Quella beranjak pergi meninggalkan meja pemesanan itu. Matanya sempat melirik laki-laki yang tengah mengambil pesanan kopi yang rasanya sama dengannya. Entah mengapa rasanya wajah laki-laki itu begitu familiar untuknya. Tetapi sudahlah--Ia tidak ingin memikirkannya sebab tidak penting. Quella berjalan menuju taksi yang masih menunggunya di luar bangunan Coffeshop. Belum sempat masuk ke dalam taksi, seseorang memanggilnya dari belakang.
"Nona!"
Spontan Quella langsung berbalik badan. Sosok laki-laki yang di temuinya tadi di dalam Choffeshop, kini berdiri tidak jauh darinya. Sepertinya memang ia yang memanggil dan Quella merasa panggilan itu memang di tujukan untuknya. Apalagi tidak ada perempuan selain dirinya di situ.
"Heum ya?" sentak Quella memastikan bahwa benar laki-laki itu memanggilnya.
Laki-laki itu berjalan mendekatinya sambil memegang gelas kopi. Langkahnya terhenti tepat di hadapan Quella. "Kopi kita tertukar,"
"Tertukar?" ulang Quella dengan dahi mengernyit.
"Hmmm," laki-laki itu menganggukkan kepalanya.
"Bukankah pelayan tadi mengatakan rasa kopi kita sama? Jadi bagaimana bisa tertukar?" tanya Quella bingung.
"Rasanya memang sama tapi takarannya berbeda. Coba lihatlah label di gelas nona!" jawab laki-laki itu menunjukkan bagian label yang ada di gelas kopi di tangannya.
Quella melakukan seperti yang di katakan laki-laki itu. Meski labelnya tidak besar tapi tulisannya jelas. Benar--Kopi mereka memang tertukar. Quella tadi memesan kopi dengan takaran gula satu setengah sendok. Sedangkan, di gelasnya bertuliskan hanya satu sendok gula.
"Ah iya. Kopi kita memang tertukar. Beruntung tuan memeriksanya lebih dulu. Jika tidak--Mungkin kita tidak bisa bertukar kembali," Quella tersenyum tipis. Hampir saja ia pulang dengan meminum kopi pesanan orang lain.
"Hmmm benar," sekali lagi laki-laki itu berdehem pelan. Raut wajahnya tampak datar, tanpa tersenyum.
Quella tersenyum kikuk. Bingung dengan sikap laki-laki di hadapannya. Mungkin memang sejatinya laki-laki itu bersikap datar. Jangankan untuk banyak bicara, tersenyum pun jarang. Aneh.
"Em ini," Quella mengulurkan tangannya dan memberikan gelas kopi pada laki-laki tersebut.
Lantas laki-laki itu langsung menukar gelas kopinya dengan punya Quella. Kini gelas kopi mereka sudah benar. Tidak tertukar lagi.
"Baiklah. Kalau begitu senang bertemu denganmu, tuan!" sambungnya yang kemudian bergegas masuk ke dalam taksi tanpa menunggu balasan. Ia tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan laki-laki itu.
Sopir taksi segera melajukan taksi, usai mendengar perintah Quella. Taksi tersebut melaju cepat meninggalkan laki-laki yang masih berdiri di tempatnya. Laki-laki itu menatap intens taksi yang di tumpangi Quella dan mulai pergi menjauh. Tidak berselang lama, sebuah mobil hitam berhenti di dekatnya. Seseorang turun dari mobil dan menghampirinya.
"Bagaimana, tuan?" tanya orang tersebut.
"Dia masih tidak mengingat saya," jawab laki-laki itu dengan hembusan nafas berat.
"Cepat atau lambat, nona akan mengingat tuan. Percayalah! Ini hanya masalah waktu," ucap orang tersebut berusaha menenangkan laki-laki yang di panggilnya tuan.
"Hmmm ya. Ayo pergi!" seru laki-laki itu, bersamaan dengan menghilangnya taksi tadi dari penglihatannya.
"Baik tuan,"
Kemudian laki-laki itu berjalan masuk ke dalam mobil. Orang tadi juga masuk dan duduk di kursi kemudi. Mobil segera melaju ke arah berlawanan dengan taksi yang Quella tumpangi tadi.
***
Taksi yang di tumpangi Quella telah berhenti tepat di halaman sebuah rumah berukuran minimalis. Quella turun dari dalam taksi. Sang sopir mengeluarkan kopernya dari bagasi. Barulah setelahnya Quella membayar ongkosnya. Setelahnya taksi tersebut pergi meninggalkan Quella yang langsung berjalan masuk ke dalam rumah itu. Selama 2 tahun terakhir, rumah tersebut menjadi tempat tinggal Quella. Ukurannya benar-benar minimalis. Di dalamnya hanya terdapat satu kamar tidur, satu kamar mandi serta dapur yang menyatu dengan meja makan dan ruang tamu. Namun meski berukuran minimalis, tempatnya sangat nyaman. Memang cocok untuk di tinggali seorang mahasiswi seperti Quella.
Padahal jika Quella ingin, bisa saja dirinya tinggal di rumah yang lebih besar. Tentu dengan fasilitas serba mewah. Tetapi, ia tidak melakukannya sama sekali. Rumah berukuran minimalis seperti itu, sudah lebih dari cukup untuknya. Selain itu, dirinya ingin orang-orang beranggapan bahwa dirinya benar bukan terlahir dari keluarga kaya. Ia juga sengaja bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. Tentu semua itu di lakukan demi memaksimalkan kehidupannya sebagai perempuan sederhana. Ada banyak hal yang ia dapatkan dari kesederhanaannya. Salah satunya adalah dapat menemukan orang-orang yang mau berteman dengannya tanpa memandang latar belakang keluarga.
"Sebaiknya aku mandi dulu, baru tidur. Badanku terasa lengket," gumam Quella sembari meletakkan kopernya di samping lemari pakaian yang berada di kamarnya.
Quella berjalan menuju kamar mandi dan langsung membersihkan dirinya. Cukup lama ia berada di dalam kamar mandi, sebelum akhirnya keluar dengan balutan handuk kimono. Rambutnya sedikit basah. Tampak dirinya lebih segar dari sebelumnya. Quella mengambil setelan pakaian tidur berwarna hitam di dalam lemari dan memakainya. Selesai berpakaian, Quella sempat merapikan rambutnya terlebih dulu tanpa di keringkan karena rambutnya tidak terlalu basah. Lalu ia berbaring di atas kasur yang sudah 1 minggu tidak di tidurinya. Hal itu karena selama 1 minggu kemarin, Quella pulang ke Inggris untuk berlibur.
"Nyamannya," ucap Quella merasakan betapa nyaman kasurnya tersebut. Kenyamanan yang di rindukan. Sampai tanpa terasa matanya mulai terpejam. Perjalanan dari Inggris cukup melelahkan. Meski hampir setengah waktu perjalanan ia habiskan dengan tidur.
Jarum jam terus berputar. Udara semakin mendingin saat malam mulai larut. Tetapi, hal itu tidak membuat tidur Quella terganggu. Perempuan itu justru semakin terlelap dalam hangatnya selimut yang menutupi tubuhnya. Tanpa terasa, malam kini berganti siang. Matahari tampak enggan menunjukkan cahayanya hari ini. Sehingga Quella masih nyaman dalam posisinya, sampai dering ponsel terdengar. Dengan berat, Quella membuka kedua matanya perlahan. Cahaya mulai masuk memenuhi penglihatannya. Perlu beberapa menit untuk kesadarannya benar-benar terkumpul. Setelah itu, baru Quella mengambil ponselnya yang masih berada di dalam tas. Suara dering ponsel sudah berhenti usai terdengar beberapa kali.
Quella melihat nama orang yang sedari tadi membuat ponselnya berdering. Kemudian jarinya menekan ikon memanggil kembali. Tidak berselang lama, panggilannya sudah terhubung.
"Ada apa?" tanya Quella langsung to the point. Jujur saja, matanya masih mengantuk.
[Zelda📞: Lo baru bangun?]
"Bangun karena lo," jawab Quella dengan suara serak khas bangun tidur.
[Zelda📞: Hehehe.. Sorry. Gue kira lo udah bangun]
"Gakpapa. Emangnya ada apa lo telepon gue pagi-pagi gini?" sesekali mata Quella terpejam, menahan ngantuk. Berat memang.
[Zelda📞: Ke kampus yuk!]
"Ngapain? Bukannya besok kita baru turun?" tanya Quella bingung dengan ajakan Zelda--Sang sahabat.
[Zelda📞: Hari ini ada kegiatan para mahasiswa baru. Lumayanlah buat kita cuci mata di sana]
Quella mendengus pelan. "Lo aja deh sendiri atau ajak Wileen. Gue mau istirahat hari ini. Baru kemarin malam gue pulang,"
[Zelda📞: Memangnya lo habis darimana tadi malam?]
Shittt
Quella berdecak pelan. Dirinya lupa bahwa sahabatnya itu tidak tahu tentang identitasnya yang asli.
"Pulang kerja. Udah ya. Gue tidur lagi!" seru Quella cepat sembari ingin mematikan panggilan tapi di hentikan Zelda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments