tanpa mereka sadari aku adalah pendengar dan peneliti yang baik, karena aku sudah terbiasa dengan itu, dan dengan mudahnya aku bisa masuk ke obrolan-obrolan orang yang usianya diatasku, Tibalah panggilan penerbangan pesawat yang akan kami naiki. Aku tidak pernah suka dua kata yaitu "take off dan landing".

Penerbangan yang tidak terlalu lama karena hanya satu jam, dan tibalah kami di bandara international Lombok, kemudian kami dijemput sebuah mobil yang sudah dipesan oleh seorang kawan dari salah satu teman. yang memang tinggal di sana, kemudian dibawanya kami ke satu rumah untuk beristirahat dan mempersiapkan peralatan yang besok pagi akan kami bawa.

Kami dibawa ke rumah temanny om Dika, yang memang asli orang Lombok, kami pun memperkelalkan diri kami pada orang yang punya rumah, hanya ada Ibu, Ayah dan Adiknya teman om Dika, adik temannya om Dika bernama Tyas, dia seorang cewek manis, yang bermata indah. Tyas meminta untuk ikut mendaki padahal dia belum pernah mendaki Rinjani meski jarak rumahnya dan Rinjani sedekat kedua alis. Karena kami ganjil pada saat itu, kami pun mengiyakan untuk Tyas ikut bersama kami melakukan pendakian, tentunya dengan izin dari kedua orang tuanya.

Pagi pun tiba, kami ber delapan sudah bersiap untuk berangkat, kami diantarkan oleh mobil semalam untuk menuju desa Sembalun, setelah tiba di desa Sembalun kami segera melakukan pendaftaran pendakian, usai semua syarat dianggap layak, kami pun bisa memulai pendakian. Kami memilih jalur Sembalun sebagai awal pendakian, bukan tanpa alasan kardna padang savana yang sungguh indah, ilalang tiada duanya, dan jalur yang terlihat indah sejauh mata memandang.

Aku menikmati langkah demi langkah perjalanan sambil kurasakan beratnya carier yang kubawa, seakan semangat dan antusias yang tak pernah padam.

Kulihat jalanan yang semakin menanjak menandakan seberapa jauh perjalanan yang sudah kami lalui, kami harus sampai di pos tiga untuk membuka tenda dan menginap satu malam, setelah lelah berjalan sampai juga di pos tiga, kurasa sakit pundak dan pinggangku tapi kutahan saja, karena ternyata akupun punya bakat acting terpendam, setelah tenda berdiri dengan kokoh, kami pun memasak dan aku jadi juru masaknya, cita-cita ku dari kecil memang menjadi seorang chef tapi belum kesampaian, katanya masakan ku enak tapi kurasa biasa saja.

Selesai makan kami pun berbincang-bincang, sambil menikmati batang-demi batang rokok, yang dinikmati sambil meneguk segelas kopi dengan sedikit gula.

“Bar gw lihat-lihat Tyas ngeliatin lo mulu deh" ucap om Joe,

“Syuuut jangan ngadi-ngadi deh om" kataku,

“Gak percayaan banget sih, coba lo tanya sama yang lain deh” kata om Joe,

“Bener tuh emang Tyas ngeliatin lo mulu, udah gausah banyak mikir, langsung sikat aja” sambung om Rembo sambil tersenyum jahat,

“Lah om, lo kira gigi kuning di sikat, udah ah mending fokus dulu nih mendaki, urusan cewek mah nanti-nanti aja" jawabku,

“Sok fokus lo, udah deketin lah daripada jomblo,” kata Boni,

“Cocote” (kata-katamu), jawabku pada Boni sambil tersenyum,

“Nanti gw yang bilangin ke Tyas kan gw  sama Tyas satu tenda,” ucap ma Ida tersenyum jahat,

“Terserah kalian aja deh yang penting kalian seneng gw tertekan, udah ah gw mau tidur, capek nih jalan terus seharian” kataku sambil bergegas masuk tenda.

Aku pun mengakhiri obrolan itu dengan tidur, karena sebenarnya aku malas dicomblang- comblangin. Aku tidak mau larut dalam hubungan yang intim dengan seseorang, aku hanya ingin mencari banyak teman, aku memang perhatian tapi tolong jangan baper, karena aku memperlakukan semua orang dengan sama.

Aku merasa udara semakin dingin dan sejuk, ternyata sudah menjelang pagi.

Aku segera bangun, karena aku selalu suka udara pagi yang segar dan menyegarkan kucuci muka ku dan ku gosok gigiku, lalu setelahnya ku buat kopi, lagi-lagi tanpa gula, kopi toraja luar biasa! Meski belum pernah aku menginjak tanah toraja tapi aroma kopimu selalu menjadi teman bagi pagiku dan sahabat bagi tembakau yang juga kuhisap bersamaan, teman-temanku mulai terbangun satu persatu, yang pertama kulihat adalah om Dika,

“Ngopi ko sendirian aja, gak ngajak-ngajak” ujar om Dika,

“Tenang om gw bikinin deh kopi buat lo, spesial nih soalnya lo yang bangun duluan, kalau yang lain mau juga bikin sendiri hehehe" jawabku sambil tersenyum,

“Yang pas ya manis sama pahitnya, jangan sampe kemanisan yang penting,” kata om Dika, sambil bergegas mencuci muka dan gosok gigi.

Satu persatu temanku terbangun, kemudian setelah semua bangun, ternyata tidak semua suka kopi, beberapa dari mereka hanya minum teh. Sunrisenya indah. Tapi aku harus buat sarapan karena sebentar lagi kita akan meneruskan perjalanan.

Langkah pertama di hari kedua pendakian pun dimulai, jalan yang semakin kecil, semakin menanjak menyusuri bukit penderitaan. Tak terasa sudah setengah hari berjalan, kita jarang ngobrol saat berjalan tapi begitu banyak bicara ketika istirahat, setelah semua sepakat untuk berhenti makan siang, dan menemukan tempat yang landai untuk kami memasak, maka kubuat masakan-masakan sederhana, untuk kami santap sebagai pengisi perut-perut yang sudah berteriak.

Seusai makan siang turun hujan lebat, tapi tidak menyurutkan semangat kami untuk meneruskan perjalanan, karena target kami harus sampai di Pelawangan sembalun hari ini, semakin berat langkah, semakin hati-hati karena jalanan terasa licin, aku bergumam, kenapa tak kunjung sampai padahal sudah sangat lelah, kedinginan dan kesemutan. Karena hujan nya deras rain coat, seakan tak berpengaruh apa-apa.

Dipenghujung hari barulah kami sampai di Pelawangan Sembalun yang sudah tampak ramai dan penuh dengan tenda-tenda yang berjejeran. Kami pun segera mendirikan tenda dan mengganti baju.

Setelahnya aku memasak air panas karena aku ingin bertemu dengan temanku, dia adalah kopi, salah satu teman yang selalu aku rindu akan wanginya, dia tidak enak dinikmati di setiap saat, tapi dia selalu terasa nikmat diwaktu yang tepat, apalagi jika dinikmati dengan rokok di cuaca dingin seperti ini, sungguh sangat nikmat, aku beri bocoran kalau banyak orang asing disini, mereka datang dari berbagai negara, kami tidak bertemu di perjalanan karena biasanya mereka memilih jalur Senaru, jalur yang berbeda dengan yang kami lalui.

Banyak hal yang tak terduga, begitu indah segara anak di lihat dari atas sini. Rasanya lelah terbanyar tuntas, aku dan teman-temanku asik mengambil foto, tak terlewatkan ku foto orang-orang asing itu secara diam-diam, untuk koleksi di folderku kelak,  setelah merasa puas berfoto, dan makan malam. Kami memilih beristirahat lebih cepat, karena dini hari nanti kami harus sudah siap untuk menuju puncak Rinjani.

Pukul tiga dinihari alarm mulai berbunyi, tanda pendakian akan segera dimulai, terasa sangat dingin jadi aku putuskan memakakai dua jaket, om Joe yang akan memimpin jalan sampai ke puncak, perjalanan pun dimulai, headlamp mulai menyala, setelah berdoa kita memulai langkah demi langkah menuju ke puncak.

Tak lupa kita buat foto-foto narsis di sepanjang perjalanan. yang paling narsis Om Edi dan Boni si tua bangka, tapi yang selalu dapat angel foto bagus itu Mak Ida, Kami saling menguatkan di perjalanan karena lelah dan ingin nyerah itu selalu ada. Walaupun perjalanan terasa lambat tapi semua berjalan lancar dan kami pun tiba di tujuan. Puncak rinjani. Keindahannya? tidak ada kata yang bisa ngejelasin. Ini jadi pengalaman pertama dan luar biasa untuku bisa mendaki Rinjani.

“Kalau kata orang sini doa di puncak anjani bisa cepet di kabul doanya" ujar Tyas,

“Masa sih? Gw mau doa ah, mudah-mudahan cepet di restui calon mertua atau calon mertua gw cepet mati” kata Boni,

“Gila lo Bon, lo doa apa nyumpahin sih?” kataku,

“Doa kok gitu amat sih Bon, tar kualatat loh" ucap ma Ida,

“Semoga gw cepet ketemu sama jodoh gw” ucap om Edi,

“Gausah di Aamiinin ya teman-teman, biar dia jomblo seumur hidup" ucap Boni meledek,

“Kata orang bijak, mulutmu harimau mu loh Bon" kataku,

“Amit-amit deh jangan sampe gw yang jomblo seumur hidup" ucap Boni,

“Kalau doa tuh yang baik-baik aja kenapa” ucap om Joe,

“Coba om pimpin doa yang baik-baik biar Aku ikutin" ujarku,

“Doa sendiri-sendiri aja dan di dalam hati, keinginan nya juga beda-beda dan biar jadi rahasia masing-masing" ucap om Joe,

“Gw doa apa ya?” tanya om Dika sambil pasang muka bingung,

“Semoga warung amanah jadi mini market" ucap om Rembo,

“Aamin" ucap om Dika,

Percaya atau tidak percaya tapi kami tetap berdoa dalam hati masing-masing dan menjadi rahasia antara kami dan sang pencipta, orang dulu berkata katanya gak ada perjuangan yang sia-sia, tinggal bagaimana kita menikmati prosesnya, menghargai hal-hal kecil dalam sebuah perjuangan, karena di akhir ada hasil yang menunggu, entah memuaskan atau tidak tetap jalani saja, karena ga semua hal bisa berjalan seperti yang kita inginkan. Kita hanya diatur dan tak berhak mengatur.

Hari sudah mulai terik, setelah puas berfoto kami bergegas untuk segera kembali ke tenda di Pelawangan sembalun, jalan yang menurun kami lalui dengan sangat cepat, setibanya kami langsung memasak dan segera makan, karena kami harus bergegas untuk melanjutkan perjalanan ke Danau segara anak, kami segera mempacking semua barang bawaan ke dalam carier, kami pun mulai berjalan menuruni bukit dengan jalan setapak penuh bebatuan, karena gerimis jalanan pun jadi sedikit licin. Perlu hati-hati agar tidak jatuh dan terperosok.

“Hati-hati ya jalanannya licin, jaga keseimbangan jangan sampe jatuh" om Dika mengingatkan,

“Siap om!” kami menjawab secara bersama-sama dan penuh semangat.

Karena Om Dika jalan di paling depan dan merupakan ketua kelompok pendakian, kami semua selalu mendengarkan intruksinya, ditengah perjalanan hari sudah semakin mendekati gelap, kami berhenti sejenak untuk menyiapkan lampu penerangan. Sambil menikmati teh dan juga makanan-makanan kecil.

“Dingin juga ya udaranya" ucap Om Edi,

“Makanya nikah lo biar ga kedinginan dan ada yang bisa ngangetin" ucap Boni,

“Lo kira cewek itu tungku api Bon, bisa ngangetin? Gw kan kedinginan kok ngejurusnya ke nikah, kaya lo udah nikah aja Bon" jawab Om Edi,

“Ya gw kan cuma ngingetin, dimana-mana kan yang lebih tua duluan” jawab Boni,

“Gw kan juga belum tua-tua banget Bon" ucap Om Edi,

“Tetep aja umur lo diatas gw, hahaha” jawab Boni sambil tertawa,

“Noh Tyas lagi jomblo katanya om" ujar Mak Ida,

“Lah kalau om Edi sama Tyas ya namanya dia pedofil dong ma hahahaha" kataku sambil tertawa meledek,

“Ketawa lo puas banget, kayak ada dendam pribadi ke gw” ucap om Edi,

“Demdam apaan sih om, kok baper banget jadi orang tua, katanya masih jiwa muda, ayolah jalan lagi! Keburu kaku nanti kalau kebanyakan diam dan istirahat” ucapku sambil segera berdiri,

Perjalanan kami lanjutkan kembali, langkah demi langkah kami usahakan lebih cepet, walau kenyataan nya masih sangat lambat, apalagi jalan nya ma Ida, yang selalu intruksi untuk istirahat dulu, tapi kami maklumi saja karena kami satu kelompok jadi harus saling tunggu-menunggu dan saling jaga satu sama lain.

Setelah tubuh sudah merasa sangat lelah dan entah berapa jam kami berjalan terus-menerus, akhirnya sampai juga di tujuan Danau segara anak, ma Ida langsung ambil posisi untuk rebahan tanpa peduli apa yang ia tiduri, sebenarnya hari sudah larut ketika kami sampai, kami pun segera membuka tenda untuk bermalam dan menikmati dinginnya tidur depan danau, banyak suara-suara, mahluk malam yang berkeliaran di sekitar tenda kami, aku hanya terdiam sembari menyimak suara-suara itu, sulit rasanya memenjamkan mata, padahal seluruh tubuh ini sudah sangat lelah. Aku masih berusaha untuk tidur, tubuhku menginginkan beristirahat tapi mata dan pikiranku tak berjalan seirama.

Tuhan, aku berlindung kepadamu dari apapun yang ada, baik yang terlihat kasat mata dan yang tak terlihat. Semoga engkau selalu menjaga aku dan teman-temanku.

Aku tak ingat lagi apa yang terjadi, tiba-tiba sudah pagi. Sinar matahari sudah mulai menghangatkan tubuhku dari dingin nya angin, dan dari gelapnya malam. Kulihat teman-temanku masih terlelap, karena ini pendakian maraton yang hanya sedikit sekali istirahatnya, tapi begitu nikmat karena kujalani dengan senang hati, aku selalu rindu aroma kopi, rasanya yang pahit karena kubuat tanpa gula. aku tidak terlalu suka manis, tapi aku selalu suka cewek manis berkacamata.

Sembari menunggu teman-temanku terbangun, aku menyiapkan joran dan kail yang sengaja kubawa dari Jakarta, karena konon katanya Danau segara anak adalah surga bagi para pendaki, banyak sekali ikan di danau ini, tapi hari masih sangat pagi, mungkin ikan belum terlalu lapar jadi kutunggu saja sampai mereka lapar dan kudapati mereka memakan umpanku.

Satu-persatu temanku mulai terbangun, ucapan selamat pagi ku dengar dari mereka.  Setelah beberapa saat, kuajak mereka untuk menuruni bukit karena ada air terjun disana, airnya dingin tapi sangat segar untuk membasuh seluruh tubuh, dan membersihkan tubuh ini,

tubuh sudah mulai menggigil tanda kami puas bermain air, sesegera mungkin kami kembali ke tenda untuk menyiapkan sarapan. Disela-sela yang lain menyiapkan sarapan, aku meneruskan untuk memancing ikan karena matahari sudah mulai naik ke permukaan. Satu demi satu ikan mulai memakan umpanku dan tak terasa sudah banyak sekali ikan yang aku dapat, teman-temanku segera membersihkan ikan-ikan yang kudapat untuk di bakar dan di hidangkan untuk makan siang.

Aku masih asik memancing nyatanya hari sudah semakin sore dan kami pun harus segera membereskan perlengkapan, karena akan melanjutkan perjalanan ke pos tiga Senaru, setelah semua siap kami pun mulai berjalan tak lupa diawali dengan doa, dua jam berjalan ternyata kami kebingungan untuk mengambil arah karena jalan tertutup oleh longsoran bebatuan.

Setelah berdiskusi panjang kami memutuskan kembali ke Danau segara anak dan menginap satu malam lagi sambil mencari pendaki lain yang juga akan menuju pos tiga Senaru, hari sudah mulai gelap aku dan Om Dika mulai mencari kelompok pendaki lain yang besok pagi akan melanjutkan perjalanan, kami pun bertemu dengan sekelompok pendaki yang sekaligus peniliti dari sebuah institusi yang besok pagi akan meneruskan perjalanan, setelah berbincang banyak kami memutuskan untuk bersama-sama meneruskan perjalanan pukul delapan pagi.

Aku dan Om Dika kembali ke tenda, dan memberi informasi kepada teman-temanku bahwa besok pukul delapan pagi kita mulai melanjutkan perjalanan, setelah makan malam kami mulai mengambil posisi untuk beristirahat, seketika tidur yang masih terasa sebentar harus dibangunkan oleh pagi yang menjelang, Aku rindu aroma kopi, kubuat saja sendiri karena yang lain belum ada yang berdiri. Maksudku belum ada yang bangun, puas menikmati kopi dan tembakau, aku mulai membangunkan teman-temanku untuk bersiap-siap.

Kutemui terlebih dahulu kelompok peneliti yang akan bersama-sama melanjutkan perjalanan, aku berkenalan dengan salah satu dari mereka nama nya mba Irene,

"Ayo mba sudah siap untuk lanjut?” tanyaku,

"Sebentar lagi siap, mana teman-temanmu" jawabnya ,

"Sebentar Aku panggil dulu mereka ya mba” jawabku sambil berjalanan kearah teman-teman kelompoku yang sudah menunggu.

Setelah semua siap kami mulai melanjutkan perjalanan, kami jadi ber empat belas karena kelompok mba Irene ada enam orang, setengah perjalanan terasa begitu lancar walau kami berjalan diatas tebing bebatuan, namun tak lama diperjalanan salah satu temanku Om Rembo tiba-tiba tidak bisa berjalan, kakinya kaku tidak bisa gerakan, kami kebingungan dan mencoba mencari bantuan, ketemulah dengan warga lokal yang sedang mengantar tamunya, karena dia seorang porter. Pak Karim panggilan nya.

“Pak ini kira-kira teman saya kenapa ya? Tiba-tiba dia gak bisa jalan” tanyaku,

“Oh ini gak apa-apa mas, nanti di bawah juga sembuh” jawab Pak Karim dengan santainya,

“Gitu ya Pak" jawabku merasa bingung,

Aku jadi berpikir ini beneran apa nggak sih sakitnya? apa hanya canda.

Kemudian kami mulai menandunya sampai di pos tiga Senaru,

“Kenapa teman nya? Jatuh?” tanya salah seorang yang aku tak kenal,

“Ngga pak ini tiba-tiba gak bisa jalan,” jawabku,

Kemudian dia memijat temanku dan kaki temanku sudah mulai bisa digerakan walau agak sedikit kaku,

“Dengan Bapak siapa Pak?” tanya om Rembo kepada orang yang sedang memijat kakinya,

“Panggil saja Kardiman, nanti dibawah juga sembuh ini mas” jawabnya sambil tersenyum,

Kami hanya berhenti untuk mengisi perut dan harus melanjutkan perjalanan ke pintu Senaru, banyak yang melarang kami melanjutkan perjalanan karena di khawatirkan kami kemalaman di perjalanan, karena jalur Senaru tidak boleh di lewati malam hari, tapi kami tetap memaksa melanjutkan perjalanan karena harus mengejar waktu, kulihat jam masih sore tapi terasa sangat gelap, karena kami benar-bebar melewati hutan, dan benar saja kami melewati jalur sampai malam hari, banyak kejadian yang luar biasa yang tidak bisa diukur oleh logika manusia, kami tidak berhenti berdoa di sepanjang perjalanan itu.

Setelah terasa sangat lelah dan perjalanan terasa begitu lama, kami pun sampai di pintu Senaru, senangnya ada satu warung untuk kami bisa membeli makan dan mengisi perut,

kami tidak banyak bertanya karena dalam hati dipenuhi rasa takut. Ternyata perjalanan dari pintu senaru menuju perkampungan masih sangat jauh, namun kami terus berusaha berjalan untuk cepat sampai di perkampungan.

Setelah berjam-jam akhirnya sampai juga di perkampungan, lega rasanya dan tiba-tiba om Rembo sudah tidak merasakan sakit lagi di kakinya,

“Sakit bohongan masa tiba-tiba sembuh" ujar kami semua kompak sambil meledek.

Benar juga apa yang dikatakan salah satu porter diatas tadi, kami semua merebahkan badan sambil menunggu mobil jemputan untuk kembali ke mataram, mobil pun tiba, kami segera pulang dan berencana berlibur di Gili trawangan untuk beberapa hari kedepan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3. Terpesona pada Gadis Berkacamata

Selepas mendaki gunung Rinjani, aku pun kembali pada rutinitasku sebagai Mahasiswa. Aku tidak ikut uts begitupun Boni, kami bedua harus mengurus uts susulan karena kutinggalkan perkuliahan dua minggu lamanya,

Setelah berdebat panjang dan minta keringanan, kami berdua di izinkan untuk mengikuti Uts susulan, dalam kasus ini mulai kuasah teknik-teknik negosiasi, dengan dibantu oleh Boni sang raja ngeles, setelah mendapat surat izin dan jadwal uts susulan, kami berdua segera menyiapkan contekan-contekan dan bocoran-bocoran yang sudah disiapkan teman-teman kami berdua, berhasil mengerjakan uts dengan baik kami berdua merasa lega, tapi belum semua uts aku ikuti karena tergantung pada jadwal.

Seperti biasa aku pun mencari teman-temanku untuk nongkrong bersama di kantin, kulihat mereka sedang berkumpul di kantin,

“Bar sini" suara khas dari salah satu temanku bernama Jojo,

“Bntar Jo, gw mau beli kopi dulu" jawabku,

Sambil membawa kopi, Aku berjalan mendekat kepada teman-temanku untuk duduk bersama dan berbagi cerita.

Bahasan nya selalu tentang cewek ini dan cewek itu, kulihat ada orang baru yang ikut nongkrong bersama teman-temanku namanya Kidoy, dia anak seni.

Aku pun berkenalan dengannya, ngobrol-ngobrol seputar gambar yang dia bawa. Aku memang suka menggambar tapi sayang Aku salah jurusan atau aku yang terlalu realistis? Entah lah tapi semua sudah terjadi, aku hanya harus menjalani pilihan yang aku pilih dengan senang hati.

Banyak berdiskusi soal gambar dengan kidoy, aku diajaknya untuk ikut membuat karya pada malam hari di rumah salah satu teman nya.

Aku pun meng iyakan ajakan tersebut, karena kupikir ini menarik juga, setelah bertukar nomor. Aku segera beranjak karena harus mengikuti kelas. Teman-temanku banyak yang sengaja membolos karena memang dosennya tidak begitu bersahabat.

Aku tidak pilih-pilih, mau dosen itu menyenangkan atau tidak, aku akan tetap masuk kelasnya, karena ini soal tanggung jawab, tanggung jawab kepada orang tuaku yang sudah mengizinkan aku kuliah di luar Bandung. Sebelum masuk aku bertemu dengan Niken.

“Ih bar lo kemana aja sih, iteman lo?” ucap Niken,

“Kan lo tau gw kemana Ken, Basi ah! Ini oleh-oleh buat lo" kataku,

“Kan gw khawatir Bar lo ga pernah keliatan, by the way makasih loh ini oleh-olehnya" jawab Niken tersenyum,

“Sok khawatir deh, kan gw bilang gw ke Lombok sama Boni, gw juga ngabarin lo tapi lo nya aja yang sibuk gebet sana, gebet sini, iya kan?” kataku,

“Apaan sih lo, sok tahu banget deh asli!” ujar Niken mukanya memerah,

“Ya tau lah kan gw banyak matanya, lagian lo kan kalau cerita soal cowok mulu, emang kuping gw gak panas ya Ken?” kataku,

“Oh jadi diem-diem lo mata-matain gw? cemburu lo ya?” ucap Niken meledeku,

“Nggak lah, masa cemburu kayak anak labil aja, lagian kita kan kita cocoknya sahabatan" jawabku,

“Ya syukur deh kalau begitu" jawab Niken tersenyum,

“Kesenengan deh, jangan nyengir mulu apa, kayak lagi iklan pasta gigi aja lo! Ayo masuk dosen nya udah di kelas tuh, tar kena omel lagi, dikira sengaja telat" ucapku.

Aku dan niken mengikuti kelas tersebut, dua setengah jam terasa sangat lama untuk mengikuti kelas dosen ini.

“Bar abis kelas kemana?” tanya Niken,

“Makan nasi padang, gw udah laper Ken" jawabku,

“Gw ikut ya!” ucap Niken,

“Boleh tapi jangan gw yang bayar ya!” jawabku,

“Dih pelit banget deh lo sama gw" ucap Niken,

“Yaelah gw becanda doang kali Ken, lo kan mau pesen nya doang, bayarnya ogah, Hahahaha” jawabku sambil tertawa,

Seusai kelas aku dan niken pergi ke rumah makan padang, karena masakan padang adalah salah satu makanan favoritku, terutama rendang, aku kadang berkhayal kalau punya istri nanti, berharap yang jago masak rendang pasti menyenangkan deh,tapi perjalanan itu masih lama, aku saja baru di tingkat awal perkuliahan.

“Kenyang ngga Ken?” tanyaku,

“Kenyang lah masa nggak,” jawab Niken ketus,

“Ya kalau belum kenyang nambah aja jangan malu-malu, lo kan udah malu-maluin, hahaha" jawabku tertawa meledek,

“Yakin malu-maluin? Gw cantik gini banyak yang mau sama gw" ucap Niken melotot,

“Galak bener sih Ken, kan gw cuma becanda" jawabku sambil memegang tangannya,

“Abis ini lo kemana Bar?” tanya Niken,

“Gw ke kampus lagi kayanya, anak-anak masih rame pada kumpul, lo ikut?” kataku,

“Nggak ah, gw balik ke kostan aja, lo anterin gw dulu pokoknya” ucap Niken,

“Iya gw anterin lo dulu sampe kostan, sampe depan kamar lo deh, siapa tahu khilaf bareng hehehe" kataku sambil senyum,

“Enak aja, itu mah maunya lo doang! Dimana-mana laki-laki sama aja, brengsek" ucap Niken,

“Lebih baik brengsek sih, kan bisa tobat kalau nanti nemu cewek yang tepat” jawabku.

Setelah mengantar Niken, aku pergi ke kampus untuk menjalani kegiatan-kegiatan organisasi, aku suka sekali berteman, makin banyak temanku dari berbagai jurusan karena minatku dalam berorganisasi, hari sudah semakin sore, hp ku berbunyi ternyata telpon dari Kidoy.

“Iya Doy kenapa?” kataku dalam telepon,

“Tar malam jadi ikut ga lo?” tanya Kidoy dalam telepon,

“Jadilah, nanti ketemu depan kampus aja deket pos satpam Doy, tapi jam berapa? tanyaku dalam telepon,

“Jam tujuh malem aja, ketemu depan pos satpam Bar, “ jawab Kidoy dalam telepon,

“Yaudah oke Doy, tar gw telepon lo lagi kalau dah mau jam tujuh" kataku dalam telepon,

Tak lama aku berpamitan kepada teman-teman satu organisasiku untuk pulang lebih dulu,karena aku harus bersiap-siap untuk pergi bersama Kidoy malam nanti. Aku menunggu di kostan sambil kuputar lagu Bohemian Rhapsody dari Queen, yang merupakan salah satu lagu favoritku, seringkali kuputar berulang-ulang seperti kurang kerjaan, tak terasa sudah hampir pukul tujuh malam.

Aku segera menelepon Kidoy untuk memastikan keberangkatan.

"Tuut....tuuuut....tuuut..." bunyi panggilan keluar,

“Iya Bar gw lagi dijalan nih, bentar lagi sampe" jawab Kidoy dalam telepon,

“Oh yaudah Doy, gw tunggu depan kampus ya" kataku dalam telepon,

“Oke Bar, tunggu bentar ya,” jawab Kidoy dalam telepon.

Selang beberapa saat Kidoy pun sampe, kami berdua segera berangkat ke tempat teman nya Kidoy. Sampai disana kulihat ada canvas berukuran besar.

“Bikin karya disini Doy?” tanyaku,

“Iya entar bikin karya di canvas itu, oia ini kenalin temen gw Raden" ucap Kidoy,

“Oia salam kenal bro gw Bara" kataku,

“Iya bro salam kenal juga, kenal Kidoy dimana?” ucap Raden,

“Di kampus, gw baru kenal sama Kidoy, Ngobrol-ngobrol gw diajak kesini, karena gw suka gambar jadi ya gw ikut aja, sekalian nambah-nambah temen juga" kataku,

“Oh gitu siap, tar tunggu yang lain pada dateng baru kita mulai gambanya” ucap Raden,

“Emang berapa orang? Tugas kelompok gitu ya?” tanyaku pada Raden,

“Berlima Bar, empat cowok satu cewek" ucap Raden.

Teman satu kelompok Kidoy dan Raden mulai berdatangan, mereka bernama Nando dan Anof. Namun satu orang lagi belum datang, kupastikan dia adalah cewek satu-satunya di kelompok ini.

“Bentar ya nunggu si Nayla" ucap Raden,

“Oh yang cewek nama Nayla" kataku,

“Jangan sampe suka lo Bar, tar kena tabok abang-abangan lo!” ucap Kidoy,

“Liat aja belom Doy, gimana mau suka!” jawabku, sambil menggelengkan kepala.

Suara motor terdengar, Nayla tiba dan membuka helm nya, aku seakan terhipnotis oleh parasnya,

"Gila sih ini manis banget, type gw banget" hatiku berkata demikian,

“Yah melongo aja Bar,  Bener kan dugaan gw" ucap Kidoy, 

“Dugaan apa sih Doy, jangan suka ngadi-ngadi dah lo!” kataku tersenyum,

Ini pertama kalinya aku sungkan untuk berkenalan, aku merasa gugup dan nada bicara ku mulai terbata-bata, nyaris hampir bisu dibuatnya. Aku bahkan tak berani untuk berkenalan dan menjabat tangan Nayla,

“Itu siapa?” tanya Nayla,

“Temen gw, namanya Bara Nay, mau ikut bantuin bikin karya katanya" jawab Kidoy,

“Oh temen lo Doy, pantes gw ngerasa asing! emang dia bisa gambar Doy?” ucap Nayla,

Aku hanya bisa tersenyum, tanpa sepatah kata pun, tiba-tiba aku jadi pendiam.

“Udah ayo siapin perlengkapan terus mulai bikin karya takut kemaleman" ucap Raden.

Kami semua segera bergegas untuk bersiap membuat konsep kemudian sketsa pada canvas, kami awali dengan diskusi, kemudian kami eksekusi.

Aku masih memperhatikan Nayla, mau kuajak bicara tapi aku tak berani, akhirnya hanya sebatas saling menatap satu sama lain, Kidoy dan Raden diam-diam memperhatikan aku dan Nayla yang saling menatap dan curi-curi pandang,

"Udah Bar deketin aja, gampang lah nanti abang-abangan mah" kata Kidoy sambil berbisik,

“Kalem dulu Doy, nanti malah gak dapet klo langsung ngegas" jawabku berbisik,

“Hahaha buaya mah bisa aja" ucap Kidoy berbisik sambil tertawa.

“Ketawa kenapa lo Doy?” tanya Nayla,

“Gak apa-apa Nay, ini si Bara lucu jadi gw ketawa" jawab Kidoy,

“Kalian ngomongnya bisik-bisik sih jadi gw gak bisa denger, ga sopan kali" ucap Nayla,

“Lo kepo deh Nay, ini mah obrolan cowok-cowok Nay" jawab Kidoy,

"Ngomongin yang jorok-jorok ya lo berdua?” kata Nayla,

“Enak aja lo Nay, kagak lah, kita bukan ngomongin yang jorok, tapi ada deh! Kepo kan lo?” kata Kidoy,

“Temen lo diem aja doy? Emang pendiem ya dia?” ucap Nayla,

“Lo tanya sendiri aja deh Nay" ucap Kidoy,

“Lo diem aja daritadi Bar, kenapa emang?” tanya Nayla,

“Gak apa-apa Nay belum ada topik yang mau di omongin sama belum ada moment aja, oia lo besok ngampus Nay?” kataku,

“Ngampus ko Bar, kenapa emang?” tanya Nayla,

"Gak apa-apa siapa tahu bisa nongkrong bareng" jawabku,

“Masuk pak eko, pepet terus!" ucap Kidoy,

“Apaan sih lo Doy, nyamber aja kaya petir” ucap Nayla,

“Kalem Nay, jangan ngegas ah,” kata Kidoy,

“Ngobrol bertiga doang nih?” ucap Raden,

“Mau banget diajak ngobrol lo Den?” kata Nayla,

“Udah-udah fokus dulu dikit lagi nih beres" ucap Anof,

“Iya fokus dulu tar malah ga kelar lagi ni” ucap Nando,

“Emang lo mau kemana sih Ndo? Kayanya pengen buru-buru banget!” ucap Kidoy,

“Biasa nih cewek gw minta jemput,” jawab Nando,

“Yaelah bucin banget dah lo Ndo, makanya cari cewek tuh yang mandiri kayak gw" ucap Nayla,

“Ya gw sih mau sama lo Nay, emang lo mau sama gw?” kata Nando,

“Buset! Ini lo lagi nembak gw Ndo? Player sih susah, ya udah pasti gw gak mau Ndo” jawab Nayla,

“Kalau sama Bara lo mau ngga Nay?” ucap Kidoy,

“Kalau itu sih gw gak tahu, pikir-pikir dulu hehehe” kata Nayla sambil tersenyum,

“Tuh Bar udah gw bukain jalan buat lo" ucap Kidoy,

“jalan kemana Doy? Kan gw lagi gak mau kemana-mana!” kataku,

“Ke hati Nayla lah Bar, sok polos dah lo!” kata Kidoy,

“Buaya beneran biasanya gitu tuh Nay" ucap Raden,

"Waduh gw terus yang kena, jangan dianggap serius ya Nay" kataku,

“Oh jadi lo orangnya suka main-main ya Bar?” kata Nayla,

“Yah salah lagi deh gw, tapi emang gw suka main sih Nay, eh maksudnya jalan-jalan Nay" kataku,

"Mau dong diajak jalan" kata Nayla,

“Dah sih bentar lagi jadi ini mah" ucap Kidoy,

"Aduh si Kidoy kalau ngomong suka bener deh!” ucap Anof,

"Ngopi kayaknya enak deh" kataku,

"Mengalihkan pembicaraan nih" ucap Kidoy,

"Tapi ngopi emang enak kan?” kataku,

"Tuh Nay bikinin kopi, calon pengeran lo mau kopi tuh!” ucap Raden,

"Abis kelar ini aja kita pergi makan sama ngopi,” ucap Nayla,

“Lo berdua sama Bara aja itumah Nay, biar weet,weet, sweeet!” ucap Kidoy,

“Apaan sih lo Doy, masa iya gw yang ngajak, kan gw cewek!” kata Nayla,

"Tuh Bar udah ada kode keras” kata Kidoy,

“Iya nanti gw yang ngajak Doy, kelarin dulu dikit lagi nih biar bisa nyantai abis ini” kataku,

"Kalau si Kidoy nih emang omongan nya suka kemana-mana" ucap Raden,

"Udah gak apa-apa, kalau gak gitu gak seru!" kataku.

Akhirnya setelah hampir lima jam kami mengerjakan, karya pun selesai dengan sempurna, itu artinya aku akan segera berpisah dengan Nayla, aku melihat jam tanganku dan sudah lewat dari tengah malam.

“Eh Nay entar lo berani pulangnya?” kataku,

“Cieee! cieee!” ucap Kidoy meledek,

“Denger aja lagi ni anak" ucapku,

“Berani sih Bar, emang kenapa?” tanya Nayla,

“Kalau lo gak berani kan bisa bareng gw” kataku,

"Maksdunya lo mau nganterin gw pulang Bar? Kan gw bawa motor sendiri" kata Nayla,

“Gw kan bisa ngikutin lo dari belakang Nay, ya gw khawatir aja, soalnya udah lewat tengah malam kan ini" kataku,

“Kalau lo mau sih ya silahkan aja Bar" kata Nayla,

"Yaudah nanti gw anterin Nay, besok gw masuk siang ko, jadi santai" kataku,

“yaudah boleh Bar" jawab Nayla.

Setelah berpamitan kepada yang lain, aku mengantarkan Nayla pulang, walau tidak satu motor tapi aku sangat senang karena aku akan segera tahu dimana rumah Nayla, ditengah perjalanan aku menyusul Nayla,

“Nay beli makan dulu mau ga?” kataku,

“Boleh banget Bar, gw juga laper sih!” jawab Nayla,

“Makan nasi goreng mau gak Nay?” kataku,

“Mau Bar, gw suka banget nasi goreng, belinya deket rumah gw aja nanti Bar” kata Nayla,

“Iya Nay, pelan-pelan aja bawa motornya Nay" kataku,

"Iya Bar" jawab Nayla.

Perjalanan ke rumah Nayla tidak terlalu  jauh, sekitar tiga puluh lima menit dari rumah Raden, Nayla memelankan motornya, sehingga kami berdampingan,

“Bar udah deket nih ke rumah gw" kata Nayla,

“Oh iya Nay, kan mau makan dulu" kataku,

“Iya Bar, itu abang nasi goreng langganan gw dah keliatan" jawab Nayla.

Kami berdua berhenti tepat di depan nasi goreng langganan Nayla,

"Bang biasa dua ya" ucap Nayla,

“Siap neng!” jawab Abang nasi goreng,

“Ngomong-ngomong siapa tuh neng?” tanya Abang nasi goreng,

“Kepo deh Bang, temen kampus bang" jawab Nayla,

“Temen apa demenan neng?” sambung Abang nasi goreng meledek,

“Temen bang, serius deh!” jawab Nayla,

“Iya bang kita temenan, maksudnya masih temenan, gak tahu deh kalau ntar bang!” kataku,

"Keliatan nya kalian cocok" kata abang nasi goreng,

“Ah abang bisa aja!” kata Nayla,

“Cocok apa serasi bang?” kataku,

“Serasi" jawab Abang nasi goreng,

“Neng ini bungkus apa makan sini?” tanya Abang nasi goreng pada Nayla,

“Gimana Bar?” tanya Nayla,

“Bungkus aja bang” kataku,

"Siap!” jawab Abang nasi goreng,

“Bungkus aja ya Nay, nanti makan nya depan rumah lo aja kalau boleh, kalau nggak ya makan di tempat masing-masing Nay” kataku,

“Boleh aja sih Bar, tapi lo gak takut emang pulangnya?” kata Nayla,

"Takut sih ngga! kalau dingin sih mungkin kan angin malem Nay" jawabku,

“Nanti minta peluk sama pacar lo Bar kalau itu" ucap Nayla meledek,

“Kalau minta peluknya sama pacar orang gimana Nay?” kataku,

"Maksudnya? Emang bisa?” tanya Nayla,

"Bisa Nay, lo kalau mau meluk gw juga boleh, hehe" jawabku tersenyum

“Agresif ya bun!" ucap Nayla,

“Becanda kali Nay, kan kita juga baru kenal, gak tahu tapi kalau nanti" kataku,

“Ah bisa aja lo!” kata Nayla tersenyum,

“Ya kan gak ada yang tahu Nay, kedepannya gimana” kataku,

“Neng nasi gorengnya udah nih,” kata abang nasi goreng,

"Oh iya bang" jawab Nayla,

"Gw aja Nay" kataku.

Setelah nasi goreng pesanan kami selesai dan sudah kubayar, karena kalau belum berarti namanya ngutang, kami segera menuju rumah Nayla, berjalan beberapa menit kami sampai di depan rumah Nayla,

“Ini rumah gw Bar" ucap Nayla,

"Enak juga ya rumah lo Nay" kataku,

“Apanya? Sederhana gini” kata Nayla,

“Enak banyak tanaman nya Nay, bukan soal bangunan nya sih, tapi segini sih besar menurut gw Nay” kataku,

“Oh iya itu nyokap gw suka banget sama bunga-bunga gitu, kalau gw lupa nyiramin, pasti nyokap ngomel-ngomel deh, oia tunggu bentar ya Bar, gw taro tas dulu ke dalem sama ambil minum, mau makan di dalem apa di luar Bar?” ucap Nayla,

“Diluar aja enak Nay, mumpung gak ada nyamuk, gak ada yang gangguin kan" kataku,

“Yaudah tunggu ya" kata Nayla,

“Ok Nay!" kataku.

Beberapa saat kemudian Nayla keluar membawa sendok dan air minum, aku sigap untuk membantunya membawa air minum, kami berdua pun segera makan,

“Enak juga ya Nay nasi gorengnya, pantes lo langganan" kataku sambil tersenyum,

“Iya kan enak, makanya gw suka banget makan nasi goreng" jawab Nayla.

Kami berdua fokus makan karena gak boleh kam makan sambil ngobrol apalagi sambil pegangan tangan, tapi kalau sambil liat orang yang kita suka sepertinya boleh, selama makan aku menatap Nayla, begitupun dia sedikit malau-malu, aku berpikir kalau nanti Nayla jadi pacarku kayaknya bakal menyenangkan, selain punya kesukaan yang sama, dia juga anaknya asik diajak ngobrol dan yang paling penting gak baperan, ribet aja gitu kalau temenan apalagi pacaran sama orang yang baperan, salah ngomong dikit pasti jadi perkara dan diperkarakan, Nayla benar-benar membuatku merasa nyaman, seakan-akan sudah kenal lama, padahal belum genap dua puluh empat jam, Nasi gorengku sudah habis sedangkan punya Nayla belum habis.

“Mau gw bantuin nggak Nay?” kataku,

“Masih laper Bar?” tanya Nayla,

“Nggak Nay, maksudnya gw bantu beresin kalau lo udah kelar makannya" kataku,

“Gausah Bar, biar gw aja" kata Nayla,

Nayla segera menyelesaikan suapan-suapan terakhir pada makanannya, setelah suapan terakhir dan setelah minum, aku segera berpamitan untuk pulang pada Nayla, tak lupa kita bertukar nomor telepon dan pin BBM.

“Nay gw balik dulu ya, takutnya lo mau istirahat" kataku,

“Santai aja Bar, gw biasa tidur hampir pagi kok,” jawab Nayla,

“Gak enak Nay, gw pulang ya, sampe ketemu besok, kalau gak besok ya sampe ketemu di mimpi pagi ini" kataku sambil bersiap-siap pulang.

Aku memulai perjalanan pulang menuju kostanku dengan perasaan senang, senyum-senyum sendiri, sambil kudengar lagu merindu lagi dari Yovie & Nuno, agak lebay sih tapi yaudah lah mau gimana lagi sudah terlanjur, dua puluh menit berjalan aku sampai depan kostan yang sudah terkunci rapat pintu gerbangnya.

Aku bawa kunci jadi gak harus manjat dan loncat pagar, kalau sampe loncat pagar aku bingung nanti motorku gak bisa ikut loncat sepertiku, kalau aku suruh tunggu diluar nanti dia di bawa orang iseng. Kalau kejadian nanti aku yang repot harus lapor ke Pak Polisi, kan kasian juga jadi nambah-nambah kerjaan Pak Polisi. Sampai juga di ruangan sementara yang kusewa, karena masih betah jadi kutunda untuk pindah, barangkali nanti pindah ke rumah sendiri, aku ke kamar mandi dulu mau cuci muka sama gosok gigi, terus pelukan sama guling kesayangan, aku gak suka bantal, tapi gak bisa tidur kalau gak ada guling, selamat pagi, selamat tidur sejenak.

“Nayla”

“Aku suka padanya,

Kupastikan dia juga,

Tapi belum kutanya,

Takut nanti jadian dan Aku jadi yang kedua,

Sakit kan rasanya,

Itu pun juga kalau diterima,

Kalau tidak ya resiko anda,

Status itu gak sepenting orangnya,

Kita berinteraksi bukan pada statusnya melainkan pada individunya,

Hubungan bukan gimick yang bisa dipertontonkan diberbagai acara,

Yang terpenting dari semuanya adalah bisa mengenal orang tuanya,

Syukur-syukur dijodohkan padanya,

Kalau orang tua udah suka dan Tuhan sudah berkehendak manusia bisa apa,

Hanya kepasrahan yang membawa kita pada pintu kebahagiaan."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!