"Boleh aku duduk di sini, kak?"
Pertanyaan seseorang berhasil mengalihkan pandangan Quella dari layar ponselnya. Tampak seorang laki-laki muda dengan jaket berwarna hitam. Tubuhnya sangat tinggi dan pastinya berwajah tampan. Quella menatap kalung tagname yang bertuliskan nama dan asal sekolahnya. So, laki-laki muda itu salah satu dari banyaknya para mahasiswa baru. Quella beralih menatap sekilas keadaan sekitar. Sedikit terkejut. Pasalnya semua meja kantin sudah terisi penuh oleh para senior dan para mahasiswa baru. Mungkin dirinya terlalu fokus bermain ponsel tadi. Sehingga tidak menyadari kedatangan mereka.
"Ya, duduklah!" jawab Quella tidak datar, maupun hangat. Yah, nadanya bicaranya biasa saja. Terbilang cuek untuk orang yang baru mengenalnya.
Laki-laki muda itu tersenyum sumringah dan langsung duduk di kursi yang ada di hadapan Quella. Ia juga segera meminum habis sebotol minuman dingin yang sedari tadi di bawanya. Quella meliriknya sekilas, sebelum lanjut bermain ponsel. Dirinya juga pernah berada di posisi jadi mahasiswa baru yang melelahkan. Laki-laki muda itu pasti menahan haus sedari tadi.
"Kalau boleh tahu, nama kakak siapa dan senior tingkat berapa?" laki-laki itu memulai pembicaraan dengan ramah. Namun pembicaraan seperti itu memang sudah biasa di tanyakan oleh kebanyakam mahasiswa yang ingin berkenalan.
"Quella Xaviera. Tingkat semestar 3," Quella menjawab tanpa menatap orang yang sedang bertanya padanya. Bersamaan dengan pesanannya yang sudah datang.
"Terima kasih," sambungnya.
"Sama-sama, nona!"
Kemudian perempuan paruh baya itu pergi dari sana. Laki-laki muda itu kembali melanjutkan pembicaraan.
"Aku--Gerald Wiliam. Mahasiswa baru di fakultas Teknik mesin," ucapnya memperkenalkan diri.
Gerald Wiliam--Benar itulah namanya. Laki-laki berparas tampan yang baru berusia 18 tahun. Anak orang kaya. Tetapi, bukan berarti dirinya manja. Gerald selalu berusaha sendiri untuk mendapatkan apa yang di inginkannya. Meski orang tuanya juga selalu ingin memberikannya dengan instan. Maklum anak sulung yang begitu di manjakan. Gerald tidak terlalu suka di manjakan. Ia ingin semua di dapatkan atas usahanya sendiri. Selain bukan anak manja yang cuma bisa mengandalkan harta orang tua, Gerald terkenal akan kepintarannya dalam memperbaiki atau merakit mesin. Makanya ia memilih fakultas teknik mesin untuk mengembangkan kemampunnya. Sudah tampan, anak orang kaya, tidak manja, pintar pula. Lantas perempuan mana yang tidak menyukainya? Tentu semua suka. Terkecuali Quella yang memang belum berniat membuka hati kepada siapa pun.
"Dan salah satu calon Most Wanted kampus," timpal Quella sembari memberi isyarat mata pada Gerald. Laki-laki berbalik badan dan dapat melihat beberapa mahasiswi tengah mencuri pandang ke arahnya.
"Hhehe sepertinya iya," Gerald terkekeh. Tangannya menggaruk tekuknya yang tidak gatal.
Quella tidak membalas lagi dan meletakkan ponselnya ke dalam saku hodienya. Ia segera memulai sarapan karena sudah lapar. Sedangkan Gerald hanya menatapnya tanpa berucap apapun. Tatapan Gerald cukup membuat Quella merasa risih.
"Jangan menatap seperti itu! Gue gak suka," cetus Quella yang kembali membuat Gerald terkekeh.
"Ah sorry, kak!" ungkapnya.
Quella terus melanjutkan sarapannya, tanpa peduli keadaan sekitar. Gerald pun menyibukan diri dengan ponselnya sampai makanan yang di pesannya datang dan ia segera makan. Keadaan sekitar mereka tampak ramai akan suara maupun canda tawa yang mengiringi waktu sarapan. Seperti biasanya, kehadiran para mahasiswa baru memang akan membuat suasana seperti itu. Sangat ramai. Namun hal itu menyenangkan dan tidak membuat ada yang terganggu. Baik itu para senior atau para mahasiswa baru. Mereka saling ikut meramaikan suasana di kantin. Ada juga yang hanya ikut menyimak seperti Quella dan Gerald. Keduanya tampak diam sembari sibuk menghabiskan sarapan.
Setelah selesai sarapan, Quella beranjak pergi tanpa berucap apapun pada Gerald. Laki-laki itu juga hanya menatap kepergiaannya dengan senyuman tipis tapi terkesan misterius.
"Memang gak salah pilih,"
***
Quella berjalan menyusuri koridor kampus di lantai 2. Ia mencari keberadaan Zelda yang entah dimana. Sampai kedua matanya menyipit saat melihat gerombolan mahasiwa tengah mengkerumuni seseorang. Quella bergegas menghampiri kerumunan itu dan jeng-jeng, sang sahabatlah yang di kerumuni.
"Satu-satu ya, pasti kebagian semua kok!" seru Zelda yang tengah berselfi ria dengan satu-persatu mahasiswa baru.
Quella menggelengkan kepalanya sembari bersedekap dada. Ada-ada saja kelakuan Zelda yang sudah menjadi kebiasaan. Dan terpaksa--Quella harus menunggu beberapa menit sampai acara sesi foto itu berakhir.
"Sampai jumpa lagi ya!?" Zelda melambaikan tangan pada para mahasiswa baru yang tadi berfoto dengannya. Yah, mereka memang berwajah tampan. Selera Zelda selalu bagus.
"Udah selesai?" tanya Quella bernada sinis. Zelda menyengir kuda sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Perempuan itu berusaha terlihat gemas di mata Quella tapi gagal.
"Gak mempan!" sambungnya.
"Hhehe. Yuk pergi lagi! Kita belanja. Gue teraktir deh," ucap Zelda yang bergelayut manja di lengan Quella.
"Gak dulu. Gue mau langsung pulang dan istirahat," tolak Quella yang mengundang raut wajah sang sahabat.
"Quellaaaa--" pekik Zelda merengek seperti anak kecil.
"Iya-iya Zelda," terpaksa Quella mengiyakan sebelum telinga di penuhi rengekan Zelda yang begitu kencang.
"Nah gitu dong," ucap Zelda kembali tersenyum manis.
Quella memutar malas kedua bola matanya. Memang mustahil memberikan penolakan pada Zelda. Dengan langkah berat, ia bersedia menemani Zelda untuk berbelanja di salah satu mall yang berada tidak jauh dari kampus. Mereka berdua hanya perlu sekitar 15 menit untuk mencapainya. Sampai di sana, Zelda langsung mengajak Quella ke beberapa toko dan membeli barang yang di inginkannya. Quella juga di paksa membeli beberapa barang. Puas berbelanja, mereka bermain di wahana permainan yang ada di dalam mall. Mereka berdua bersenang-senang sampai merasa cukup puas. Lalu pergi membeli es krim yang begitu enak di makan.
"Seru ya? Kita sudah lama tidak melakukannya," celetuk Zelda sembari memakan es krim rasa Vanilla miliknya.
"Heum. Kita sering melewatkannya. Padahal sangat seru," sahut Quella di sela membersihkan noda es krim cokelat di sudut bibirnya.
"Dan kita sangat bersenang-senang. Sayang, Wileen gak ikut. Anak itu pasti tengah sibuk berlari-lari di tepi pantai. Terus lihat para pria tampan tanpa baju. Oh astaga--Itu sangat seksi," ucap Zelda membayangkan tubuh para pria tampan tanpa baju. Pasti terlihat seksi dan menggoda. Ia pasti tidak akan bisa mengendalikan dirinya jika melihat langsung.
"Mulai deh. Lo sama Wileen gak ada bedanya. Sama-sama suka cuci mata. Bedanya, lo cuma sekedar melihat. Kalau Wileen langsung di pacari semuanya," seloroh Quella sambil terus memakan es krimnya.
Zelda tertawa kecil. Sahabatnya itu memang benar sekali. "Cuci mata dengan melihat para pria tampan itu harus. Bisa pacarin semuanya itu bonus. Realistis aja,"
"Ya-ya, terserah lo aja," cicit Quella pelan. Rasanya tetap akan sia-sia bila terus berdebat dengan Zelda yang notabenya punya banyak alasan dan jawaban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments