Sesampainya di kediaman, Quella langsung saja berganti pakaian dan beristirahat. Ia cepat memejamkan matanya setiap kali hujan turun. Suara air beserta anginnya terdengar menenangkan di telinganya. Terkecuali suara kilatan petir yang sangat mengerikan ia tidak menyukainya sama sekali.
***
Di pagi harinya, matahari sudah menunjukkan cahayanya nan cerah. Lebih cerah dari hari kemarin yang sisa harinya di habiskan dengan guyuran hujan. Semua orang mulai terbangun dan bersiap untuk melakukan aktifitas hari ini. Termasuk Quella yang baru terbangun saat silaunya cahaya matahari mengganggu tidurnya. Beberapa saat ia mengumpulkan kesadarannya sambil menetralkan penglihatannya. Sebelum akhirnya beranjak bangun dari tempat tidurnya dan langsung pergi membersihkan diri. Kemudian ia segera bersiap dengan memakai setelan hodie berwarna putih, serta celana putih panjang tidak ketat sebagai bawahan. Sneakers putih turut pula sebagai pelengkap penampilannya. Terakhir, make up tipis di poleskan pada wajahnya dan rambutnya di ikat tinggi. Perpect Look!
Selesai bersiap, Quella mengambil tas yang di dalamnya sudah terdapat benda-benda penting miliknya dan sebuah koper kecil. Lalu berjalan keluar dari kamar yang di luarnya ternyata sudah terdapat Billy. Asisten pribadinya itu segera membantu membawakan koper miliknya.
"Sarapan sudah siap di meja makan. Sebaiknya nona sarapan terlebih dulu," ucap Billy sembari berjalan mengikuti Quella.
"Ya, memang sebaiknya begitu. Aku sangat lapar," sahut Quella bernada hangat, persis seperti orang tuanya dulu yang tidak pernah dingin pada siapapun.
Quella berjalan menuruni anak tangga. Hidungnya sudah bisa mencium aroma masakan dari meja makan. Raut wajahnya tampak antusias, bersamaan dengan langkah kakinya semakin cepat. Hingga dirinya berhasil mencapai meja makan dan bibirnya tersenyum sumringah menatap masakan yang ada di meja makan.
"Selamat pagi, nona!" sapa seorang perempuan paruh baya yang baru saja selesai menata meja makan.
"Pagi, Bi! Aroma masakan bibi selalu kuat seperti biasanya. Perutku semakin terasa lapar," Quella segera mendudukkan diri di kursi yang ada. Sebaliknya, Billy tidak ikut menemani dan pergi untuk memasukkan koper milik Quella.
"Berarti nona harus makan banyak," sahut perempuan paruh baya yang merupakan pelayan di kediamannya. Lebih tepatnya memegang dapur dan bertugas menyiapkan makanan.
Quella terkekeh mendengarnya. "Pasti. Aku akan makan sampai tidak tersisa sedikit pun. Masakan bibi sayang untuk di lewatkan begitu saja,"
"Saya senang mendengarnya," perempuan paruh baya itu tersenyum sembari melayani Quella di meja makan.
Quella duduk sigap di kursi sambil menunggu perempuan paruh baya yang sering di panggilnya bibi Hazel selesai. Oh ya, namanya unik bukan? Tentu saja. Namanya di ambil dari warna matanya yang berwarna Hazel. Sangat indah. Quella begitu menyukainya.
"Selamat makan, nona!" sambungnya.
"Terima kasih," ungkap Quella dengan semangatnya, bergegas memulai sarapan pagi hari ini. Bibi Hazel mengangguk dan kemudian berdiri tidak jauh darinya.
Quella menyantap lahap makanan yang ada di hadapannya. Selain karena enak, makanan tersebut juga salah satu favoritnya. Sekarang ia cukup jarang memakannya. Paling ia baru memakannya kembali pada saat pulang ke Inggris. Jadi setiap kali pulang, Quella akan di manjakan dengan berbagai macam jenis makanan favoritnya.
"Rasanya benar-benar tidak berubah. Enak sekali! Aku sangat menyukainya!" seru Quella mengacungkan kedua jempolnya tanpa ragu. Bahkan mungkin tindakannya itu belum cukup untuk menggambarkan bahwa makanan itu benar sangat enak.
"Baguslah. Saya senang mendengar nona menyukainya," ucap bibi Hazel tersenyum manis seperti sebelumnya. Perempuan paruh baya itu memang ramah akan senyuman.
"Heum. Baiklah, Bi. Sekarang aku harus pergi. Jadwal keberangkatanku sebentar lagi. Bibi jaga kesehatan!" Quella beranjak berdiri dari kursinya, usai menghabiskan secangkir teh hangat.
Bibi Hazel menganggukkan kepalanya. "Nona juga jaga kesehatan di sana!"
"Iya pasti," sahut Quella singkat, sebelum kakinya melangkah pergi meninggalkan bibi Hazel yang tetap berdiri di tempatnya.
Quella berjalan keluar dari kediaman, dimana di depannya sudah berdiri Billy di dekat mobil hitam. Laki-laki berusia lebih dewasa dari Quella itu tampak gagah mengenakan kemeja putih dan celana hitam panjang sebagai bawahan.
"Ayo pergi!" seru Quella pada Billy yang langsung membukakan pintu mobil untuknya. Quella berjalan masuk. Begitupun Billy yang bergegas masuk, usai menutup kembali pintu mobil.
Laki-laki itu segera melajukan mobil meninggalkan kawasan kediaman. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, menembus jalanan yang mulai padat akan pengendara. Sesekali mobil melambat saat terjadi sedikit kemacetan. Ingin cepat sampai, boleh tapi jangan sampai membuat orang celaka. Quella pernah mengatakan hal itu beberapa kali. Sehingga Billy selalu memastikan bahwa laju mobil dalam kendali dan menyesuaikan situasi di jalanan. Quella pun bisa dengan tenang menikmati waktu perjalanannya seperti sekarang. Tanpa terasa mobil sudah berhenti tepat di depan bandara Internasional Inggris.
"Hubungi aku bila ada masalah apa pun," ucap Quella sebelum turun dari mobil.
"Baik, nona! Saya akan melakukannya bila perlu," balas Billy yang masih duduk di kursi kemudi. Laki-laki itu menatap Quella dari pantulan kaca depan mobil.
Kemudian Billy bergegas turun untuk membukakan pintu mobil. Quella turun dari mobil dan setelahnya Billy mengeluarkan koper miliknya dari bagasi.
"Kamu bisa pulang sekarang!" titah Quella pada Billy di hadapannya.
Billy mengangguk mengerti. Ia juga sempat menunduk hormat pada Quella. Setelah itu baru pergi meninggalkan bandara. Sedangkan Quella langsung menarik kopernya dan berjalan memasuki bandara. Masih ada 1 jam lagi sebelum jadwal keberatannya. Quella memanfaatkan waktu tersebut untuk melakukan Check in dan pemeriksaan. Soal barang, ia tidak khawatir ada yang ketinggalan. Semua sudah terdapat di dalam kopernya. Usai melakukan Check in dan pemeriksaan, Quella duduk di bangku tunggu sambil bermain ponsel. Tidak berselang lama, terdengar pemberitahuan keberangkatan pesawatnya. Ia segera cari pintu keberangkatan dan masuk ke dalam pesawat. Sesampainya di dalamnya, Quella duduk di kursi sesuai dengan kelas yang di pesan. Pesawat segera lepas landas dengan waktu tempuh 9 jam lebih.
Selama dalam pernerbangan, Quella memandang langit di luar jendela. Biru sempurna. Pemandangan yang indah. Tampaknya hari ini cuaca sangat mendukung. Quella dapat memandang langit biru dengan gumpalan awan putih di sekitarnya. Pemandangan di bawah juga terlihat jelas. Quella menikmati perjalanannya seperti biasa dengan musik yang terdengar di earphone miliknya. Sesekali ia ikut menyanyi, meski suaranya terdengar lirih. Tidak ada orang yang akan terganggu karena suaranya. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama ini hampir setengahnya di habiskan Quella dengan tertidur. Ia terbiasa tidur di dalam perjalanan dan saat matanya terbuka, pesawat sudah mendarat di Bandara yang di tuju.
Quella membuka matanya saat merasa pesawat melakukan pendaratan. Perlu beberapa menit untuk pesawat benar-benar mendarat. Satu-persatu penumpang pesawat mulai turun dari pesawat, begitu pula Quella. Langit sudah gelap pesawat mendarat tepat jam 5 sore waktu setempat. Quella berjalan beriringan dengan penumpang lain menuju bagian tempat pengambilan barang. Beruntung kopernya lebih cepat di dapatkan dan dirinya tidak harus lama mengantri. Usai mengambil koper, Quella menaiki taksi yang ada di depan bandara. Ia berpikir untuk pergi minum kopi terlebih dulu di choffeshop terdekat.
Quella memesan segelas cappucino hangat dan menunggu di depan meja pesanan. Ia mengetuk-ngetuk pelan meja, sampai akhirnya seorang pelayan kembali dengan dua gelas kopi di tangannya.
"Cappucino?"
"Ya, punya saya!" sahut Quella yang tanpa sengaja bersamaan dengan seorang laki-laki di sebelahnya.
Sontak Quella menatap ke arah laki-laki yang berdiri di sebelahnya. Laki-laki itu memakai topi hitam di kepalanya dan ia baru menyadari kehadirannya. Sama seperti Quella, laki-laki itu turut menatapnya. Mereka berdua beradu tatapan sekilas.
"Ini punya kalian berdua. Kalian memesan rasa yang sama," ucap pelayan itu sembari menyerahkan masing-masing gelas pada Quella dan laki-laki tersebut.
"Sepertinya memang begitu. Ini uangnya! Terima kasih," balas Quella di sela memberikan uang dan mengambil segelas kopi rasa cappucino yang terasa hangat. Sungguh ia menjadi tidak sabar untuk meminumnya.
"Sama-sama, nona!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments